Pendahuluan Metode Penjahitan Kulit
Metode penjahitan kulit atau suturing adalah metode untuk menutup jaringan yang luka pada kulit untuk memfasilitasi penyembuhan. Luka pada kulit dapat disebabkan oleh trauma maupun luka insisi operasi. Tujuan penjahitan kulit, yakni untuk menutup dead space, stabilisasi batas luka, membantu proses penyembuhan luka, membuat luka secara visual tampak estetik, serta mengurangi risiko terjadinya infeksi atau perdarahan.[1,2]
Terdapat beberapa teknik penjahitan luka seperti simple interrupted suture, simple running suture, matras vertikal, matras horizontal dan subkutikuler. Pemilihan teknik-teknik ini disesuaikan dengan lokasi luka secara anatomis, ketebalan kulit, derajat ketegangan kulit, serta kepentingan kosmetik.[1,3]
Pemilihan jarum dan benang juga dilakukan berdasarkan hal-hal tersebut. Terdapat benang jahit 2 klasifikasi utama benang jahit, absorbable dan non-absorbable. Kemudian subklasifikasi benang jahit dibagi menjadi natural dan sintetik, serta monofilamen dan multifilamen. Benang absorbable akan memberikan efek tensile selama <60 hari.[1,3]
Pemilihan bahan dan teknik jahitan yang tepat akan mengoptimalkan penyembuhan luka. Sebaliknya, apabila teknik penjahitan luka tidak tepat atau tidak sesuai serta pemilihan bahan tidak tepat, maka akan berisiko terjadinya komplikasi.
Komplikasi yang dapat ditimbulkan, yakni luka tidak menutup dengan sempurna, infeksi luka operasi, pendarahan dan hematoma, wound dehiscence, nekrosis jaringan kulit, dan terbentuknya skar/jaringan parut. Komplikasi berbahaya yang dapat timbul adalah local anesthetic systemic toxicity (LAST), tetapi hal ini dapat dicegah dengan teknik anestesi yang baik dan dosis yang tepat.[3]
Penulisan pertama oleh: dr. Riawati MMedPH