Epidemiologi Pellagra
Data epidemiologi menunjukkan bahwa pellagra, yang terjadi akibat defisiensi vitamin B3 atau niacin, cenderung lebih tinggi angka kejadiannya pada negara-negara dengan angka kemiskinan yang tinggi, di mana tingkat kejadian malnutrisi masih signifikan.
Insiden pellagra juga lebih banyak dilaporkan pada pasien dengan penyakit Hartnup, sindrom karsinoid, HIV, dan pasien yang mendapatkan terapi isoniazid, pyrazinamide, serta agen kemoterapi (fluorourasil, dan 6-merkaptopurin).[4,5,10-12]
Global
Prevalensi dan insiden pellagra secara global belum diketahui secara pasti, karena terkait dengan problematika kelangkaan penyakit ini dan mayoritas klinisi yang belum familiar terhadap penyakit pellagra.[4,5]
Sebuah studi di India melaporkan sebanyak 13% dari 34 remaja perempuan yang berusia 10 hingga 13 tahun mengalami defisiensi niacin yang dapat menyebabkan terjadinya pellagra. Namun, sampel penelitian ini sangat kecil dan tidak mengikutkan remaja laki-laki yang mengalami defisiensi niacin.
Studi lain yang dilakukan di Swiss untuk membandingkan kadar niacin pada individu dewasa yang memiliki pola makan vegetarian (n=53) dan vegan (n=53), dan omnivora (n=100) melaporkan bahwa vegetarian merupakan satu-satunya kelompok dalam studi penelitian ini yang mengalami defisiensi niacin.[4]
Di Amerika Serikat, saat ini penyakit pellagra sudah jarang terjadi karena bahan makanan seperti tepung dan sereal telah difortifikasi dengan vitamin B. Namun, penyakit pellagra masih sering terjadi di negara-negara Afrika, seperti Malawi, Mozambique, Angola, dan Zimbabwe. Defisiensi niacin pada negara-negara tersebut tercatat terjadi pada hampir sepertiga perempuan dan 6% anak-anak, di mana jagung yang tidak diolah dan yang tidak mengalami fortifikasi merupakan makanan pokok utama di negara tersebut.[4,11-13]
Indonesia
Belum terdapat data dan studi epidemiologi mengenai pellagra maupun defisiensi niacin di Indonesia. Meski begitu, mengingat adanya data yang menunjukkan bahwa 1 dari 10 balita di Indonesia masih mengalami malnutrisi, kemungkinan kejadian pellagra di Indonesia juga cukup banyak.[23]
Mortalitas
Pada sebagian pasien, pellagra merupakan penyakit kronis yang dapat mengancam jiwa, terutama apabila pellagra tidak segera diterapi. Beberapa kondisi signifikan yang berkontribusi pada mortalitas pellagra adalah defisiensi koenzim yang penting dan sangat diperlukan untuk menghasilkan energi yang cukup dalam mendukung fungsi fisiologis tubuh yang penting. Mortalitas pellagra seringkali dikaitkan dengan efek defisiensi niacin dan asam amino esensial triptofan yang dapat menyebabkan kegagalan multiorgan.[4,11-13]