Teknik Pemeriksaan Refleks Fisiologis
Teknik pemeriksaan refleks fisiologis dibedakan menjadi pemeriksaan refleks dalam dan pemeriksaan refleks superfisial. Untuk pemeriksaan refleks dalam, alat berupa palu refleks dibutuhkan untuk mengetuk tendon. Sementara itu, untuk pemeriksaan refleks superfisial, stimulasi biasanya cukup menggunakan sentuhan. Sentuhan bisa berasal dari ujung palu refleks maupun objek lain.[4,9]
Persiapan Pasien
Sebelum pemeriksaan refleks fisiologis, pemeriksa perlu melakukan anamnesis yang akan mengarahkan kepada diagnosis. Selanjutnya, pemeriksa melakukan pemeriksaan fisik secara menyeluruh dan melakukan pemeriksaan neurologi bila ada kecenderungan yang mengarah pada gangguan saraf.[3,13]
Sebelum memulai pemeriksaan, pemeriksa harus meminta informed consent terlebih dahulu kepada pasien maupun keluarga pasien. Pemeriksa meminta pasien agar rileks dan tidak menegangkan otot karena hal ini dapat memengaruhi hasil pemeriksaan.[13]
Pemeriksa juga meminta pasien untuk mengikuti instruksi pada saat akan memeriksa karena pemeriksaan untuk beberapa refleks tertentu membutuhkan posisi tubuh duduk, berbaring, atau sendi tertentu menekuk. Pastikan area tubuh yang akan diperiksa tidak tertutup dengan pakaian, sehingga pemeriksa dapat menilai refleks dengan jelas.[1]
Peralatan
Untuk melakukan pemeriksaan refleks dalam, pemeriksa memerlukan palu refleks (reflex hammer) untuk mengetuk tendon. Sementara itu, untuk melakukan pemeriksaan refleks superfisial, pemeriksa dapat menggunakan ujung dari palu refleks pada bagian yang tajam ataupun menggunakan benda lain yang agak runcing seperti kayu geretan atau kunci. Namun, khusus untuk menguji refleks kornea, gunakan sepotong kapas yang ujungnya dibuat lancip.[1,4]
Posisi Pasien
Posisi anggota gerak yang akan diperiksa harus rileks dan tidak boleh tegang. Posisi terbaik untuk pasien adalah berbaring atau duduk pada tempat tidur pemeriksaan. Posisikan kedua sisi anggota gerak secara simetris agar dokter dapat membandingkan kedua hasil pemeriksaan pada kedua sisi anggota tubuh.[8,9]
Prosedural
Pemeriksaan refleks fisiologis dibedakan menjadi refleks dalam dan refleks superfisial. Dokter dapat menentukan pemeriksaan yang akan dilakukan sesuai kondisi pasien.
Pemeriksaan Refleks Dalam
Berikut adalah prinsip untuk pemeriksaan refleks dalam secara umum:
- Pemeriksa harus memastikan letak anatomis ketukan (tendon) terlebih dahulu
- Apabila tendon yang bersangkutan tidak berlandaskan pada struktur yang cukup keras sehingga berisiko menyebabkan respon refleks lemah, lakukan ketukan secara tidak langsung pada jari pemeriksa yang diletakkan di atas tendon
- Gagang palu refleks tidak digenggam secara keras melainkan dipegang dengan ibu jari dan jari telunjuk kemudian diayunkan secara rileks ke arah tendon yang hendak diperiksa
- Gerakan mengetuk harus berpangkal pada sendi pergelangan tangan pemeriksa dan bukan pada lengan pemeriksa[10]
Refleks Glabella:
Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara memberikan ketukan singkat pada glabella, yang akan mengakibatkan kontraksi singkat kedua m. orbicularis oculi. Pusat refleks ini terletak di pons. Pada lesi perifer n. facialis, refleks ini akan menurun atau tampak negatif. Namun, pada sindrom Parkinson, refleks ini meningkat.[10]
Refleks Rahang Bawah (Jaw Reflex):
Pemeriksa dapat mengarahkan pasien untuk membuka mulut sedikit dan memposisikan jari telunjuk agar melintang di dagu pasien. Lalu, ketuk palu refleks pada jari telunjuk pemeriksa. Tindakan ini akan memberikan respons berupa kontraksi m. masseter, sehingga mulut merapat. Pusat refleks ini terletak di pons.[10]
Refleks Tendon Biceps:
Posisikan lengan pasien agar semi-fleksi sambil menempatkan ibu jari pemeriksa di atas tendon otot biseps. Lalu, ketukkan palu refleks pada ibu jari pemeriksa, yang akan memberikan respons berupa fleksi lengan bawah pada siku. Pusat refleks ini terletak pada C5–C6, yang dipersarafi oleh n. musculocutaneus.[4,10]
Refleks Tendon Triceps:
Posisikan lengan bawah pasien agar sendi siku berada dalam posisi semi-fleksi dan sedikit pronasi. Pemeriksa lalu mengetuk tendon insersio m. triceps yang berada sedikit di atas olekranon. Hal ini akan memberikan respons berupa ekstensi lengan bawah pada siku. Pusat refleks ini terletak pada C6–C8, yang dipersarafi oleh n. radialis.[4,10]
Refleks Brakhioradialis:
Posisikan lengan bawah pasien secara fleksi dan sedikit pronasi. Setelah itu, pemeriksa mengetuk tendon brachioradialis yang berada di dasar processus styloideus radii. Hal ini akan memberikan respons berupa fleksi lengan bawah dan supinasi. Pusat refleks ini terletak pada C5–C6, dengan lengkung refleks melalui n. radialis.[4,8]
Refleks Ulna:
Posisikan lengan bawah pasien semi-fleksi dan semi-pronasi lalu ketukkan palu refleks pada periosteum prosesus styloideus. Hal ini akan memberikan respons berupa pronasi tangan karena adanya kontraksi m. pronator quadratus. Pusat refleks ini terletak pada C8 dan T1, yang dipersarafi oleh n. ulnaris.[10]
Refleks Fleksor Jari-Jari:
Posisikan tangan pasien secara supinasi dan tumpukan pada alas keras. Posisikan jari telunjuk pemeriksa agar menyilang pada permukaan volar falang jari pasien, kemudian ketuk jari telunjuk pemeriksa menggunakan palu refleks.[3,4]
Pada kondisi normal, jari-jari pasien akan berfleksi di bagian terminal falang, demikian juga pada falang akhir ibu jari. Apabila terdapat lesi piramidal, hasil menunjukkan fleksi jari-jari lebih kuat. Pusat refleks ini terletak pada C6–T1, dengan lengkung refleks yang melalui n. medianus.[3,4]
Refleks Patella atau Refleks Tendon Lutut:
Pemeriksaan ini disebut juga sebagai kniepees reflex (KPR). Posisikan pasien agar duduk dengan kedua kaki digantung atau duduk dengan kedua kaki menapak pada lantai atau berbaring terlentang dengan tungkai difleksikan pada sendi lutut.[4,10]
Pemeriksa dapat melakukan stimulasi dengan mengetuk tendon m. quadriceps femoris (tendon patella). Hal ini akan memberikan respons berupa kontraksi m. quadriceps femoris dan menyebabkan ekstensi tungkai bawah. Pusat refleks ini terletak pada L2, L3, dan L4, dengan lengkung refleks melalui n. femoralis.[4,10]
Refleks Tendon Achilles (Refleks Triceps Surae):
Pemeriksaan ini disebut juga sebagai achillespees reflex (APR). Posisikan pasien agar berbaring dengan tungkai ditekuk pada sendi lutut dan kaki didorsofleksikan, atau posisikan agar pasien berlutut di atas tempat periksa dengan ujung pergelangan kaki bebas di tepi tempat pemeriksaan, atau posisikan agar pasien duduk.[4,10]
Pemeriksa dapat memberikan stimulus dengan mengetuk tendon achilles, yang akan mengakibatkan kontraksi m. triceps surae dan memberikan gerak plantar-fleksi pada kaki. Pusat refleks ini ada pada S1–2, dengan lengkung refleks melalui n. tibialis.[4,10]
Refleks Dalam Dinding Perut:
Posisikan pasien berbaring terlentang dengan kedua lengan lurus di samping tubuh. Pemeriksa meletakkan jari atau kayu penekan lidah pada dinding perut dan mengetuk menggunakan palu refleks di atasnya. Hal ini akan mengakibatkan otot dinding perut yang bersangkutan berkontraksi. Pusat refleks ini terletak pada T6–12.[4]
Reaksi dinding perut ini memiliki nilai yang penting bila dilakukan bersama dengan refleks superfisial dinding perut. Bila refleks dalam dinding perut meningkat sedangkan refleks superfisialisnya negatif, hal ini menunjukkan adanya lesi piramidal pada tempat yang lebih atas dari T6.[4]
Pemeriksaan Refleks Superfisial
Refleks superfisial terjadi karena terangsangnya kulit atau mukosa, yang menyebabkan kontraksi otot di bawahnya atau di sekitarnya.[9,10]
Refleks Kornea:
Pemeriksaan ini dilakukan dengan menyentuh kornea pasien dengan sepotong kapas yang ujungnya dibuat lancip, yang akan mengakibatkan dipejamkannya mata (m. orbicularis oculi). Pastikan bahwa pasien tidak melihat arah datangnya kapas ke mata. Sensibilitas kornea dipengaruhi oleh nervus kranialis V sensorik cabang oftalmik.[4]
Refleks kornea biasanya tampak berkurang atau justru tidak muncul pada gangguan nervus kranialis V sensorik atau pada kelumpuhan m. orbicularis oculi yang dipersarafi oleh nervus kranialis VII.[4]
Refleks Dinding Perut Superfisialis:
Pemeriksaan ini dilakukan dengan menggores dinding perut menggunakan benda yang agak runcing seperti kunci maupun kayu pada berbagai lapangan dinding perut, yaitu di epigastrium (otot yang berkontraksi diinervasi oleh T6, T7), perut bagian atas (T7, T9), perut bagian tengah (T9, T11), dan perut bagian bawah (T11, T12, dan lumbal atas), yang akan memberikan respons berupa kontraksi m. rectus abdominis. Pusar bergerak ke arah otot yang berkontraksi.[4,10]
Pada beberapa kondisi di mana dinding perut kendur (pada wanita multipara dan pada pasien lanjut usia) atau pada kondisi di mana dinding perut terlalu tegang (pada ibu hamil, pasien ascites, dan pasien defans muskular), dinding perut tidak menunjukkan refleks kontraksi. Refleks dinding perut superfisialis umumnya akan menghilang setelah beberapa kali dilakukan. Pada lesi piramidalis, refleks ini akan menghilang.[4,10]
Refleks Kremaster:
Pemeriksaan refleks ini dilakukan dengan cara menggores bagian medial pangkal paha menggunakan benda yang agak runcing, seperti pensil atau ujung gagang palu refleks atau ujung kunci. Hal ini akan memberikan refleks berupa kontraksi skrotum. Lengkung refleks ini melalui L1–2 dan akan memberikan hasil negatif bila ada lesi pada traktus piramidalis. Hasil juga tampak negatif pada orang lanjut usia dan penderita hidrokel, varikokel, orkitis, atau epididimitis.[4,10]
Refleks Anus Superfisial:
Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara merangsang kulit di sekitar anus dengan menggunakan tusukan ringan ataupun goresan, yang akan mengakibatkan otot sfingter eksternus berkontraksi. Lengkung refleks ini melalui S2–4, S5.[4]
Refleks Telapak Kaki (Plantar Reflex):
Pemeriksa perlu menginformasikan pasien untuk melemaskan kaki. Gores telapak kaki dengan menggunakan benda yang agak runcing yang akan menimbulkan respons berupa fleksi plantar kaki dan fleksi semua jari kaki. Adanya lesi di traktus piramidalis akan memberi respons berupa dorsofleksi ibu jari kaki dan gerakan mekar jari-jari kaki lainnya, yang disebut refleks Babinski (refleks patologis).[4,10]
Follow Up
Setelah melakukan pemeriksaan refleks, dokter perlu menginterpretasi tingkat refleks pasien sebagai berikut:
- 0 : tidak ada refleks sama sekali, abnormal
- 1+ : ada refleks tetapi lemah, mungkin abnormal tetapi mungkin normal
- 2+ : ada refleks adekuat, normal
- 3+ : ada refleks berlebihan, mungkin abnormal tetapi mungkin normal
- 4+ : ada refleks berulang (klonus), abnormal[4]
Pada pasien dengan refleks lemah, pemeriksa perlu mempalpasi otot untuk mengetahui apakah ada kontraksi. Hasil refleks yang meningkat tidak selalu berarti ada gangguan patologis. Namun, bila refleks sisi kanan dan sisi kiri berbeda, kemungkinan besar hal ini disebabkan oleh suatu kondisi patologis. Dokter perlu selalu membandingkan hasil refleks pada kedua sisi tubuh (kanan dan kiri).[4]
Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan sesuai temuan pemeriksaan refleks dan tes neurologi lain. Contoh pemeriksaan penunjang yang mungkin bermanfaat adalah CT scan, MRI, electroencephalography (EEG) untuk menilai aktivitas elektrik di otak, electromyography (EMG) untuk menilai aktivitas otot, dan electroneurography (EnoG) untuk menilai konduktivitas saraf. Terkadang, pungsi lumbal juga diperlukan untuk mengambil sampel cairan serebrospinal.[13]
Direvisi oleh: dr. Irene Cindy Sunur