Epidemiologi Menorrhagia
Data epidemiologi menorrhagia menunjukkan bahwa prevalensi berdasarkan pengukuran objektif berkisar antara 9% sampai 14%. Meski begitu, dalam studi yang menilai menorrhagia berdasarkan penilaian subjektif, prevalensi dilaporkan setinggi 20% hingga 52%. Saat artikel ini ditulis, istilah menorrhagia mulai ditinggalkan dan telah digantikan dengan istilah perdarahan uterus abnormal atau PUA[8]
Global
Gangguan menstruasi pada umumnya dialami oleh sebagian besar wanita di usia reproduktif. Diperkirakan sekitar 3-30% wanita pada usia reproduksi mengalami perdarahan uterus abnormal di seluruh dunia, dengan insidensi tertinggi terjadi pada saat menarke dan perimenopause.[9]
Di Inggris dan Wales, sekitar 30.000 wanita setiap tahun menjalani perawatan bedah untuk menorrhagia. Di Amerika Serikat, menorrhagia diperkirakan mencapai sekitar 30% dari total kunjungan ginekologi dan diduga mempengaruhi lebih dari 10 juta wanita.[8]
Indonesia
Tidak ada data mengenai prevalensi menorrhagia di Indonesia. Namun, menorrhagia adalah salah satu keluhan ginekologis yang sering ditemui yang membuat seorang perempuan datang untuk berobat ke poli kebidanan.
Mortalitas
Menorrhagia yang berulang dengan volume perdarahan lebih dari 80 ml berisiko menyebabkan komplikasi seperti anemia defisiensi besi. Apabila anemia tidak ditangani dengan baik, maka pasien dapat mengalami keluhan berat ataupun memerlukan transfusi darah. Meski begitu, secara umum menorrhagia tidak menyebabkan mortalitas jika dilakukan penanganan adekuat.[4]
Penulisan pertama oleh: dr. Yelsi Khairani