Diagnosis Obesitas
Pemeriksaan antropometri merupakan parameter utama dalam diagnosis obesitas. Di Asia, obesitas ditegakkan pada pasien dengan indeks massa tubuh/IMT melebihi 25 kg/m2.[1-3,23]
Anamnesis
Anamnesis lengkap dan menyeluruh sangat dibutuhkan dalam diagnosis obesitas, yaitu mencakup pola makan, tingkat aktivitas, faktor risiko terkait, hingga komorbiditas. Dalam melakukan anamnesis, dokter sebaiknya menggunakan bahasa yang inklusif dan tidak menghakimi serta menjadi pendengar aktif.[5,17]
Pola Hidup
Anamnesis yang perlu ditanyakan pada pasien obesitas dapat berfokus pada pola hidup sehari-hari. Pola makan seperti binge eating, purging disorder, kurangnya rasa kenyang, night-eating syndrome, dan kebiasaan makan abnormal lainnya perlu dideteksi. Pasien dengan obesitas juga biasanya memiliki aktivitas fisik yang rendah. Tanyakan pada pasien jenis olahraga apa yang pasien lakukan dan apakah dilakukan rutin atau tidak. Pola hidup sedenter juga dapat menjadi salah satu faktor risiko pada obesitas.[23]
Penyebab dan Faktor Risiko
Dokter juga perlu menyaring kondisi dasar yang dapat menyebabkan obesitas. Riwayat kesehatan seperti berat badan saat anak-anak, upaya penurunan berat badan sebelumnya beserta hasilnya, adanya gangguan tidur, konsumsi obat-obatan yang dapat meningkatkan berat badan, serta riwayat penggunaan tembakau dan alkohol merupakan beberapa faktor yang berkaitan dengan obesitas.
Beberapa penyakit dapat berkaitan dengan obesitas sehingga perlu dideteksi saat konseling. Penyakit yang dapat berkaitan dengan obesitas adalah diabetes mellitus, penyakit kardiovaskular, hipertensi, dislipidemia, dan penyakit batu empedu.
Faktor psikososial seperti adanya depresi, diskriminasi, rendahnya rasa percaya diri, persepsi negatif pada bentuk tubuh, stereotipe negatif, marginalisasi sosial, stigma negatif, dan bullying juga dapat berperan menimbulkan obesitas. Lakukan juga penilaian fungsional seperti aktivitas sekolah, disabilitas, diskualifikasi dari kepolisian atau kemiliteran, rendahnya kebugaran fisik, keterbatasan mobilitas, rendahnya prestasi akademik, rendahnya produktivitas, dan pekerjaaan.[17,23]
Komplikasi
Pada saat anamnesis, selain menanyakan hal-hal terkait kemungkinan faktor penyebab kenaikan berat badan juga perlu ditanyakan mengenai gejala yang mungkin timbul akibat komplikasi obesitas. Gejala tersebut antara lain nyeri dada, napas pendek, bengkak, kelelahan, mendengkur, insomnia, nyeri sendi, sulit menahan buang air kecil, disfungsi ereksi, menstruasi tidak teratur, infertilitas, neuropati, dan gangguan mood.[24]
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada pasien obesitas meliputi pemeriksaan antropometri yaitu pengukuran indeks massa tubuh (IMT) dan lingkar pinggang, serta pemeriksaan untuk mengetahui adanya komplikasi akibat obesitas.[17,23]
Pengukuran Indeks Massa Tubuh
Pengukuran tinggi badan dan berat badan untuk menghitung IMT perlu dilakukan secara rutin bagi semua orang dewasa. Meskipun IMT memiliki keterbatasan karena tidak mengukur massa jaringan adiposa secara langsung, IMT tetap bermanfaat untuk skrining obesitas.[5,17,25]
Tabel 1. Klasifikasi Indeks Massa Tubuh Dewasa
Klasifikasi | Indeks Massa Tubuh (kg/m2) | |
Internasional | Asia | |
Underweight | <18,5 | <18,5 |
Normoweight | 18,5-24,9 | 18,5-22,9 |
Overweight | 25,0-29,9 | 23,0-24,9 |
Obesitas tingkat I | 30,0-34,9 | 25,0-29,9 |
Obesitas tingkat II | 35,0-39,9 | ≥30,0 |
Obesitas tingkat III | ≥40,0 |
Sumber: dr. Gloscindy, Alomedika, 2020.[3]
Pengukuran Lingkar Pinggang
Pada pasien dengan IMT meningkat, pengukuran lingkar pinggang perlu dilakukan secara rutin untuk mengetahui adanya peningkatan adiposit viseral dan risiko komplikasi yang berhubungan dengan adipositosis. Pengukuran lingkar pinggang memberikan informasi tambahan terkait distribusi lemak dan risiko penyakit jantung metabolik. Obesitas sentral ditentukan apabila lingkar pinggang ≥102 cm pada laki-laki dan ≥88 cm pada perempuan. Nilai cut-off tersebut lebih rendah untuk populasi Asia yaitu ≥90 cm pada laki-laki dan ≥80 cm pada perempuan.[17,25-26]
Obesitas pada Anak
Oleh karena anak-anak berada pada masa pertumbuhan, maka usia dan jenis kelamin harus dipertimbangkan dalam menentukan status obesitas.[14]
Tabel 2. Kategori Berat Badan Anak
Klasifikasi | Kriteria WHO (Standar Deviasi Indeks Massa Tubuh) | Kriteria CDC (Persentil Indeks Massa Tubuh) |
Underweight Normoweight Overweight Obesitas | 2 SD dibawah rata-rata 2 SD dibawah sampai 1 SD diatas rata-rata >1 SD diatas rata-rata >2 SD diatas rata-rata | <5 5-85 85-95 >95 |
Sumber: dr. Bunga Saridewi, Alomedika, 2018.
Pemeriksaan Terkait Komplikasi
Pemeriksaan fisik untuk mengetahui adanya komplikasi akibat obesitas antara lain:
- Hipertensi: tekanan darah
Obstructive Sleep Apnea (OSA): lingkar leher
- Disabilitas akibat berat badan berlebih: evaluasi aktivitas fisik
- Resistensi insulin dan sindrom ovarium polikistik: pemeriksaan kulit akantosis nigrikans, hirsutisme
- Asthma: pemeriksaan respirasi mengi dan fase ekspirasi memanjang
Osteoarthritis dan sarcopenia: massa otot, kelemahan otot, penurunan range of motion pada sendi, bengkak, nyeri tekan, dan krepitasi
Non-Alcoholic fatty liver disease (NAFLD): hepar membesar dan keras[24,27]
Diagnosis Banding
Obesitas sebetulnya cukup mudah didiagnosis melalui pemeriksaan fisik. Meski demikian, dokter perlu membedakan obesitas dengan peningkatan berat badan karena penyebab lain seperti edema atau massa abdomen.
Akromegali
Akromegali merupakan kelainan endokrin kronik dan langka yang disebabkan oleh hipersekresi growth hormone (GH) berkepanjangan akibat adenoma somatoform. Manifestasi klinis umum yaitu berupa pembesaran tangan, kaki, dan jari, serta wajah kasar.
Adiposa Dolorosa
Adiposa dolorosa disebut juga Dercum’s disease. Kondisi ini merupakan penyakit langka yang ditandai dengan perkembangan deposit jaringan adiposa subkutan yang terasa nyeri dengan ukuran, keberagaman, dan lokasi berbeda. Gejala lain yang mungkin menyertai adalah overweight atau obesitas, kelelahan atau kelemahan, dan manifestasi psikiatri seperti gangguan tidur, emosi tidak stabil, depresi, dan ansietas.
Edema
Obesitas perlu dibedakan dari peningkatan berat badan akibat edema, misalnya asites pada pasien dengan sirosis hepatis atau edema anasarka pada sindrom nefrotik.
Sindrom Cushing
Sindrom Cushing disebabkan oleh paparan berkepanjangan kadar kortisol yang tinggi dalam sirkulasi. Penyebab tersering adalah penggunaan kortikosteroid iatrogenik. Gejala yang mungkin dikeluhkan pasien adalah peningkatan berat badan, kelelahan, hirsutisme, menstruasi tidak teratur, disfungsi ereksi, dan gangguan psikologis.
Hipotiroid
Hipotiroid merupakan kondisi patologis yang merujuk pada defisiensi hormon tiroid. Gejala yang sering muncul pada dewasa yaitu kelelahan, letargi, intoleransi terhadap dingin, peningkatan berat badan, konstipasi, perubahan suara, dan kulit kering.
Insulinoma
Insulinoma merupakan jenis tumor neuroendokrin pankreas yang peling sering. Gejala yang muncul adalah gejala hipoglikemia karena hipersekresi insulin atau proinsulin oleh sel tumor. Untuk mencegah hipoglikemia, muncul rasa lapar dan hiperfagia yang menyebabkan peningkatan berat badan bahkan obesitas.
Hipogonadotropik Hipogonadisme
Hipogonadotropik hipogonadisme merupakan gangguan perkembangan yang ditandai dengan kadar gonadotropin yang rendah karena rendahnya kadar hormon steroid seks. Manifestasi paling sering adalah keterlambatan pubertas, yaitu perkembangan kelenjar mamaria tidak adekuat pada perempuan usia 13 tahun dan volume testis tidak mencapai 4 ml pada laki-laki usia 14 tahun.
Lipodistrofi Generalisata
Lipodistrofi generalisata merupakan penyakit kongenital autosomal resesif berat yang langka. Pasien mengalami kelainan penyimpanan lemak sehingga lemak menumpuk di jaringan, utamanya hepar dan dapat berkembang menjadi sirosis. Manifestasi klinis yang muncul berupa acromegaloid facies, akantosis nigrikans, hepatomegali, dan hipertrofi muskuler.[29-36]
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang untuk obesitas mencakup pemeriksaan profil lipid, fungsi hepar, dan pemeriksaan laboratorium lain sesuai indikasi.
Profil Lipid
Hasil pemeriksaan profil lipid yang mencakup kadar kolesterol puasa, trigliserida, dan high-density lipoprotein cholesterol (HDL) pada pasien obesitas dapat normal atau termasuk dislipidemia tipikal terkait sindrom kardiometabolik yang ditandai dengan berkurangnya HDL dan meningkatnya trigliserida puasa. Peningkatan low-density lipoprotein cholesterol (LDL-C) dan kadar kolesterol total yang normal atau sedikit meningkat juga tidak jarang ditemui pada obesitas.
Fungsi Hepar
Fungsi hepar dapat ditemukan normal pada sebagian pasien obesitas. Namun, adanya peningkatan kadar transaminase dapat mengindikasikan kondisi steatohepatitis non alkoholik atau infiltrasi fatty liver.
Fungsi Tiroid
Pemeriksaan fungsi tiroid digunakan untuk menyingkirkan kemungkinan hipotiroid primer yang ditandai dengan peningkatan serum tirotropin (Thyroid-Stimulating Hormone/TSH), kadar tiroksin, atau triiodothyronine normal atau berkurang.
Fungsi Ginjal
Pemeriksaan fungsi ginjal berupa ureum, kreatinin dan asam urat.
Pemeriksaan Gula Darah dan Kadar Insulin
Setiap pasien dengan obesitas harus diskrining untuk diabetes. Pemeriksaan kadar glukosa darah dan HbA1c merupakan skrining rutin pada pasien obesitas. Peningkatan serum insulin dan C-peptide juga dapat ditemukan pada pasien obesitas tetapi jarang digunakan untuk pemeriksaan skrining.
Pemeriksaan Pendukung Lain
Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan untuk evaluasi sistem organ terkait komorbiditas:
- Sistem respirasi: pencitraan adenoid pada anak yang obesitas, sleep study seperti polisomnografi untuk mendeteksi apnea hypopnea index
- Sistem gastrohepatologi: USG untuk menilai kolelitiasis atau kolesistitis
- Sistem endokrinologi: USG ovarium untuk menilai sindrom polikistik ovarium, pemeriksaan hormon seks steroid, pemeriksaan terkait peningkatan adrenocorticotropic hormone (ACTH), kortisol bebas urine 24 jam, serta kadar kortisol plasma setelah tes supresi dexamethasone dosis tinggi
- Sistem saraf: funduskopi untuk skrining pada obesitas remaja yang mengalami diplopia atau gangguan penglihatan lain
Pencitraan
Pencitraan pada obesitas dapat menggunakan modalitas seperti Dual-energy radiographic absorptiometry (DEXA), magnetic resonance imaging (MRI) dan computed tomography (CT) untuk penghitungan lemak viseral.
DEXA dapat diindikasikan untuk mengukur lemak dan massa tubuh regional maupun seluruh tubuh pada pasien dengan obesitas atau dengan faktor komorbid lain yang dapat mempengaruhi bone mass density. DEXA dapat mengukur jumlah semua elemen lemak jaringan lunak, namun tidak dapat membedakan jaringan adiposa, sehingga tidak dapat digunakan untuk membandingkan jumlah lemak viseral dan lemak subkutan.
CT-scan dapat membedakan jaringan adiposa dan non-adiposa, akan tetapi memiliki dampak paparan radiasi yang lebih besar. MRI juga dapat digunakan dalam menilai jaringan adiposa, namun sensitivitas lebih rendah serta cenderung membutuhkan waktu lama untuk pemeriksaan dan analisisnya.[23-25,28]
Penulisan pertama oleh: dr. Bunga Saridewi