Kontraindikasi dan Peringatan Amiodarone
Kontraindikasi amiodarone adalah pada pasien dengan syok kardiogenik, sick sinus syndrome, AV blok derajat dua atau tiga, serta bradikardia yang menyebabkan sinkop. Peringatan amiodarone yang tertera dalam black box warning FDA berupa risiko toksisitas bermakna, termasuk pada jantung dan paru.[3,5,6]
Kontraindikasi
Beberapa kontraindikasi dari penggunaan amiodarone, antara lain:
- Syok kardiogenik
-
Sick sinus syndrome, AV blok derajat dua atau tiga, bradikardia yang menyebabkan sinkop tanpa adanya pacemaker
- Hipersensitivitas terhadap obat atau salah satu komponennya
Selain itu, kontraindikasi pada amiodarone yang diberikan secara injeksi bolus, antara lain hipotensi, gagal jantung, dan kardiomiopati. Laktasi dan penggunaan obat-obat yang menyebabkan pemanjangan interval QT atau Torsades de Pointes juga merupakan kontraindikasi dari amiodarone.[3,5,6]
Peringatan
FDA telah memberikan black box warning untuk menggunakan amiodarone hanya pada kasus aritmia yang mengancam jiwa. Hal ini karena penggunaannya disertai dengan risiko toksisitas yang substansial bahkan mengancam jiwa. Agen alternatif perlu digunakan terlebih dahulu.
Amiodarone telah dikaitkan dengan toksisitas yang mengancam jiwa, termasuk pada paru, hati, dan jantung. Penggunaan amiodarone harus dilakukan di bawah pengawasan rumah sakit atau spesialis.[3,5,6]
Indikasi Hanya pada Aritmia Mengancam Jiwa
Penggunaan terapi amiodarone hanya diindikasikan pada kasus aritmia yang mengancam jiwa karena tingginya risiko toksisitasnya yang dapat berpotensi fatal termasuk kematian mendadak.
Toksisitas Pulmonal
Penggunaan amiodarone dapat menyebabkan sindrom klinis berupa batuk dan dispnea progresif disertai gejala fungsional lainnya. Gambaran radiografi, gallium-scan, serta data patologis konsisten dengan toksisitas paru.
Toksisitas paru sekunder akibat amiodarone dapat terjadi secara langsung atau tidak langsung, seperti yang ditunjukkan oleh pneumonitis hipersensitivitas atau pneumonitis interstitial. Tingkat toksisitas paru yang dilaporkan sebesar 17% dan berakibat fatal pada sekitar 10% kasus.
Pemeriksaan fisik, rontgen dada dasar, dan tes fungsi paru direkomendasikan untuk dilakukan saat terapi amiodarone dimulai dan secara berkala setiap 3-6 bulan atau jika muncul tanda dan atau gejala.[3,6]
Cedera Hepar
Terapi amiodarone memerlukan perhatian khusus terkait kemungkinan peningkatan kadar enzim hepar asimtomatik dan cedera hepar yang mengancam jiwa. Dalam pemeriksaan histologi, akan ditemukan menyerupai hepatitis alkoholik atau sirosis.
Sebelum memulai terapi amiodarone, direkomendasikan untuk melakukan pemeriksaan transaminase hati sebagai baseline dan pemeriksaan secara periodik. Apabila kadar transaminase melebihi 3 kali normal atau 2 kali lipat pada pasien dengan baseline tinggi, maka segera hentikan atau kurangi dosis amiodarone dan dilanjutkan dengan pemeriksaan dan terapi lanjutan yang tepat.[3,6]
Efek Proaritmia
Amiodarone seperti antiaritmia lainnya, dapat memperburuk aritmia. Efek ini muncul pada sekitar 2-5% pasien. Selain itu, juga dapat menyebabkan fibrilasi ventrikel baru, takikardia ventrikel yang terus-menerus, peningkatan resistensi terhadap kardioversi, dan takikardia ventrikel polimorfik yang terkait dengan pemanjangan interval QT.
Sebelum memulai terapi amiodarone, penting untuk mengoreksi hipokalemia, hipomagnesemia, dan hipokalsemia karena dapat meningkatkan risiko pemanjangan interval QT dan Torsade de Pointes. Selain itu, perlu perhatian khusus pada nilai elektrolit dan keseimbangan asam basa pada pasien yang mengalami diare berat atau berkepanjangan serta menerima obat yang mempengaruhi kadar elektrolit, seperti diuretik dan laksatif.[3,6]
Gangguan Penglihatan
Amiodarone telah dikaitkan dengan neuropati optik yang mengakibatkan gangguan penglihatan dan terkadang kebutaan permanen. Efek merugikan ini dapat terjadi kapan saja selama terapi.
Jika gejala gangguan penglihatan muncul, seperti perubahan ketajaman penglihatan dan penurunan penglihatan tepi, pertimbangkan untuk menghentikan amiodarone dan segera rujuk untuk pemeriksaan mata. Pemeriksaan oftalmik berkala diperlukan selama terapi, termasuk pemeriksaan funduskopi dan slit-lamp.
Selain itu, amiodarone juga menyebabkan mikrodeposit kornea. Efek ini biasanya hanya dapat dilihat dengan pemeriksaan slit-lamp. Gejala seperti penglihatan kabur dilaporkan pada sebanyak 10% pasien. Mikrodeposit kornea bersifat reversibel setelah pengurangan dosis atau penghentian pengobatan.[3]
Kelainan Tiroid
Amiodarone menghambat konversi perifer tiroksin (T4) menjadi triiodotironin (T3) dan dapat menyebabkan peningkatan kadar tiroksin, penurunan kadar T3, dan peningkatan kadar inactive reverse T3 (rT3) pada pasien eutiroid. Hal ini bisa menimbulkan hipotiroid ataupun hipertiroid. Pantau fungsi tiroid sebelum pengobatan dan secara berkala setelahnya, terutama pada pasien lanjut usia, dan pada setiap pasien dengan riwayat nodul tiroid atau disfungsi tiroid lain.[3]
Penulisan pertama oleh: dr. Edwin Wijaya
Direvisi oleh: dr. Bedry Qhinta