Patofisiologi Cedera Otak Traumatik
Patofisiologi cedera otak traumatik berdasarkan kerusakan jaringan saraf yang terjadi dapat kita kelompokkan dalam dua kategori, yaitu: cedera primer atau cedera yang disebabkan langsung oleh gaya mekanik pada awal cedera; dan cedera sekunder atau kerusakan lanjut dari jaringan dan sel setelah cedera primer terjadi.[10]
Cedera otak traumatik dapat memicu beberapa kondisi patologis yang hampir semuanya dapat diidentifikasi dengan CT scan kepala.
- Fraktur tengkorak
- Hematoma epidural, hematoma subdural
-
Perdarahan subaraknoid, perdarahan Intraparenkim, perdarahan intraventrikular
- Kontusio serebri
-
Cedera aksonal fokal dan diffuse dengan edema serebri.[25]
Cedera Primer
Gaya mekanik yang menyebabkan cedera primer pada otak dapat menyebabkan dua tipe cedera, yaitu: cedera otak fokal dan difus. Namun, pada dasarnya penelitian-penelitian menunjukkan bahwa pada dasarnya kedua tipe ini sering ditemukan secara bersamaan terutama pada derajat sedang hingga berat.[10]
Secara umum patofisiologi yang terjadi setelah cedera otak primer terjadi pertama kali adalah sebagai berikut: ketika suatu cedera otak terjadi, maka akan terjadi kerusakan membran akson yang kemudian diikuti dengan keluarnya ion kalium dari sel dan menyebabkan depolarisasi pada membran. Kondisi ini menyebabkan suatu depolarisasi yang mengakibatkan pelepasan asam amino dan neurotransmiter eksitatori.[11]
Kalsium terus masuk dan ion kalium terus keluar, banyaknya kalsium intrasel mengakibatkan fungsi intraseluler terganggu yang akan menyebabkan hipoksia seluler. Ketika terjadi hipoksia dan otak dipaksa untuk melakukan metabolisme berupa glikolisis maka terjadi penumpukan asam laktat. Penumpukan asam laktat ini kemudian menyebabkan kerusakan sawar darah otak dan kematian sel. Hal ini memicu respon inflamasi lokal yang biasanya terjadi 4-6 jam setelah cedera awal terjadi. Respon inflamasi ini dapat memicu kerusakan difus melalui pelepasan neurotransmiter yang membanjiri otak.[11]
Cedera Sekunder
Ketika terjadi cedera primer maka terdapat kemungkinan proses biokimia, seluler dan fisiologi yang terganggu yang kemudian berkembang menjadi kerusakan atau cedera sekunder yang tertunda atau memanjang hingga berjam-jam bahkan menahun. Terdapat beberapa faktor yang dapat berkontribusi sehingga terjadinya suatu cedera sekunder, diantaranya: excitotoxicity, disfungsi mitokondria, stres oksidatif, peroksidasi lipid, neuroinflamsi, degenerasi akson dan apoptosis sel.[10]
Excitotoxicity
Kerusakan sawar darah otak dan kematian sel saraf pada cedera primer mengakibatkan pelepasan yang berlebihan dari asam amino eksitatori seperti glutamate dan aspartate dari bagian terminal sel saraf presinaps. Jumlah glutamate yang berlebihan ini akan mengaktivasi reseptor N-methyl-di-aspartate (NMDA) yang akan mendorong pembentukan reactive oxygen species (ROS) dan nitric oxide (NO) yang kemudian menyebabkan cedera sekunder.[10]
Disfungsi Mitokondria
Penumpukan ion kalsium intraseluler dan masuknya ion dalam jumlah besar ke dalam mitokondria mengakibatkan peningkatan produksi reactive oxygen species (ROS), depolarisasi membran mitokondria dan penghambatan pembentukan adenosine triphosphate (ATP). Hal ini kemudian menyebabkan kerusakan rantai transportasi elektron dan proses fosforilasi oksidatif yang selanjutnya mengganggu reaksi metabolisme didalam sel dan regulasi siklus kalsium.[10]
Pelepasan Reactive Oxygen Species (ROS) dan Peroksidasi Lipid
ROS endogen dan radikal bebas terus terbentuk secara konstan dari berbagai mekanisme seperti proses ezimatik, aktifasi neutrofil, jalur excitotoxic dan disfungsi mitokondria. ROS kemudian tidak hanya berreaksi dengan protein dan DNA tetapi juga polyunsaturated fatty acids (PUFA) pada membran fosfolipid yang kemudian membentuk radikal lipoperoxyl. Seluruh proses ini kemudian akan menyebabkan kerusakan membran sel.[10]
Neuroinflamasi
Pada periode 24 jam pertama suatu cedera otak traumatik, disfungsi dari sawar darah otak menyebabkan infiltrasi dari neutrofil, monosit dan limfosit kedalam parenkim otak yang mengalami cedera. Leukosit-leukosit polimorfonuklear ini kemudian melepaskan komplemen dan sitokin-sitokin proinflamasi seperti IL-1β, IL-6 dan TNF-α. Peningkatan berbagai jenis sitokin ini kemudian dianggap berasosiasi dengan terganggunya permeabilitas sawar darah otak yang menyebabkan terbentuknya edema dan defisit neurologi.[10]
Degenerasi Akson
Kerusakan akson ditandai dengan terbentuknya suatu bulbus pada nodus sebagai akibat disasosiasi hubungan antar akson dan akumulasi protein transpor akson. Hal ini kemudian menyebabkan pembengkakan dari akson yang rusak, apoptosis sel dan oligodensdrosit. Penelitian telah menunjukkan adanya asosiasi dari kerusakan akson pada corpus callosum dan infiltrasi sel neuroinflamasi microglia dan makrofag, yang kemudian akan menyebabkan kerusakan pembuluh darah, degradasi akson, kerusakan oligodendrosit dan kerusakan substansia alba.[10]
Apoptosis Sel Saraf
Proses apoptosis yang terjadi diduga melibatkan aktivasi dari cysteine protease seperti caspase dan calpain, serta juga dipicu oleh interaksi dari berbagai jalur neurokimia, seluler dan molekuler seperti extracellular signal-regulated kinase (ERK), p38 MAPK, janus kinase/ signal transducer dan transkripsi aktivator.[10]
Penulisan pertama oleh: dr. Gold Tampubolon