Penatalaksanaan Parasomnia
Penatalaksanaan parasomnia meliputi pendekatan psikoterapi seperti “imagery rehearsal” serta farmakologi seperti benzodiazepine bila diperlukan. Langkah awal penatalaksanaan parasomnia adalah menangani komorbid dari parasomnia atau kondisi medis yang diduga mencetuskan parasomnia, misalnya penghentian obat hipnotik sedatif, antipsikotik, atau antidepresan.
Tata laksana parasomnia dibagi menjadi tata laksana umum dan spesifik. Tata laksana umum meliputi edukasi dan profilaksis. Secara spesifik, tata laksana parasomnia meliputi pembangunan pasien antisipatorik, psikoterapi, hipnosis, dan farmakoterapi.[4,11]
Edukasi
Edukasi yang dapat diberikan pada kasus parasomnia mencakup:
- Parasomnia non-rapid eye movement (NREM) umumnya ringan dan akan hilang sendiri
- Terdapat peran genetik
- Kondisi parasomnia pada dewasa sering berhubungan dengan kondisi psikiatri, misalnya skizofrenia dan depresi
- Penanganan pada komorbid psikiatri tidak akan mempengaruhi ekspresi parasomnia
- Keamanan perlu dijaga untuk menghindari cedera, baik pada pasien ataupun pasangan tidur[3,4]
Parasomnia pada anak umumnya akan hilang sendiri, pada kasus ini yang perlu dilakukan adalah mengedukasi dan meyakinkan orang tua pasien.[1]
Pada pasien dewasa dengan parasomnia yang berpotensi melukai diri sendiri dan pasangan tidur, perlu diedukasi mengenai ruangan yang aman tanpa benda tajam atau furnitur dan benda lain yang membahayakan di dekat ranjang.
Ranjang didesain dengan menambahkan penghalang pada kedua sisi untuk mencegah jatuh. Jendela dikunci setiap saat. Untuk pasien dengan somnabulisme, menggunakan alarm pada pintu kamar dapat membantu.[1]
Edukasi dilakukan tidak hanya kepada pasien tapi juga pasangan tidur. Apabila pasien berisiko melakukan tindak kekerasan, maka disarankan untuk tidur di ranjang yang berbeda.[1]
Panduan untuk orang lain:
- Observasi dalam diam
- Biarkan episode parasomnia berlangsung
- Cegah pasien apabila melakukan hal yang berpotensi melukai diri sendiri dan orang lain
- Tidak melakukan restrain karena akan menimbulkan perilaku agresif dan membahayakan[3,4]
Profilaksis
Tindakan profilaksis yang dapat dilakukan pada kasus parasomnia adalah:
- Hindari kurang tidur, konsumsi alkohol berlebih, dan stress
- Meminimalkan pengobatan, termasuk psikotropika
- Melakukan sleep hygiene
- Mencegah stimulasi dari luar (cahaya, suara, sentuhan)
- Mengobati komorbiditas medis lain[3,4]
Membangunkan Pasien
Membangunkan pasien untuk mengantisipasi episode parasomnia dilakukan 10–15 menit sebelum episode parasomnia atau terjadi aktivitas otonom pada pasien dengan episode parasomnia tak terprediksi. Apabila terjadi rekurensi, maka dilakukan hal yang sama untuk setiap episode. Metode ini efektif pada terror tidur, somnabulisme, dan eneuresis.[3,4]
Psikoterapi
Psikoterapi yang dilakukan kepada pasien dengan parasomnia diduga mampu membantu pasien untuk menyatakan emosinya secara terbuka dan memperkuat kemampuan menghadapi stress. Psikoterapi sendiri memerlukan motivasi dari pasien dan komitmen jangka panjang.
Beberapa penelitian tentang hipnoterapi pada somnabulisme dan teror tidur menyatakan bahwa pada 42–74% kasus mengalami resolusi penuh atau membaik secara signifikan saat dilakukan kontrol 18 bulan kemudian, dan bertahan selama 5 tahun.[4]
Farmakoterapi
Farmakoterapi pada parasomnia NREM dipertimbangkan apabila terjadi tindakan yang membahayakan diri sendiri dan orang lain. Agen yang paling banyak diteliti dan sering dipakai adalah benzodiazepine, terutama clonazepam.
Selective serotonin reuptake inhibitors (SSRIs), seperti fluoxetine, dapat menurunkan episode pada pasien dengan seksomnia. Pemberian topiramate dan dopamine agonis dilaporkan efektif pada pasien dengan gangguan makan terkait tidur.[4]
Terapi farmakologi untuk parasomnia REM diberikan berdasarkan pengamatan dan pengalaman klinis, karena belum banyak bukti ilmiah mengenai terapi tersebut. Clonazepam dengan dosis 0,25-2 mg sebelum tidur dapat menurunkan gejala perilaku REM behavior disorder (RBD) dengan menurunkan aktivitas otot, tetapi tidak mengembalikan atonia pada fase REM.
Beberapa efek samping dari clonazepam antara lain mengantuk di siang hari, penurunan kognitif, dan obstructive sleep apnea (OSA) memberat. Prazosin dapat dipertimbangkan pada pasien dengan mimpi buruk.[7,8]
Melatonin mengembalikan atonia fase REM dengan menghilangkan REM sleep without atonia (RSWA). Mekanisme kerja melatonin pada parasomnia REM masih belum jelas, diduga melatonin menyeimbangkan irama sirkadian, meningkatkan efisiensi tidur, dan memodulasi GABA. Melatonin diberikan dalam dosis 3–12 mg sebelum tidur.[8]
Direvisi oleh: dr. Felicia Sutarli