Pendahuluan Cedera Otak Traumatik
Cedera otak traumatik didefinisikan sebagai suatu gangguan pada fungsi normal otak yang dapat disebabkan oleh suatu tabrakan, pukulan, atau hentakan pada kepala atau suatu cedera tembus kepala. Cedera otak traumatik (traumatic brain injury) adalah terminologi yang menggantikan cedera kepala (head injury) di mana ditekankan pentingnya keterlibatan otak dalam cedera tersebut.[1]
Secara global, cedera otak traumatik merupakan penyebab kematian utama pada dewasa muda dan mewakili penyebab kematian dan kecacatan yang besar pada semua usia dengan beban utama kecacatan dan kematian muncul dari negara dengan pendapatan menengah kebawah termasuk Indonesia.[2]
Diperkirakan lebih dari 50 juta orang mengalami cedera otak traumatik setiap tahunnya di seluruh dunia dengan sekitar setengah dari populasi dunia pernah mengalami setidaknya satu atau lebih kejadian cedera otak traumatik.[3]
Penyebab utama cedera otak traumatik adalah kecelakaan lalu lintas, diikuti jatuh dari ketinggian, pemukulan, atau kecelakaan domestik lainnya.[4,5]
Cedera otak traumatik pada umumnya diklasifikasikan menggunakan skor keparahan trauma atau yang biasa digunakan adalah glasgow coma scale (GCS). GCS 13 hingga 15 digolongkan pada cedera otak ringan, 9 hingga 12 sebagai cedera otak sedang, dan 8 atau kurang sebagai suatu cedera otak berat.[17]
Diagnosis suatu cedera otak traumatik dimulai dari primary survey, secondary survey, pemeriksaan penunjang berupa CT scan kepala yang merupakan gold standard dan pemeriksaan biomarker.[6–8]
Penatalaksanaan suatu cedera otak traumatik harus dimulai sedini mungkin dimulai dengan penanganan jalan napas/oksigenasi, ventilasi dan tekanan darah. Terapi medikamentosa meliputi pemberian antifibrinolitik, sedatif dan analgetik, osmotherapy dan anti-kejang.[9, 22, 30-34]
Penulisan pertama oleh: dr. Gold Tampubolon