Pendahuluan Ruptur Ginjal
Ruptur ginjal adalah diskontinuitas jaringan ginjal, yang biasanya disebabkan oleh trauma. Ginjal merupakan organ saluran kemih yang paling rentan cedera dengan/tanpa diikuti cedera organ intraabdomen lainnya.[1,2]
Ruptur ginjal dapat terjadi tanpa diikuti cedera organ intraabdomen di sekitarnya (isolated renal trauma), tetapi 80–95% kasus ruptur ginjal diikuti dengan cedera organ intraabdomen lainnya. Ruptur ginjal terjadi pada sekitar 1-5% seluruh kejadian trauma, dan pada sekitar 10% pasien trauma abdomen.[1,2]
Penyebab ruptur ginjal yang utama adalah trauma, baik trauma tumpul (blunt trauma) maupun trauma tembus (penetrating trauma). Di Amerika Serikat, >80% ruptur ginjal disebabkan oleh trauma tumpul. Trauma tembus pada ginjal merupakan kasus yang jarang, tetapi dapat menyebabkan kerusakan yang lebih parah.[1,3]
Selain trauma, ruptur ginjal dapat terjadi secara spontan (nontraumatic atau spontaneous renal rupture) pada kasus yang jarang terjadi, seperti angiomyolipoma.[1,3]
Diagnosis ruptur ginjal diawali dengan anamnesis, yaitu adanya riwayat trauma, pembedahan saluran kemih, dan abnormalitas ginjal sebelumnya perlu diketahui dari anamnesis. Modalitas pencitraan perlu dilakukan pada pasien dengan hematuria, seperti USG abdomen, serta CT scan abdomen dengan/tanpa kontras, dan angiografi.[2,4,5]
Tata laksana awal ruptur ginjal mengikuti standar tata laksana kegawatan pasien trauma umum, dengan mengamankan airway, breathing, dan circulation. Pada pasien dengan hemodinamik stabil dengan derajat ruptur I–III, tata laksana yang dianjurkan adalah modalitas nonoperatif. Tata laksana operatif diperlukan pada ruptur derajat IV–V, atau pada pasien dengan hemodinamik yang tidak stabil.[2,4,5]
Direvisi oleh: dr. Hudiyati Agustini