Pendahuluan Fraktur Pelvis
Fraktur pelvis atau fraktur tulang panggul, merupakan cedera akibat patah pada pelvis yang dapat disebabkan oleh suatu trauma. Insiden fraktur pelvis terjadi pada 3–8% dari seluruh cedera muskuloskeletal.[1,2]
Risiko fraktur pelvis meningkat pada populasi lanjut usia, individu dengan dengan riwayat densitas mineral tulang yang rendah, misalnya akibat osteoporosis, serta pada individu dengan riwayat radiasi akibat kanker ginekologi. Kebiasaan kurang berhati-hati saat berkendara, juga dapat meningkatkan risiko fraktur pelvis.[1,3]
Penyebab tersering fraktur pelvis pada usia dewasa muda adalah karena kecelakaan lalu lintas, sehingga kepatuhan terhadap peraturan lalu lintas penting untuk ditekankan dalam upaya pencegahan fraktur pelvis. Sedangkan di atas 65 tahun, fraktur pelvis paling banyak disebabkan karena terjatuh.[3,4]
Dugaan fraktur pelvis dapat berdasarkan riwayat trauma panggul dan memar pada area panggul. Pada pasien dengan kesadaran baik, yaitu Glasgow coma scale (GCS) 14 atau 15, temuan nyeri palpasi pada area fraktur dapat menjadi penanda fraktur pelvis yang cukup sensitif.[13]
Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan berupa pemeriksaan serum laktat dan base excess pada analisa gas darah. Pencitraan pilihan pada pasien dengan hemodinamik stabil adalah computed tomography (CT) scan. Pada pasien dengan gangguan hemodinamik dapat dilakukan foto polos panggul extended focused assessment with sonography for trauma (E-FAST).[7,8]
Penatalaksanaan fraktur pelvis meliputi manajemen awal kegawatdaruratan pada kondisi trauma, penentuan modalitas konservatif atau operatif, dan rehabilitasi medik. Manajemen kegawatdaruratan meliputi resusitasi cairan, stabilisasi fraktur, dan mengatasi nyeri akut, serta pemberian profilaksis awal. Algoritma penatalaksanaan fraktur pelvis dari World Society of Emergency Surgery (WSES), dapat membantu dokter untuk menangani fraktur pelvis dengan optimal.[1,5,7]