Patofisiologi Parkinsonisme
Patofisiologi parkinsonisme melibatkan jaras ekstrapiramidal dalam otak, yang terdiri dari area motorik kortikal, serebellum, ganglia basalis, dan nukleus subkortikal yang terkait. Jaras ini, atau yang biasanya disebut jaras nigrostriatal, bermula dari substansia nigra batang otak sampai dengan striatum di ganglia basalis, mengatur gerakan normal, spontanitas, dan gerakan halus.[1,6]
Struktur nigrostriatal ini meliputi hubungan kompleks antara struktur anatomi dan neurotransmitter yang berfungsi sebagai penyeimbang impuls stimulasi dan inhibisi. Beberapa neurotransmitter yang terlibat dalam jaras nigrostriatal adalah dopamin, serotonin, asetilkolin, gamma aminobutyric acid (GABA), dan glutamat.[1,6]
Dalam ganglia basalis, hubungan resiprokal antara dopamin dan asetilkolin berperan dalam mengatur pergerakan. Ikatan dopamin pada reseptor D2 akan menghambat pelepasan asetilkolin pasca sinaps dan berfungsi eksitatorik. Sebaliknya, peningkatan asetilkolin akan mengaktivasi neuron GABA yang menyebabkan inhibisi gerakan.[1,6]
Pemberian agen penghambat dopamin, misalnya antipsikotik, akan mempengaruhi hubungan resiprokal ini. Dopamin yang menurun tidak lagi menghambat asetilkolin sehingga terjadi pelepasan asetilkolin berlebihan pasca sinaps dan menyebabkan gangguan pergerakan yang khas pada parkinsonisme, seperti akinesia, bradikinesia, rigiditas, dan tremor.[1,3,6]
Tidak hanya agen penghambat dopamin, infark subkortikal pada pasien dengan hipertensi kronis menyebabkan iskemia jaras talamokortikal. Kerusakan pada struktur ini menurunkan impuls motorik pada ganglia basalis dan menyebabkan gangguan pergerakan. Penekanan struktur otak pada hidrosefalus tekanan normal juga dapat menyebabkan gangguan pergerakan.[3]
Tidak semua hambatan dopamin menyebabkan parkinsonisme. Penelitian menunjukkan bahwa ikatan reseptor D2 >78% meningkatkan risiko terjadinya gejala ekstrapiramidal. Pasien yang baru pertama kali terpapar antipsikotik, terutama generasi pertama, akan lebih mudah mengalami parkinsonisme. Sementara ikatan reseptor D2 secara kronis akan menyebabkan peningkatan reseptor dopamin dan dapat menimbulkan gerakan hiperkinetik, yaitu tardif diskinesia.[1,6]