Epidemiologi Gigitan Hewan
Epidemiologi gigitan hewan tergantung pada lokasi geografis, industrialisasi, dan faktor budaya. Jumlah kasus gigitan hewan turut dipengaruhi oleh budaya memelihara hewan di rumah dan pola vaksinasi hewan. Kasus gigitan hewan juga banyak ditemukan di daerah-daerah yang memiliki tingkat interaksi manusia dan hewan yang tinggi. Hewan dapat menjadi agresif ketika merasa terganggu terutama pada saat makan.[17,19]
Global
Data kesehatan menunjukan 2% populasi dunia mengalami luka gigitan setiap tahunnya. Kasus umumnya ditemukan pada jenis kelamin laki-laki. Insidensi gigitan hewan di Amerika Serikat diperkirakan mencapai 200 per 100.000 orang per tahun. Data menunjukan bahwa terdapat sekitar 400.000 kasus gigitan kucing, 4.5 juta kasus gigitan anjing setiap tahunnya.[4,22]
Di Bologna dan South Tyrol, Italia, angka kejadian gigitan mencapai 50-60 kasus per 100.000 orang per tahun. Pada tahun 2010, di Jerman terdapat 3610 kasus gigitan hewan dan 75% kasus disebabkan oleh gigitan anjing atau kucing.[19,23]
Indonesia
Di Indonesia, hingga April 2023 telah dilaporkan 31.113 kasus gigitan hewan penular rabies dan 23.211 kasus gigitan yang sudah mendapatkan vaksin anti rabies. Dilaporkan juga, ada 11 kasus kematian akibat rabies di Indonesia. Saat ini ada 26 provinsi yang menjadi endemis rabies, dan hanya 11 provinsi yang telah dinyatakan bebas rabies.[7]
Mortalitas
Mortalitas akibat gigitan hewan bersifat tidak langsung dan umumnya disebabkan oleh komplikasi yang timbul pasca gigitan hewan seperti sepsis, osteomyelitis, dan artritis septik.
Gigitan hewan seringkali disebabkan oleh hewan peliharaan dan dikenali oleh pasien. Kasus dengan luka pada lebih dari 1 tempat dan gigitan berulang umumnya disebabkan oleh hewan liar. Pada sebuah studi kasus di Jerman, didapatkan angka mortalitas akibat gigitan anjing mencapai 1-6 orang per tahun, sedangkan kasus kematian akibat gigitan anjing di Amerika Serikat mencapai 20-35 kematian setiap tahunnya.[1,12,18,26,27]
Anjing berukuran besar dan agresif, misalnya jenis pitbull, American Staffordshire terrier, bull terrier, rottweiler, dan German shepherd dapat menyebabkan luka yang lebih mematikan sehingga memerlukan izin khusus untuk pemeliharaannya. Sebuah penelitian pada 551 luka akibat gigitan anjing menunjukan bahwa 50.9% gigitan anjing disebabkan oleh jenis pitbull dan 8.9% disebabkan oleh rottweiler.[28,29]
Gigitan fatal biasanya terjadi pada anak dan lansia, dan dapat disebabkan oleh gigitan berulang, terutama pada daerah-daerah vital. 10-30% gigitan ditemukan pada daerah kepala dan leher, sedangkan 70-80% ditemukan pada anggota gerak. Anjing berukuran besar dapat langsung mencederai tulang tengkorak anak usia balita, karena ukuran yang kecil dan lunak. Kasus fatal dapat terjadi akibat perdarahan hebat, cedera otak, dekaptasi maupun emboli udara.[19,27]
Mortalitas akibat gigitan hewan juga dapat disebabkan oleh transmisi infeksi rabies. Pada tahun 2015, Centers for Disease Control and Prevention (CDC) melaporkan 5508 kasus gigitan hewan yang berakibat rabies di Amerika dan Puerto Rico, 7.6% diantaranya disebabkan oleh gigitan hewan peliharaan. Angka kematian akibat rabies di Amerika sudah mengalami penurunan signifikan hingga 1-2 kasus per tahun. Penurunan ini terjadi akibat keberhasilan upaya profilaksis yang diberikan pada hewan peliharaan.[19,30]
Kontras dengan data di Amerika, secara global, 99% angka kematian akibat rabies disebabkan oleh gigitan anjing. Di Indonesia, 98% kasus rabies disebabkan oleh anjing dengan angka kematian mencapai 100-156 kematian per tahun.[24,30]