Patofisiologi Ruptur Vesika
Patofisiologi ruptur vesika dapat diklasifikasi menjadi ekstraperitoneal dan intraperitoneal berdasarkan lokasi dari cedera dan hubungannya dengan peritoneal reflection.
Pada orang dewasa, vesika yang kosong dilindungi oleh tulang pelvis, tetapi vesika yang terisi penuh dan terdistensi hingga mencapai umbilikal memiliki risiko ruptur yang semakin besar. Pada anak-anak, vesika urinaria merupakan rongga intraabdominal sehingga lebih mudah terpapar jika terjadi trauma.[1]
Ruptur Ekstraperitoneal
Ruptur ekstraperitoneal jika ruptur vesika terjadi di bawah peritoneal reflection (bukan pada bladder dome), sehingga terjadi ekstravasasi urine pada ruang ekstraperitoneal.[1] Jika diberikan kontras, akan tampak ekstravasasi pada dasar vesika urinaria yang menyebar ke ruang perivesikal.
Ruptur ekstraperitoneal traumatik biasanya diakibatkan oleh fraktur pelvis (89%-100%). Sebelumnya, mekanisme trauma diyakini sebagai akibat langsung oleh fragmen tulang atau gangguan pada korset panggul sehingga terjadi perforasi pada jaringan vesika.
Namun, saat ini diperkirakan bahwa fraktur pelvis kemungkinan besar terjadi secara kebetulan dan ruptur vesika paling sering diakibatkan oleh trauma deselerasi dan inersia cairan ditambah dengan gaya geser yang diciptakan oleh deformasi cincin panggul.[1,3]
Ruptur ekstraperitoneal biasanya berhubungan dengan fraktur lengkung pubis anterior. Ketika ini terjadi, bagian anterolateral kandung kemih akan terkena serpihan tulang yang tajam dan terjadi perforasi. Tekanan kuat pada tulang panggul atau ligamen puboprostatik juga dapat merobek dinding vesika. Dalam kasus seperti itu, derajat trauma vesika secara langsung berkaitan dengan tingkat keparahan fraktur pelvis.[3]
Ruptur Intraperitoneal
Ruptur dapat dikatakan intraperitoneal jika terjadi di atas peritoneal reflection (pada bladder dome), sehingga terjadi ekstravasasi urine pada ruang intraperitoneal.[1] Bladder dome adalah area yang paling sedikit didukung dan hanya sebagian dari organ yang ditutupi oleh peritoneum.
Dalam kasus ini, mekanisme cedera adalah peningkatan tekanan cairan intravesika secara tiba-tiba terhadap dinding vesika urinaria. Hal ini lebih banyak terjadi pada kandung kemih yang penuh dan terdistensi, sehingga serat otot detrusor terpisah lebih jauh di sepanjang dinding vesika urinaria yang menipis. Hal ini menyebabkan resistensi yang lebih rendah terhadap peningkatan tekanan cairan intravesika.[3]
Ruptur kandung kemih intraperitoneal umumnya terjadi akibat pukulan langsung ke kandung kemih yang terdistensi. Cedera deselerasi juga dapat menyebabkan fenomena tersebut. Pada orang dewasa, jenis cedera ini paling sering terjadi pada pecandu alkohol dan korban trauma sabuk pengaman atau roda kemudi. Sebaliknya, pada anak-anak ruptur intraperitoneal terjadi karena posisi vesika urinaria intraabdominal yang bertahan sampai kira-kira usia 20 tahun.[3]
Karena urine umumnya akan terus mengalir ke abdomen melalui defek pada dinding vesika urinaria yang terbuka, ruptur intraperitoneal dapat tidak terdiagnosis untuk jangka waktu yang bervariasi. Kelainan metabolik, elektrolit dan anuria dapat terjadi akibat urine terserap ke sirkulasi sistemik melalui rongga peritoneum.[3]