Edukasi dan Promosi Kesehatan COVID-19 (Coronavirus Disease 2019)
Edukasi dan promosi kesehatan memegang peran utama dalam penanganan COVID-19 (coronavirus disease 2019). Prosedur kesehatan yang direkomendasikan untuk menekan penyebaran penyakit mencakup 5M, yaitu menggunakan masker, mencuci tangan, menjaga jarak, mengurangi aktivitas di luar rumah, dan menjauhi kerumunan.[1,6,23]
Edukasi Pasien
Kemenkes nomor HK.01.07/MENKES/4641/2021 tentang penanganan pasien COVID-19 merupakan upaya pengendalian penyakit secara nasional. Pasien COVID-19 baik suspek maupun terkonfirmasi harus ditangani berdasarkan pedoman 3T, yaitu testing, tracing, dan treatment.[23]
Testing
Pemeriksaan COVID-19 dengan nucleic acid amplification test (NAAT) metode real time polymerase chain reaction (RT-PCR) diutamakan pada kasus suspek, kontak erat, tenaga kesehatan, dan masyarakat yang tinggal di fasilitas tertutup. Fasilitas tertutup adalah tempat yang memiliki risiko penularan tinggi, seperti asrama, panti, lapas, rutan, dan tempat pengungsian.[23]
Tracing
Di Indonesia, yang bertanggung jawab melakukan pelacakan (tracing) terhadap kontak erat dari kasus terkonfirmasi positif COVID-19 adalah puskesmas dan jejaringnya. Dalam melaksanakan pelacakan, puskesmas dapat melibatkan tracer dari tenaga kesehatan maupun non kesehatan, seperti kader, TNI, POLRI, atau komponen masyarakat lainnya yang telah memperoleh pelatihan dari puskesmas.[23]
Tracer memiliki kewajiban sebagai berikut:
- Mewawancarai kasus terkonfirmasi dalam 24 jam sejak dinyatakan terkonfirmasi, kemudian menentukan apakah pasien dapat melakukan isolasi mandiri (isoman)
- Untuk kasus probable atau kasus terkonfirmasi meninggal, wawancara dilakukan kepada keluarganya
- Memastikan pasien terkonfirmasi menjalani isolasi, jika pasien isoman maka tracer berkoordinasi dengan puskesmas untuk melakukan pemantauan harian
- Mengidentifikasi kontak erat dalam 24 jam sejak pasien terkonfirmasi atau probable
- Mewawancarai kontak erat dalam 24 jam sejak diidentifikasi, dan memastikan kontak erat melakukan karantina minimal 5 hari
- Memastikan kontak erat melakukan pemeriksaan entry-test dalam waktu 72 jam sejak kasus indeks terkonfirmasi, dan exit-test pada hari ke-5 isolasi
- Jika kontak erat menjalani karantina mandiri, maka tracer berkoordinasi dengan puskesmas untuk melakukan pemantauan harian
- Jika kontak erat berdomisili di wilayah kerja puskesmas lain, maka Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota akan mengkoordinasi proses pelacakan[23]
Saat melakukan pelacakan, tracer harus mencegah risiko penularan, yaitu wawancara sedapat mungkin tidak secara langsung. Namun, jika harus melakukan kunjungan langsung maka wawancara dilakukan dari luar ruangan/rumah, jaga jarak minimal 1 meter, dan gunakan alat pelindung diri (APD) minimal masker bedah.[23]
Sementara, pasien yang di wawancara harus menggunakan masker kain 3 lapis atau masker bedah. Selain itu, tracer harus mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir atau hand sanitizer sebelum dan sesudah wawancara.[23]
Treatment
Pemberian terapi pasien COVID-19 tergantung gejala, yaitu tanpa gejala, ringan, sedang, berat, dan kritis. Prognosis penyakit dipengaruhi oleh kecepatan dan ketepatan penanganan pasien. Penanganan pasien termasuk tindakan isolasi dan karantina.[23]
Pasien harus diberikan edukasi mengenai pentingnya isolasi dan karantina tersebut. Puskesmas dan rumah sakit yang merawat pasien memiliki kewenangan untuk menerbitkan surat pernyataan bahwa seseorang wajib memulai atau telah menyelesaikan karantina atau isolasi, serta pernyataan seseorang dapat absen dari pekerjaan atau sudah dapat kembali bekerja.[23]
Tabel 1. Perbedaan Isolasi dan Karantina COVID-19
ISOLASI | KARANTINA | |
Dilakukan oleh | ■ Kasus suspek yang memerlukan perawatan rumah sakit ■ Kasus terkonfirmasi COVID-19 | ■ Kontak erat ■ Kasus suspek yang tidak memerlukan perawatan rumah sakit |
Kriteria selesai/sembuh | ■ Suspek: Jika hasil exit test pada hari ke-2 isolasi negatif ■ Terkonfirmasi asimtomatik: 10 hari ■ Terkonfirmasi simptomatik: minimal 10 hari ditambah sekurang-kurangnya 3 hari bebas gejala ■ Perawatan di rumah sakit: berdasarkan pertimbangan dokter penanggung jawab | ■ Jika hasil exit test pada hari ke-5 karantina negatif. atau ■ Setelah 14 hari jika tidak dapat dilakukan pemeriksaan PCR atau rapid antigen |
Sumber: Kemenkes, 2021.[23]
Upaya Pencegahan dan Pengendalian Penyakit
Upaya kesehatan masyarakat untuk mencegah dan mengendalikan penyebaran virus SARS-CoV-2 di antaranya:
- Menggunakan masker kain 3 lapis, atau masker bedah terutama oleh pasien batuk pilek atau tenaga kesehatan yang memeriksa pasien. Setelah pandemi berlangsung lebih dari 2 tahun, banyak penelitian terkait penggunaan masker, baik penggunaan masker pada dewasa maupun pada anak
- Sering mencuci tangan dengan sabun dan air, atau dengan hand sanitizer mengandung alkohol 60% minimum
- Menerapkan etika batuk dan bersin secara menutup hidung dan mulut dengan lengan siku atau tisu, lalu membuang tisu ke tempat sampah
- Mencuci tangan sebelum menyentuh wajah, terutama mata, hidung, mulut
Menjaga jarak antar individu(physical distancing) minimal 1,5 meter, dan menjauhi kerumunan terutama jika ada orang yang batuk atau bersin
- Pasien imunokompromais atau sakit disarankan untuk tetap di rumah dan jangan mendatangi keramaian
- Menghindari keluar rumah dan membatasi perjalanan, kecuali bila terdapat keperluan penting
- Membersihkan dan lakukan desinfeksi pada barang atau permukaan yang sering disentuh
- Berobat ke fasilitas kesehatan hanya jika diperlukan[6,8]
Vaksinasi COVID-19
Vaksin COVID-19 merupakan cara paling efektif dalam pengendalian infeksi dengan menurunkan jumlah kesakitan dan kematian serta mencapai kekebalan kelompok (herd immunity).[6,8]
Saat ini sudah terdapat 7 vaksin di dunia yang telah disebarluaskan di masyarakat yang diproduksi oleh Pfizer/BioNTech, Moderna, AstraZeneca/Oxford, Sinovac Biotech, Gamaleya, CanSino Biologics, dan Sinopharm. Di Indonesia sendiri sudah terdapat beberapa vaksin, yaitu vaksin Sinovac, AstraZeneca, Pfizer, Moderna, dan Sinopharm. [6,8]
Vaksin COVID-19 di Indonesia sekarang sudah dapat diberikan pada pasien dewasa maupun anak-anak dengan usia >6 tahun. Vaksin tidak diperuntukan untuk anak usia <6 tahun. Kemenkes pada Januari 2022 juga telah mengeluarkan surat edaran untuk dilakukan nya vaksinasi booster untuk masyarakat usia 18 tahun ke atas, dengan prioritas kelompok lansia dan penderita imunokompromais terlebih dahulu. Namun, pada mayoritas populasi umum yang pernah terinfeksi COVID-19, vaksin dosis keempat dilaporkan kurang bermanfaat.[6,61]
Direvisi oleh: dr. Hudiyati Agustini