Farmakologi Chloroquine
Chloroquine, atau klorokuin, merupakan suatu 4-aminoquinolin sintetik yang diformulasikan sebagai garam fosfat untuk penggunaan oral. Farmakodinamik chloroquine dalam tubuh adalah efektif membunuh skizon dalam darah, dengan cara merusak membrane sel parasit melalui proses oksidatif. Selain itu, chloroquine juga memiliki efek imunomodulator dan antiinflamasi, serta dapat menghambat replikasi beberapa virus.[1-5,13]
Farmakodinamik
Sebagai anti parasit, chloroquine bekerja dengan mencegah biokristalisasi heme menjadi hemozoin, sehingga menyebabkan toksisitas pada parasit akibat akumulasi heme bebas yang bersifat toksik. Hal ini menyebabkan kerusakan pada membran sel parasit melalui proses oksidatif.[2,3,4,13]
Akumulasi chloroquine pada limfosit dan makrofag menyebabkan obat ini memiliki kemampuan antiinflamasi sehingga digunakan dalam terapi beberapa penyakit seperti rheumatoid arthritis, lupus eritematosus sistemik, dan sarkoidosis yang ditandai dengan overproduksi tumor necrosis factor α (TNFα) oleh makrofag alveolar. Chloroquine mengurangi sekresi berbagai sitokin proinflamatori, khususnya TNFα. Chloroquine juga mengurangi ekspresi permukaan reseptor TNFα pada human monocytic cell line dan mengurangi pensinyalan TNFα yang dimediasi reseptor.[1,5]
Mekanisme kerja lain dari chloroquine adalah dengan menghambat aktivitas lisosom dan autofagi. Chloroquine meningkatkan pH kompartemen endosomal sehingga mengganggu maturasi lisosom. Gangguan terhadap fungsi lisosom ini dapat mengganggu fungsi limfosit dan memiliki efek imunomodulator bahkan efek anti-inflamasi. Lisosom terlibat dalam pemrosesan antigen dan presentasi MHC (major histocompatibility complex) kelas II sehingga secara tidak langsung membantu aktivasi imun. Chloroquine juga mengganggu presentasi antigen melalui jalur lisosomal. Chloroquine dapat mengurangi produksi berbagai tipe sitokin antiinflamasi, seperti IL-1, IFNα, dan TNF.[1,5]
Chloroquine juga dapat menghambat replikasi beberapa virus dengan cara menghambat endosome-mediated viral entry. Beberapa virus memasuki sel targetnya melalui proses endositosis. Proses ini mengarahkan virus ke kompartemen lisosomal dimana pH yang rendah pada kompartemen tersebut dibantu oleh beberapa enzim akan memecah partikel virus dan membebaskan asam nukleat yang bersifat infeksius. Chloroquine menghambat fase entri tersebut dengan meningkatkan pH endosomal.[5,6,19]
Farmakokinetik
Farmakokinetik chloroquine, atau klorokuin, adalah diabsorpsi secara cepat di saluran cerna, kemudian didistribusikan berikatan dengan protein plasma, dan dimetabolisme dalam hepar. Bioavailabilitas mencapai 78-89%, waktu paruh eliminasi sampai 20-60 hari, sehingga obat ini diekskresikan melalui urin dalam waktu lama.[12,14]
Absorbsi
Setelah diberikan secara oral, bioavailabilitas chloroquine mencapai 78-89%. Chloroquine secara cepat diabsorpsi dari saluran cerna dan hanya sebagian kecil dari dosis yang akan ditemukan di feses. Sekitar 55-60% dari obat di plasma akan berikatan dengan protein plasma.[12,14]
Distribusi
Chloroquine didistribusikan secara ekstensif, dengan volume distribusi 200-800 L/kg ketika dikalkulasi dari konsentrasi plasma dan 200 L/kg ketika diestimasi dari data darah lengkap (whole blood). Chloroquine di deposit di jaringan dalam jumlah yang cukup banyak. Pada hewan, sekitar 200-700 kali konsentrasi plasma bisa ditemukan di hati, limpa, ginjal, dan paru. Leukosit juga dapat mengkonsentrasikan obat. Otak dan korda spinalis mengandung hanya 10-30 kali konsentrasi obat di plasma.[12,14]
Metabolisme
Chloroquine mengalami degradasi di dalam tubuh. Chloroquine dimetabolisme oleh enzim sitokrom P450 menjadi dua metabolit aktif, yaitu desetilklorokuin dan bisdesetilklorokuin. Konsentrasi desetilklorokuin dan bisdesetilklorokuin secara berturut-turut mencapai 40% dan 10% dari konsentrasi chloroquine. Obat dan metabolitnya dapat dideteksi di urin berbulan-bulan setelah pemberian dosis tunggal. Chloroquine dan desetilklorokuin secara kompetitif menghambat reaksi yang dimediasi oleh CYP2D1/6. Studi in vitro dan data preliminari dari penelitian klinik menunjukkan bahwa CYP3A dan CYP2D6 merupakan dua isoform utama yang terlibat dalam metabolisme chloroquine.[12,14]
Eliminasi
Ekskresi chloroquine sangat lambat, tapi dapat meningkat dengan meningkatkan keasaman urin. Pada sukarelawan sehat, konsentrasi chloroquine dapat dideteksi di darah dan urin secara berturut-turut hingga 52 dan 119 hari setelah pemberian dosis tunggal 300 mg. Setelah pemberian regimen profilaksis 300 mg/minggu selama 10 minggu, chloroquine masih didapatkan di serum setelah 70 hari dan di urin hingga 1 tahun setelah pemberian dosis terakhir. Proses distribusi dan redistribusi, dari berbagai kompartemen tubuh kembali ke ruang intravaskuler, merupakan faktor yang lebih dominan dibandingkan eliminasi yang lambat dalam mempengaruhi konsentrasi chloroquine selama berbulan-bulan setelah pemberian.[12,14]
Meskipun waktu paruhnya panjang, chloroquine memiliki klirens total yang tinggi, yaitu sekitar 0,1 L/jam/kg dari data darah lengkap dan 0,7-1 L/jam/kg dari data plasma. Di urin, setelah pemberian chloroquine dosis tunggal atau multipel, sekitar 50% dari dosis yang diberikan akan ditemukan dalam bentuk chloroquine yang tidak berubah, dan sekitar 10% ditemukan sebagai desetilklorokuin/metabolit primer. Setelah pemberian dosis tunggal, sebanyak 50% chloroquine diekskresikan melalui ginjal. Hati dan ginjal berkontribusi terhadap eliminasi chloroquine sehingga dosisnya harus dimodifikasi pada pasien dengan insufisiensi ginjal atau hepar.[10,12]
Resistensi
Resistensi terhadap chloroquine disebabkan adanya mutasi pada gen pfcrt parasit yang mengkode transporter pada membran vakuola makanan parasit yang merupakan tempat degradasi hemoglobin dan tempat kerja chloroquine.[3,4]