Epidemiologi Parasomnia
Data epidemiologi menunjukkan tipe parasomnia rapid eye movement (REM) lebih sering pada lansia >65 tahun, sedangkan tipe non–rapid eye movement sleep (NREM) lebih sering ditemui pada anak–anak. Secara epidemiologi, parasomnia lebih banyak ditemukan pada anak dibandingkan dewasa.[5,11]
Global
Berdasarkan studi systematic review oleh Waters et al. pada 22 studi, parasomnia ditemukan berhubungan dengan gangguan psikiatri lainnya. Persentase kejadian parasomnia untuk mimpi buruk adalah 39%, sedangkan paralisis tidur (sleep paralysis) sebanyak 22%, gangguan makan terkait tidur sebanyak 10%, somnambulisme 8,5%, dan parasomnia tipe REM sebanyak 4%.[5]
Somnabulisme paling banyak terjadi pada usia 11–12 tahun dan risiko meningkat apabila terdapat keluarga dengan riwayat somnabulisme.
Insidensi somnabulisme, terror tidur, dan kondisi kebingungan dilaporkan sama pada jenis kelamin laki–laki dan perempuan. Pada laki–laki lebih banyak ditemukan kekerasan dan tindakan seksual, sedangkan pada perempuan lebih banyak ditemukan mimpi buruk.[3,5]
Pada dewasa, prevalensi parasomnia berkisar antara 4–6%. Prevalensi parasomnia pada pasien dengan gangguan psikiatri lebih tinggi. Gangguan psikiatri yang berhubungan dengan parasomnia antara lain gangguan stress pascatrauma, gangguan panik, gangguan disosiatif, depresi berat, dan gangguan obsesif kompulsif.[3,5]
Indonesia
Di Indonesia belum ada data epidemiologi mengenai kasus parasomnia.
Mortalitas
Belum ada laporan mortalitas terkait parasomnia. Akan tetapi, terdapat studi yang menyatakan bahwa parasomnia berhubungan dengan perburukan kualitas hidup, seperti mengalami cedera pada 4,3% saat tidur dan 0,9% menyebabkan cedera pada orang lain saat tidur dari 19.136 pasien dengan parasomnia.[12,13]
Direvisi oleh: dr. Felicia Sutarli