Prognosis COVID-19 (Coronavirus Disease 2019)
Prognosis COVID-19 (coronavirus disease 2019) umumnya bergantung pada keparahan gejala, usia, dan komorbid pasien. Komplikasi dapat terjadi akut atau berlangsung dalam jangka waktu panjang (long COVID), dipengaruhi faktor risiko pada pasien.[1-3]
Komplikasi Akut
Komplikasi COVID-19 paling umum adalah acute respiratory distress syndrome (ARDS). Selain itu, beberapa komplikasi lain adalah syok sepsis, rabdomiolisis, dan acute limb ischemia.
Acute Respiratory Distress Syndrome
Kerusakan dinding alveolus dan kapiler dari paru akibat COVID-19 dapat menyebabkan komplikasi acute respiratory distress syndrome (ARDS). ARDS didiagnosis dengan PaO2/FiO2 ≤300 mmHg atau SpO2/FiO2 ≤315 mmHg. Pasien lansia dengan COVID-19 dan ARDS ditemukan memiliki risiko kematian lebih tinggi. Pasien dengan gagal napas dapat dilakukan intubasi endotrakeal dan ventilasi mekanik.[6,15]
Syok Sepsis
Beberapa studi telah menunjukkan bahwa syok sepsis merupakan salah satu komplikasi dari COVID-19. Studi Chen et al. menunjukkan bahwa 4% pasien COVID-19 mengalami komplikasi syok sepsis. Pasien dengan syok harus dilakukan resusitasi cairan dan pemberian vasopressor untuk mempertahankan mean arterial pressure (MAP) ≥65 mmHg dan kadar serum laktat >2 mmol/L.[6,55]
Komplikasi Jangka Panjang
Pasien yang telah sembuh dari COVID-19, baik gejala ringan, sedang, maupun berat, ada yang mengeluhkan efek jangka panjang yang menetap hingga berbulan-bulan setelah infeksi. Efek jangka panjang COVID-19 di antaranya:
- Gejala umum: kelelahan
- Kardiovaskuler: miokarditis dan aritmia, termasuk sindrom takikardia
- Respirasi: dispnea hingga 3 bulan setelah infeksi akut
- Saraf: anosmia, disgeusia, brain fog, sakit kepala, gangguan tidur, pusing, delirium, dan neuropati
- Status metabolik: onset baru diabetes mellitus atau komplikasi metabolik berat pada diabetes yang sudah ada sebelumnya[1,56,57]
Studi terbaru juga menunjukkan bahwa COVID-19 mungkin menyebabkan disfungsi ereksi.[58]
Rabdomiolisis
Studi oleh Jiang F et al. menemukan rabdomiolisis sebagai kemungkinan komplikasi jangka panjang pada pasien COVID-19. Hal ini ditemukan pada pasien COVID-19 keadaan berat dengan gejala nyeri pada tungkai bawah dan fatigue. Selain itu, rabdomiolisis juga dapat memiliki manifestasi klinis gagal ginjal akut dan pigmenturia.
Pada studi ini, rabdomiolisis baru terjadi pada hari ke 9 dengan gejala nyeri pada tungkai bawah, peningkatan mioglobin, creatinine kinase (CK), laktat dehidrogenase, alanine aminotransferase, dan aspartat aminotransferase.[59]
Prognosis
Case fatality rate (CFR) pasien COVID-19 dilaporkan sebesar 1,43%. Namun, tingkat kematian dipengaruhi berbagai faktor, di antaranya usia, tingkat keparahan, komorbid, seberapa cepat mendapat pengobatan, dan respon pasien terhadap pengobatan.
Hasil studi kohort prospektif multi senter di Eropa melaporkan kematian 90 hari sebesar 31% dari 4000 pasien COVID-19 sakit kritis. Kematian lebih tinggi tercatat pada pasien usia >50 tahun, penderita imunokompromais, diabetes mellitus, hipertensi, penyakit kardiovaskular, penyakit paru, dan obesitas.[1-3,15,17]
Saat ini, menjadi kekhawatiran adalah varian virus SARS-CoV-2 yang menjadi variant of concern (VOC) dan variant of interest (VOI), di antaranya varian alfa, beta, delta, dan omicron.[12]
Beberapa studi juga menunjukkan bahwa hipoalbuminemia mungkin merupakan faktor prognostik kasus COVID-19 yang lebih parah. Namun, studi lebih lanjut masih terus dilakukan untuk mengonfirmasi temuan ini.[60]
Direvisi oleh: dr. Hudiyati Agustini