Prognosis Cedera Otak Traumatik
Prognosis cedera otak traumatik derajat berat tidak baik dengan resiko kematian hingga 30% berdasarkan beberapa penelitian.
Komplikasi
Secara umum komplikasi yang sering dijumpai pada cedera otak traumatik adalah gangguan kognitif, kesulitan mengolah rangsang sensori dan komunikasi, kejang, hidrosefalus, kebocoran cairan serebrospinal, cedera pembuluh darah ataupun jaringan saraf, tinnitus, gagal organ dan politrauma.[23]
Venous Thromboembolism (VTE)
Venous thromboembolism (VTE) merupakan komplikasi sistemik yang paling ditakuti pada pasien poli-trauma terutama mereka yang juga mengalami cedera otak traumatik. meskipun demikian sampai saat ini belum ada penelitian yang membuktikan bahwa resiko VTE lebih tinggi pada mereka dengan poli-trauma dan cedera otak traumatik. Upaya pencegahan seperti pemberian kemoprofilaksis pada pasien-pasien trauma terbukti mengurangi angka kejadian deep vein thrombosis (DVT) namun tidak berpengaruh signifikan dalam mengurangi emboli paru.[28]
Komplikasi Neurologis
Adapun komplikasi neurologis yang mungkin dialami pasien cedera otak traumatik meliputi defisit neurologis fokal, defisit neurologis global, kejang, fistula cairan serebrospinal, hidrosefalus, cedera pembuluh darah dan mati otak.
Defisit Neurologis Fokal:
Defisit neurologis fokal yang terjadi pada umumnya terkait gangguan pada saraf kranial yang berada pada dasar tengkorang. akselerasi dan deselerasi yang terjadi pada proses trauma mengakibatkan pergeseran hingga peregangan pada saraf-saraf kranial.
Hidrosefalus:
Hidrosefalus merupakan komplikasi cedera otak traumatik yang biasanya terjadi belakangan. Hidrosefalus pasca-trauma biasanya dipresentasikan dengan gambaran ventriculomegaly dengan atau tanpa peningkatan tekanan intrakranial. Pasien dengan peningkatan tekanan intrakranial umumnya mengalami gejala sakit kepala, gangguan penglihatan, mual/muntah dan gangguan kesadaran. Sedangkan mereka dengan tekanan intrakranial normal umumnya mengalami gejala gangguan memori, gait ataxia dan inkontinensia urine.[28]
Kejang:
Kejang pasca-trauma merupakan salah satu komplikasi yang sering dialami pasien dengan cedera otak traumatik. Kejang akibat kondisi ini dibagi atas tiga bagian, yaitu: kejang dalam 24 jam pertama setelah trauma, kejang antara 1-7 hari setelah trauma dan kejang lebih dari 7 hari setelah trauma. Kejang pasca-trauma umumnya terjadi pada pasien cedera otak penetrasi dimana hampir setengah dari pasien ini mengalami kejang.[28]
Fistula Serebrospinal:
Fistula cerebrospinal biasanya ditunjukkan dengan gejala rinore atau otore yang muncul pada 5-10% dari pasien cedera otak traumatik. Biasanya gejala ini terjadi segera setelah trauma atau beberapa saat setelahnya. Komplikasi ini lebih sering diderita oleh pasien dengan fraktur basis kranium.[28]
Cedera Pembuluh Darah:
Cedera pembuluh darah merupakan sekuel yang juga sering terjadi pada pasien dengan cedera otak traumatik. Cedera yang sering terjadi berupa transeksi arteri, fenomena tromboembolik, aneurisma pasca-trauma, diseksi dan fistula carotid-cavernous.[28]
Mati Otak:
Kematian awalnya didefinisikan pada pasien yang mengalami apnea dan tidak adanya denyut nadi. Namun, saat ini kematian lebih didefinisikan sebagai suatu proses dibandingkan peristiwa sesaat. Kurangnya aliran darah ke otak dapat mengakibatkan gangguan bahkan hilangnya kesadaran. Pasien cedera otak traumatik dapat mengalami komplikasi ini meskipun mereka belum apnea atau jantung berhenti berdetak. Hal ini karena pada keadaan cedera otak berat yang mengganggu perfusi darah ke otak, organ somatik maupun jaringan ikat masih dapat bertahan lebih lama.[28]
Komplikasi Psikiatri
Penderita cedera otak traumatik memiliki kemungkinan menderita komplikasi berupa depresi, dysthymia, gangguan bipolar, gangguan cemas menyeluruh, gangguan panic, fobia, obsessive-compulsive disorder (OCD), posttraumatic stress disorder (PTSD), ketergantungan obat dan skizofrenia.
Terdapat berbagai faktor yang mungkin menyebabkan sekuele neuropsikiatri pada pasien cedera otak traumatik, seperti jenis cedera, diagnosis psikiatri sebelumnya, sosiopati, gangguan perilaku, dukungan sosial, penyalahgunaan obat, gangguan saraf yang diidap dan usia.[23]
Post Traumatic Stress Disorder:
Post traumatic stress disorder paling sering pada cedera otak traumatik yang berhubungan dengan ledakan.[38]
Gangguan kognitif, sekuele yang sering ditemukan bahkan pada cedera otak traumatik ringan sebanyak 65%. Gangguan kognitif menyebabkan pasien kesulitan dalam menjalankan aktivitas sehari-harinya di rumah maupun di tempat kerja.
Gangguan Tidur:
Gangguan tidur dikeluhkan oleh 50% pasien yang pernah mengalami cedera otak traumatik. Prevalensi insomnia, hipersomnia dan sleep apnea lebih tinggi masing 19%, 18%, dan 23% pada pasien yang mengalami cedera otak traumatik dibandingkan populasi normal.[23]
Prognosis
Pada pasien dengan derajat sedang sekitar 60% akan mengalami perbaikan yang positif dengan estimasi 25% yang lain akan mengalami kecacatan sedang. Kematian atau keadaan vegetatif yang persisten biasanya terjadi pada 7-10% kasus. Sisanya pasien akan mengalami kecacatan derajat berat.[22]
Pasien dengan derajat berat akan mengalami luaran yang berat pula. Hanya sekitar 25 hingga 33% dari mereka yang akan mengalami perbaikan positif. Sekitar seperenam pasien akan mengalami kecacatan derajat sedang dan berat dengan kecacatan sedang sedikit lebih banyak. Sekitar 33% dari pasien ini tidak akan selamat dan sisanya akan mengalami keadaan vegetatif yang persisten.[22]
Prediction Models
Saat ini telah tersedia beberapa prediction models yang digunakan untuk menilai luaran dan prognosis dari pasien-pasien dengan cedera otak traumatik. Dua diantaranya yang telah divalidasi dengan jumlah pasien yang besar adalah sebagai berikut:
The Corticosteroid Randomisation After Significant Head Injury (CRASH) prediction model yang dihasilkan dari penelitian klinis yang luas tentang penggunaan glukokortikoid pada pasien dengan cedera otak traumatik yang melibatkan 10008 subjek dari negara-negara berpendapatan tinggi, menengah dan rendah. Variabel-variabel yang dinilai dalam model ini adalah asal negara, usia, GCS, refleks pupil, adanya cedera ekstrakranial yang signifikan dan temuan spesifik pada CT scan[40]
The International Mission for Prognosis and Analysis of Clinical Trials TBI (IMPACT) prediction model yang dikembangkan dari data 8509 pasien dari 11 penelitian dengan variabel-variabel seperti: usia, GCS dan refleks pupil sebagai variabel klinis inti dan hipoksia, hipotensi, Marshall CT grade dan temuan CT lainnya serta kadar gula dan hemoglobin[41]
Penulisan pertama oleh: dr. Gold Tampubolon