Pendahuluan Sifilis
Sifilis merupakan infeksi menular seksual yang disebabkan oleh spiroset Treponema pallidum. Sifilis ditularkan melalui kontak seksual atau luka pada kulit dari lesi infeksius, dari ibu ke janin, atau melalui transfusi darah. Sifilis bersifat kronis dan dapat mengenai hampir seluruh struktur tubuh.[1,2]
Sifilis memiliki berbagai gambaran klinis dan seringkali sulit dibedakan infeksi atau penyakit imunologi lain. Oleh karena itu, penyakit ini sering disebut “the great impostor”. Penegakkan diagnosis dimulai dari gejala yang timbul, seperti adanya ulkus tunggal dengan tepi teratur dan dasar bersih pada sifilis primer, disertai pemeriksaan VDRL (Venereal Disease Research Laboratory) dan TPHA (Treponema Pallidum Haemagglutination Assay) yang reaktif.[2-4]
Bila tidak diterapi, sifilis dapat berkembang dalam 4 fase, yaitu sifilis primer, sekunder, laten dan tersier. Sebagaimana jenis infeksi menular seksual (IMS) lainnya, sifilis akan meningkatkan risiko seseorang tertular HIV. Adapun pada pasien HIV, sifilis dapat meningkatkan daya infeksi HIV.[5,6]
Penatalaksanaan lini pertama sifilis adalah menggunakan benzil benzatin penicillin G yang diberikan melalui injeksi intramuskuler. Pada pasien dengan alergi penicillin, dapat digunakan obat alternatif lain seperti doxycycline dan ceftriaxone.[1,3]
Evaluasi terapi dilakukan secara klinis dan serologi pada bulan ke-1, 3, 6, dan 12 setelah diagnosis dan inisiasi terapi. Pasien dikatakan sembuh jika titer VDRL dan Rapid Plasma Reagin (RPR) menurun 4 kali lipat dalam 6 bulan setelah pengobatan.[1]
Penulisan pertama oleh: dr. Ricky Dosan