Penatalaksanaan Ruptur Vesika
Penatalaksanaan ruptur vesika dilakukan berdasarkan jenis ruptur ektraperitoneal atau intraperitoneal. Sebagian besar ruptur vesika ekstraperitoneal dapat ditata laksana secara efektif dengan drainase vesika menggunakan kateterisasi uretra atau suprapubik. Vesika urinaria harus dikosongkan selama 10–14 hari kemudian dilakukan sistogram untuk evaluasi.
Sekitar 85% ruptur vesika ekstraperitoneal akan sembuh dalam 7–10 hari, di mana kateter dapat dilepas. Secara keseluruhan, sebagian besar ruptur vesika ekstraperitoneal sembuh dalam 3 minggu. Namun, tata laksana ruptur vesika ekstraperitoneal dapat dilakukan dengan operasi jika terdapat indikasi. Semua kasus ruptur vesika intraperitoneal harus dilakukan operasi.[3,9]
American Urological Association (AUA) mengeluarkan pedoman membahas diagnosis dan tata laksana trauma urologi. Rekomendasi untuk trauma vesika berdasarkan AUA adalah sebagai berikut:[13]
- Dokter harus melakukan sistografi retrograd (foto polos atau CT) pada pasien stabil dengan hematuria gross dan fraktur pelvis
- Dokter dapat melakukan sistografi retrograd pada pasien stabil dengan hematuria gross dan mekanisme trauma yang berkaitan dengan cedera vesika urinaria, atau pada mereka yang mengalami fraktur cincin pelvis dan memiliki gejala klinis ruptur vesika
- Dokter bedah harus melakukan perbaikan operatif pada kasus ruptur vesika intraperitoneal akibat trauma eksternal tumpul atau tajam
- Dokter dapat melakukan drainase dengan kateter sebagai tata laksana kasus ruptur vesika ekstraperitoneal tanpa komplikasi
- Dokter bedah dapat melakukan melakukan perbaikan operatif pada kasus ruptur vesika ekstraperitoneal dengan komplikasi
- Dokter dapat melakukan drainase kateter uretra tanpa sistostomi suprapubik pada pasien setelah operasi ruptur vesika
Pembedahan
Pada ruptur vesika, pembedahan dapat dilakukan pada ruptur intraperitoneal atau ekstraperitoneal.
Pembedahan Ruptur Vesika Intraperitoneal
Pada dasarnya setiap ruptur vesika intraperitoneal membutuhkan pembedahan. Ruptur vesika intraperitoneal biasanya tidak akan sembuh hanya dengan drainase, karena urine akan terus bocor ke dalam rongga abdomen, meskipun terdapat kateter.
Hal ini akan menyebabkan gangguan metabolisme, peritonitis, sepsis, hingga gagal ginjal. Semua luka tembak di daerah abdominopelvis harus dieksplorasi dengan pembedahan, karena terdapat kemungkinan terjadinya cedera pada organ abdomen dan struktur vaskular lainnya.[1,3]
Karena banyak kasus ruptur vesika terjadi bersamaan dengan trauma berat, laparotomi adalah metode yang umum dilakukan, tetapi metode laparoskopi dapat dilakukan untuk beberapa kasus. Selama proses operasi, dianjurkan untuk mengevaluasi seluruh bagian vesika urinaria dan tidak hanya memperbaiki cedera yang terlihat jelas. Hal ini mungkin memerlukan pembesaran luka yang ada untuk mengevaluasi area trigonum vesika.
Perbaikan ruptur vesika intraperitoneal dapat dilakukan dengan penutupan satu atau dua lapis. Dianjurkan untuk menghindari jahitan permanen pada mukosa karena berisiko untuk pembentukan batu di masa depan. Kateter Foley diletakkan di vesika urinaria setelah pembedahan selesai. Follow up dengan sistografi harus dilakukan untuk memastikan penyembuhan pada kasus yang kompleks.[1,2]
Pembedahan Ruptur Vesika Ekstraperitoneal
Ruptur vesika dengan ekstravasasi ekstraperitoneal ekstensif sering kali membutuhkan pembedahan. Ruptur vesika ekstraperitoneal yang tidak sembuh setelah 4 minggu drainase kateter, ruptur yang terkait dengan fragmen tulang di dalam vesika, dan ruptur yang terkait dengan cedera vagina atau rektal harus dipertimbangkan untuk pembedahan.
Cedera leher vesika sering kali tidak akan sembuh tanpa operasi. Follow up sistografi harus dilakukan untuk memastikan penyembuhan setelah drainase dengan kateter urin. Pembedahan dapat memfasilitasi penyembuhan yang lebih cepat dan mengurangi potensi komplikasi, serta durasi penggunaan kateter yang diperlukan.[1,7]
Terapi Konservatif
Pedoman AUA merekomendasikan bahwa ruptur vesika ekstraperitoneal tanpa komplikasi dapat ditata laksana secara konservatif dengan pemasangan kateter. Terapi standar berupa membiarkan kateter di tempatnya selama 2–3 minggu, tetapi mungkin dibiarkan lebih lama dalam beberapa kasus.
Drainase kateter biasanya dapat dilakukan dengan kateter uretra. Sistostomi suprapubik jarang diperlukan, kecuali jika terdapat cedera uretra dan kateter tidak dapat dipasang akibat gangguan uretra. Kateter urine telah terbukti efektif dalam memperpendek durasi rawat inap dan mengurangi angka morbiditas.[1,7,13]