Etiologi Retensi Urin
Etiologi retensi urin meliputi obstruksi saluran kemih, disfungsi neurologis, serta penggunaan obat-obatan. Selain itu, penyebab fungsional seperti hipokontraktilitas detrusor akibat usia lanjut, diabetes, atau gangguan miogenik juga dapat berkontribusi terhadap terjadinya retensi urin.[1-5]
Etiologi Neurogenik
Kondisi yang dapat menimbulkan retensi urin akibat kelainan pada saraf adalah neuropati yang bisa dipicu infeksi, trauma, atau penyakit diabetes mellitus, sindrom cauda equina yang bisa dipicu trauma vertebra, tumor otak atau yang mengompresi medulla spinalis, atau cedera medulla spinalis.[1-5]
Etiologi Myogenik
Beberapa kondisi yang dapat memicu timbulnya retensi urin akibat myogenik adalah penuaan, penyakit apapun yang bisa menyumbat ostium uretra internum dalam kondisi lama, atau idiopatik.[1-5]
Etiologi Obstruktif
Benign prostate hyperplasia (BPH), prolaps organ panggul, serta striktur uretra adalah penyebab tersering retensi urin dari patofisiologi obstruktif. Konstipasi dengan feses yang keras di rektum juga bisa menyebabkan obstruksi mekanis pada uretra.[1-5]
Etiologi Farmakologi
Obat-obatan seperti antikolinergik, agonis alfa, dan opioid dapat menyebabkan retensi urin akibat adanya pengaruh pada penurunan tonus otot. Beberapa contohnya adalah:
- Antihistamin: fexofenadine, diphenhydramine, loratadine
- Antidepresan trisiklik: amitriptyline
- Antipsikotik: pimozide, perphenazine, and thiothixene
- Benzodiazepin: diazepam
- Dekongestan oral: pseudoephedrine, phenylephrine, oxymetazoline
- Opioid: tramadol, codeine, morfin.[1-5]
Etiologi Inflamasi
Inflamasi yang terjadi tanpa infeksi seperti prostatitis, atau disertai dengan infeksi seperti uretritis dapat menimbulkan reaksi edema mukosa dan spasme pada otot polos sehingga menyebabkan aliran urin keluar menjadi tidak lancar sehingga terjadi retensi urin.[1-5]
Etiologi Psikogenik
Disfungsi kemih fungsional akibat sering menahan buang air kecil atau adanya gangguan cemas dapat memicu terjadinya retensi urin.[1-5]
Faktor Risiko
Faktor risiko retensi urin meliputi usia lanjut, terutama pada pria dengan BPH yang menyebabkan obstruksi uretra. Jenis kelamin laki-laki juga telah dilaporkan memiliki risiko lebih tinggi dibandingkan perempuan karena anatomi uretra yang lebih panjang dan prevalensi penyakit prostat.
Riwayat penyakit neurologis seperti stroke, multiple sclerosis, atau cedera medula spinalis juga meningkatkan risiko retensi urin. Selain itu, penggunaan obat seperti antikolinergik, opioid, dan simpatomimetik juga dapat menyebabkan gangguan kontraksi detrusor atau peningkatan tonus sfingter uretra.
Faktor risiko lain meliputi adanya diabetes mellitus, infeksi saluran kemih berat, serta riwayat operasi pelvis atau urologi juga dapat berkontribusi terhadap terjadinya retensi urin. Risiko retensi urin juga meningkat pada pasien dengan konstipasi kronis, riwayat partus lama, dan gangguan perilaku menghindar.[1-5]