Teknik Barium Enema X-ray
Teknik barium enema X-ray bisa menggunakan kontras tunggal atau ganda. Barium enema kontras tunggal hanya membutuhkan barium saja, sedangkan barium enema kontras ganda menggunakan barium bersama udara atau karbon dioksida.[3,6]
Teknik kontras tunggal akan mengisi lumen kolon dengan barium densitas rendah dalam volume besar, yang dapat memvisualisasikan kelainan kontur, striktur, dan defek polipoid berukuran besar. Sementara itu, teknik kontras ganda menampilkan permukaan mukosa yang dilapisi barium densitas tinggi, dengan dibantu gas yang mendistensi lumen. Teknik ini dapat memvisualisasi lesi mukosa ringan (subtle), seperti early changes of inflammatory bowel disease, dan lesi neoplastik awal.[7]
Persiapan Pasien
Pastikan pasien sedang tidak hamil (jika pasien wanita) dan tidak memiliki alergi terhadap media kontras. Pasien kemudian diminta mengisi informed consent. Meskipun hingga saat ini belum ada kesepakatan mengenai persiapan usus yang paling efektif, pasien bisa diminta mengosongkan kolon dengan beberapa teknik berikut:
- Diet residu rendah selama 3 hari
- Diet cairan selama 24 jam
- Nil peroral (NPO) pada malam sebelum pemeriksaan
- Penggunaan laksatif sebanyak 1–2 kali pada sore dan malam hari sebelum hari pemeriksaan
- Penggunaan laksatif supositoria pada pagi hari di hari pemeriksaan[7,14]
Pasien diminta melapor bila tinja yang dikeluarkan sudah berupa cairan bening. Pada pasien yang diragukan kepatuhannya, lakukan X-ray abdomen. Jika ada residu tinja di kolon, pemeriksaan dapat ditunda 24 jam sambil mengulangi persiapan. Menjelang pemeriksaan, pasien diminta melepaskan pakaian, perhiasan, dan benda lain yang mungkin mengganggu pencitraan. Pasien diminta memakai gaun khusus.[4,5,7]
Peralatan
Secara umum, peralatan yang perlu dipersiapkan adalah selang rektal (misalnya Miller) untuk administrasi kontras, pita perekat (tape) untuk menahan posisi selang agar tidak terlepas, kantong enema, dan IV pole. Barium sulfat berupa bubuk kristalin berwarna putih dengan berat molekul 233 g/mol juga diperlukan. Suspensi barium dibedakan berdasarkan viskositasnya, yaitu barium kental atau encer.[6,7,10]
Barium Kontras Tunggal
Untuk teknik kontras tunggal, barium yang digunakan tidak boleh terlalu kental karena dapat menyebabkan tabung fluoroskopi “burn out” dan menyamarkan lesi kecil maupun besar. Densitas yang diharapkan adalah yang cukup kental untuk melihat filling defect tetapi tidak terlalu kental.[6]
Densitas yang optimal tergantung peralatan fluoroskopi yang digunakan dan ketersediaan larutan kontras. Secara umum, suspensi barium dengan perbandingan berat (weight) dan volume 15–25% w/v dapat digunakan. Penggunaan kontras larut air dengan densitas 60–76% juga perlu diencerkan dengan air menjadi 20–30%. Kontras larut air dipilih pada pasien dengan suspek perforasi, obstruksi kolon, atau volvulus.[1,6]
Larutan barium biasanya tersedia dalam bentuk 100% w/v. Untuk mengencerkannya menjadi 20% w/v, sebanyak 400 mL barium 100% w/v dapat dicampur dengan 1.600 mL air, sehingga didapatkan total cairan 2.000 mL.[6]
Barium Kontras Ganda
Untuk teknik kontras ganda, suspensi barium dengan perbandingan 80–100% w/v lebih disarankan. Barium dengan viskositas tinggi ini dapat melapisi mukosa secara optimal dalam jangka waktu yang lebih lama.[1,7]
Posisi Pasien
Pasien diposisikan lateral decubitus (bagian lateral tubuh menempel di kasur) lalu ujung selang enema dimasukkan ke dalam anus dan rektum. Barium dimasukkan ke kolon dengan bantuan gravitasi, lalu dilakukan foto radiografis. Pada barium enema kontras ganda, udara dimasukkan ke dalam rektum setelah pemberian barium.[3]
Prosedural
Sebelum memasukkan selang enema yang sudah diberi pelumas ke dalam anus, klinisi perlu melakukan digital rectal examination untuk memeriksa tonus sfingter ani dan variasi anatomis yang dapat mengganggu pemasangan selang. Pada pasien dengan hipertrofi prostat, ujung selang diarahkan lebih ke posterior untuk mencapai rektum.
Berikan anestesi topikal pada anus dan ujung selang enema untuk mengurangi rasa tidak nyaman, terutama pada pasien hemoroid eksternal dan fisura anus. Pasien juga dapat diberikan antispasmodik (seperti hyoscine butylbromide) atau relaksan otot kolon seperti glukagon untuk meminimalkan spasme.[3,6,7]
Setelah pasien diposisikan, langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut:
- Ujung selang enema yang sudah diberi pelumas dimasukkan ke dalam anus untuk membantu memasukkan barium ke dalam kolon
- Barium dimasukkan perlahan. Pada saat ini, pasien mungkin merasa kram pada area perut bawah. Untuk meredakannya, pasien bisa diminta untuk mengatur napas dalam dan perlahan
- Pasien diharapkan untuk menahan keinginan defekasi untuk mencegah keluarnya barium yang sudah masuk
- Selama prosedur, meja pemeriksaan dan mesinnya akan bergerak, sehingga pasien diminta untuk mengubah posisi secara berkala sesuai panduan saat pengambilan foto X-ray
- Ahli radiologi akan mengambil gambar tunggal, serial, atau video (fluoroskopi) ketika barium bergerak di dalam usus
- Jika dibutuhkan pemeriksaan kontras ganda, pasien dapat diminta mengeluarkan sebagian barium di toilet. Sisa barium akan tetap berada di usus dan udara akan dimasukkan ke usus melalui rektum untuk distensi usus. Setelah itu, dilakukan foto X-ray[4]
Dalam pengambilan foto X-ray, posisi yang dianjurkan adalah posisi frontal kolon, posisi oblik kolon, posisi angled-beam kolon sigmoid, dan posisi lateral rektum dengan menyertakan gambar setelah ujung enema (enema tip) dikeluarkan.[1]
Selama pemeriksaan, visualisasikan seluruh kolon, terutama bagian kolon yang diduga memiliki patologi. Pada akhir pemeriksaan, keluarkan kontras dari kolon lalu lakukan radiografi pascaevakuasi untuk mencari kompresi pascaevakuasi.[6]
Follow Up
Setelah prosedur, pasien dimonitor untuk melihat ada tidaknya efek samping ringan maupun berat yang mencakup nyeri atau rasa tidak nyaman pada anorektal, konstipasi, impaksi tinja, kesulitan flatus, demam, perdarahan rektum, dan nyeri atau distensi abdomen. Pasien disarankan untuk tetap menjaga status hidrasi dan memperbanyak konsumsi serat setelah tindakan.[4,6]
Perhatikan gejala yang bisa menunjukkan perforasi kolorektal pascatindakan, yaitu nyeri perut yang dapat berlanjut ke peritonitis, sepsis, dan syok. Akan tetapi, komplikasi kadang bisa bersifat asimtomatik pada beberapa hari awal. Pada kasus perforasi yang pasiennya stabil, ukurannya kecil, dan traktus gastrointestinalnya tidak memiliki fecal matter, penanganan konservatif bisa dilakukan. Namun, untuk kondisi di luar itu, dokter perlu melakukan laparotomi eksploratif.[15]
Direvisi oleh: dr. Felicia Sutarli