Patofisiologi Herpes Zoster
Patofisiologi herpes zoster melibatkan reaktivasi dari infeksi virus varicella zoster (VVZ). Infeksi primer VVZ akan menyebabkan varicella. Kemudian, virus akan berdiam secara laten pada ganglia dorsalis radiks saraf.[1,4]
Infeksi Primer Virus Varicella Zoster
Infeksi virus varicella zoster (VVZ) primer menyebabkan varicella atau cacar air (chickenpox) yang ditandai dengan timbulnya ruam kulit dan vesikel. Walaupun varicella umumnya bersifat ringan dan self limiting, penyakit ini merupakan salah satu penyakit yang paling menular di dunia. Masa inkubasi VVZ umumnya bervariasi dalam rentang 10 – 21 hari.[5,6]
VVZ ditularkan melalui droplet (airborne) atau kontak langsung dengan lesi. Setelah terjadi invasi sel epitel dan limfosit pada saluran pernapasan, virus melakukan replikasi dan menginvasi nodus limfa lokal. Virus menginfeksi sel epitel dan limfosit di orofaring dan saluran napas atas serta konjungtiva.[6,7]
Saat terjadi infeksi primer, VVZ dapat bermigrasi dari lesi kulit ke ganglia sensoris kranialis dan spinalis melalui transportasi akson dan penyebaran secara viremia. Ekspresi protein nektin–1 diketahui banyak berperan dalam proses masuknya virus ke akson dan badan sel saraf. Selanjutnya, virus menjadi dorman.[1,6]
Perkembangan Menjadi Herpes Zoster
Infeksi primer VVZ dapat berkembang menjadi herpes zoster ketika VVZ di ganglion yang laten aktif kembali. Ketika terjadi reaktivasi, VVZ dapat turun ke sel epitel kulit melalui akson saraf dan bereplikasi, sehingga menyebabkan infeksi sekunder yang disebut dengan herpes zoster dermatomal.
Virus VVZ yang mengalami reaktivasi dapat terdeteksi pada ganglia akar dorsalis, ganglia nervus kranialis, beberapa ganglia nervus otonom pada sistem saraf enterik, serta astrosit. Reaktivasi virus berhubungan dengan adanya penurunan sistem imunitas tubuh terutama cell – mediated immunity.
Ketika reaktivasi virus terjadi, VVZ melakukan replikasi pada badan sel neuron. Selanjutnya, partikel virus yang baru akan keluar dari badan sel secara dermatomal dan menyebabkan verikulasi serta inflamasi pada permukaan kulit yang terinfeksi. Pada fase ini, inflamasi sel saraf yang terjadi akan menyebabkan pasien merasakan nyeri.[1,6,7]
Penulisan pertama oleh: dr. Yelvi Levani