Pengawasan Klinis Lopinavir
Pengawasan klinis penggunaan lopinavir berhubungan dengan pemberian bersama obat-obatan yang dimetabolisme oleh CYP3A dan efek samping lopinavir.
Pengawasan Umum
Pengawasan terhadap gejala dan tanda efek samping seperti mual, muntah, nyeri perut, kuning, dan lemas sebaiknya dilakukan untuk mendeteksi pankreatitis dan hepatotoksisitas lopinavir. Pasien sebaiknya diedukasi mengenai gejala dan tanda efek samping tersebut. Pertimbangkan penghentian lopinavir jika risiko melebihi keuntungan pemberian obat.[2-4]
Pemeriksaan Laboratorium dan Radiologi
Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan di antaranya adalah SGOT (serum glutamic oxaloacetic transaminase) dan SGPT (serum glutamic pyruvic transaminase) untuk mendeteksi adanya gangguan hepar. Selain itu, pemeriksaan serum amilase dan lipase untuk mendeteksi pankreatitis.[2-4]
Pemeriksaan tersebut sebaiknya dilakukan sebelum pemberian obat dan selama pengobatan, terutama pada bulan-bulan pertama pemberian.[2-4]
Jika lopinavir diberikan bersama obat-obatan yang dimetabolisme oleh CYP3A, pertimbangkan untuk melakukan pengawasan terhadap konsentrasi obat-obatan tersebut dalam plasma secara berkala.[2-4]
Pemantauan Respons Terapi HIV
Untuk memantau respons terapi atau kegagalan terapi HIV, pemeriksaan viral load merupakan pilihan utama. Pada strategi pemeriksaan viral load rutin, pemeriksaan dilakukan 6 bulan setelah pengobatan dimulai, kemudian pada 12 bulan, dan selanjutnya setiap 12 bulan.[3,23,24]
Selain pemeriksaan viral load, pemeriksaan lain yang dapat dilakukan adalah hitung CD4, serta pemantauan secara klinis. Pada kondisi di mana pemeriksaan viral load dapat dilakukan secara rutin, pemeriksaan CD4 direkomendasikan untuk dilakukan pada saat didiagnosis HIV, 6 bulan setelah pengobatan, sampai indikasi menghentikan lopinavir.[3,23,24]
Direvisi oleh: dr. Hudiyati Agustini