Etiologi Adolescent Idiopathic Scoliosis
Etiologi adolescent idiopathic scoliosis (AIS), atau skoliosis idiopatik pada remaja, masih belum diketahui pasti, walaupun telah dilakukan penelitian selama bertahun-tahun. Berdasarkan teori, penyebab AIS mencakup kelainan biomekanik, hormonal, metabolik, neuromuskuler, genetik, dan lingkungan.[5,8-10]
Teori Biomekanik
Teori biomekanik menggambarkan bahwa human spine merupakan konstruksi yang bergerak-gerak dan tidak stabil, jika dibandingkan dengan spesies lainnya. Oleh karena itu, perkembangan tulang belakang manusia dapat mengalami deformitas rotasi yang progresif.[5-10]
Menurut konsep biomekanik, saat vertebra tumbuh ke arah posterior maka semakin banyak segmen vertebra yang kehilangan kekakuan rotasinya, membuat tulang belakang mengalami deformitas rotasi. Konsep ini didukung oleh penelitian oleh Roaf pada tahun 1966 yang menyimpulkan bahwa masalah mendasar pada skoliosis adalah pemanjangan relatif komponen anterior vertebra daripada struktur posteriornya. Dinding muskuloskeletal anterior yang kaku mengakibatkan deviasi lateral tulang belakang dan berkembang menjadi skoliosis.[5,8,10]
Pertama kali teori biomekanik ini ditemukan pada skoliosis idiopatik vertebra torakalis, yang awalnya berasal dari lordosis dengan sisi lateral mengalami rotasi aksial dan fleksi. Sehingga area vertebra mengalami deformitas rotasi yang tidak sejajar dengan sagital spino-pelvic alignment. Skoliosis remaja yang terjadi pada akhir spektrum vertebra torakalis dapat berkembang menjadi AIS tipe lumbal.[5-10]
Teori Hormonal
Penelitian menunjukkan bahwa kadar growth hormone pada anak penderita AIS lebih tinggi daripada kelompok kontrol. Hormon pertumbuhan tersebut diproduksi oleh hipofisis anterior, kemudian melalui proses metabolisme di liver akan menghasilkan somatomedins 1 dan 2.[5,10]
Selain itu, tinggi badan yang meningkat lebih cepat dapat menurunkan kemampuan tubuh untuk menjaga keseimbangan pertumbuhan remaja. Regulasi growth hormone dan faktor pertumbuhan tertentu pada pasien AIS memerlukan penelitian lebih lanjut.[5,10]
Teori Metabolik
Teori metabolik dikaitkan dengan peranan osteopontin, melatonin, dan kalmodulin. Osteopontin berperan dalam pertumbuhan tulang, sedangkan melatonin dan kalmodulin berperan dalam kontraktilitas otot.[3,5,8,10,11]
Osteopontin
Osteopontin merupakan non-collagenous bone matrix glycoprotein yang diketahui berperan penting dalam proses remodeling tulang. Penelitian menunjukkan bahwa osteopontin mungkin memiliki peranan dalam perkembangan AIS dan progresifitas kurva, melalui interaksi dengan sitokin dan reseptor lainnya.[3,6]
Melatonin
Melatonin diyakini terlibat dalam permulaan pubertas dan memiliki efek perlindungan pada tulang. Melatonin mencegah degradasi tulang dan mendorong pembentukan tulang. Selain itu, melatonin berfungsi sebagai antagonis untuk kalmodulin, yaitu protein reseptor pengikat kalsium yang mengatur kontraksi otot polos.[5,8-10]
Penelitian mengenai hubungan AIS dengan melatonin dilakukan pada ayam yang dilakukan reseksi pada glandula pineal sehingga terjadi defisiensi melatonin. Tindakan tersebut mengakibatkan skoliosis pada binatang uji, dan setelah dilakukan terapi melatonin terjadi perbaikan pada skoliosisnya.[5,8-10]
Kalmodulin
Kalmodulin adalah calcium-binding receptor protein yang meregulasi cyclic adenosine monophosphate (cAMP) pada sistem enzim. Kalmodulin mengatur sifat kontraktil sel otot dengan mengendalikan transportasi kalsium melalui membran sel, dan berinteraksi langsung dengan protein kontraktil, aktin, dan miosin di dalam miofibril.[8,10,11]
Studi pada pasien AIS menunjukkan peningkatan kadar kalmodulin dalam trombosit daripada individu normal, disebabkan oleh peningkatan ion Ca2+ dan Pi+, penurunan kontraktilitas protein intraseluler, penurunan agregasi, dan ketidaknormalan pada struktur miosin. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa kadar kalmodulin intraseluler meningkat pada pasien dengan skoliosis idiopatik progresif.[8,10,11]
Kalmodulin bukan merupakan faktor penyebab terjadinya AIS, namun molekul ini mungkin merupakan salah satu faktor penting yang berkontribusi pada perkembangan kurva skoliotik. Dengan kata lain, dapat dihipotesiskan ketidakseimbangan sekunder dalam kandungan kalmodulin dapat menjadi faktor yang mempengaruhi perkembangan kurva skoliosis idiopatik pada remaja.[8,10,11]
Teori Neuromuskuler
Clark et al meneliti bahwa peranan neuromuskular terhadap AIS berasal dari cascade concept berdasarkan temuan sebelumnya. Jika tingkat leptin, yang berperan dalam perkembangan sistem saraf pusat, lebih rendah akan memulai pertumbuhan neuro-osseous asinkron sehingga menyebabkan ketegangan di neuraxis.[5,7-10,11]
Riddle dan Roaf berhipotesis bahwa muscular imbalance merupakan penyebab terjadinya AIS. Beberapa peneliti juga melakukan investigasi ekuilibrium disfungsi neuromuskular, dengan hipotesis bahwa skoliosis idiopatik terjadi akibat gangguan pada tingkat batang otak di mana impuls dari labirin, sistem proprioseptif dan visual terintegrasi. Beberapa gangguan SSP yang dapat menyebabkan AIS adalah syringomyelia, tethered cord syndrome, Chiari malformation, dan poliomielities.[5,7-10,11]
Teori Genetik
Peranan faktor genetik pada AIS telah diterima secara luas, yaitu autosomal dominan dan X-linked. Selain itu, ada pula pola pewarisan multifaktorial atau poligenik di antara anggota keluarga. Wise et al menemukan bukti alel yang sama pada tiga lokus,yakni kromosom 6p, 10q, dan 18q.[5,8,10]
Teori Lingkungan
Lingkungan berpengaruh terhadap kondisi AIS. Namun, sulit dijelaskan secara spesifik faktor stres lingkungan apa yang dapat menyebabkan ketidakstabilan perkembangan pertumbuhan vertebra. Skoliosis dapat terjadi pada anak sebagai respons terhadap tekanan psikologis, trauma, cedera tulang belakang, pembedahan, pengobatan kanker baik radioterapi maupun kemoterapi, infeksi, tumor, dan birth injury.[8,10]
Faktor Risiko
Faktor risiko AIS ada yang dapat diubah dan ada yang tidak dapat diubah. Faktor risiko tidak dapat diubah adalah:
- Genetik: Pada keluarga yang memiliki riwayat AIS kemungkinan terjadi pola pewarisan AIS pada keturunan selanjutnya
- Jenis kelamin: Data epidemiologi menyebutkan bahwa rasio perempuan dengan AIS lebih tinggi dari pada anak laki-laki, ini dikaitkan dengan bentuk tulang belakang perempuan lebih ramping sehingga mudah melengkung
- Usia: Studi mencatat bahwa pasien dalam kelompok usia 15−19 tahun dibandingkan dengan usia 10−14 tahun memiliki kemungkinan lebih banyak mengalami skoliosis, dan menjalani rehabilitasi meskipun telah dilakukan operasi skoliosis[8,12,13]
Sedangkan faktor risiko yang dapat diubah di antaranya:
- Status menarche: penelitian menunjukkan bahwa pubertas tertunda dan menarche terlambat dikaitkan dengan prevalensi AIS yang lebih tinggi
- Underweight: indeks masa tubuh yang kurang dari 18 (underweight) dikaitkan dengan kejadian AIS, akibat penurunan kadar leptin dalam sirkulasi diikuti oleh peningkatan aktivitas sistem saraf otonom yang mempengaruhi kelainan pertumbuhan tulang vertebra
- Aktivitas olahraga: studi menemukan prevalensi skoliosis 10 kali lebih tinggi pada pesenam ritmik akibat tuntutan fisik yang berulang, terutama gerakan yang menempatkan beban asimetris pada tulang belakang dan vertebra torakalis dalam posisi lordotik
- Riwayat gangguan susunan saraf pusat: misalnya syringomyelia, tethered cord syndrome, dan poliomielitis[5-8,12-14]