Kontraindikasi Pulse Oximetry
Tidak ada kontraindikasi absolut untuk dilakukannya pemeriksaan pulse oximetry. Meski demikian, tenaga kesehatan perlu mengetahui bahwa alat ini memiliki berbagai keterbatasan dan mungkin tidak dapat diandalkan dalam skenario klinis tertentu.[1-3]
Keterbatasan dan Kontraindikasi Relatif Pemeriksaan Pulse Oximetry
Pada pasien dengan saturasi oksigen 90% atau lebih, penggunaan alat pulse oximetry dapat dipercaya karena rata-rata selisih antara hasil bacaan alat pulse oximetry dengan standar referensi saturasi oksigen (SaO2) kurang dari 2% dengan standar deviasi kurang dari 3%. Meski demikian, perlu dicatat bahwa ada beberapa kondisi dimana pulse oximetry tidak dapat diandalkan, misalnya pada pasien dengan saturasi kurang dari 70%, anemia berat, dan pergerakan berlebih akibat delirium.[1-3]
Kontraindikasi relatif pemeriksaan pulse oximetry yaitu adanya indikasi untuk mengukur pH, PaCO2, hemoglobin total, dan hemoglobin abnormal pada kondisi keracunan karbon monoksida. Dalam kasus tersebut, pulse oximetry tidak dapat dijadikan patokan untuk menentukan pendekatan penanganan pasien.
Selain itu, sangatlah penting untuk menilai apakah terdapat kelainan kulit, seperti adanya bula atau cedera pada kuku, di tempat probe akan dipasang. Adanya perubahan struktur kulit, misalnya pada pasien dengan luka bakar, reposisi probe mungkin diperlukan untuk mencegah kesalahan pengukuran.[2]
Pulse oximetry juga tidak boleh diandalkan untuk mendeteksi kelainan seperti obstructive sleep apnea (OSA) atau sleep-disordered breathing (SDB). Pulse oximetry juga tidak dapat mendeteksi kualitas tidur. Pulse oximetry juga cenderung menurun akurasinya ketika SpO2 berada di bawah 80%.[8]
Keterbatasan lain pulse oximetry adalah risiko kesalahan pembacaan. Ini mencakup kegagalan membaca SpO2 atau intermittent dropouts, SpO2 normal palsu, meningkat palsu, atau menurun palsu, serta fraksi O2Hb (FO2Hb) menurun palsu.[9,10]