Penatalaksanaan Obesitas
Penatalaksanaan utama pada obesitas meliputi modifikasi gaya hidup, terapi medikamentosa, dan pembedahan jika diperlukan. Selain menurunkan berat badan, dokter juga perlu mengidentifikasi dan mengatasi kondisi yang mendasari timbulnya obesitas.[4-5,23,29,37]
Modifikasi Gaya Hidup
Modifikasi gaya hidup diterapkan pada seluruh pasien dengan obesitas. Tujuan awal adalah menurunkan berat badan 5-10% dalam 6 bulan pertama. Upaya modifikasi gaya hidup meliputi pengaturan pola makan, aktivitas fisik, dan modifikasi perilaku.[4-5,23]
Pola Makan
Pengaturan pola makan pada pasien dengan obesitas dilakukan berdasarkan keadaan individu masing-masing. Secara umum dilakukan pengurangan asupan kalori harian sebesar 500 kkal untuk mencapai penurunan berat badan sebanyak 0,5 kg/minggu atau 2 kg/bulan. Pengurangan asupan kalori tersebut dihitung berdasarkan penilaian terhadap usia pasien, jenis kelamin, indeks massa tubuh (IMT), asupan kalori harian, dan pola aktivitas fisik.[29,38,39]
Pola makan disusun secara seimbang antara makronutrien dan mikronutrien sesuai angka kecukupan gizi (AKG) masing-masing individu. Untuk mengurangi asupan kalori dan meningkatkan rasa kenyang, dapat dilakukan pengurangan ukuran porsi makanan, pengurangan asupan karbohidrat, lemak, dan lemak jenuh, serta peningkatan asupan protein dan serat dari buah dan sayur.[38,39]
Terdapat beberapa jenis pola diet yang populer untuk menurunkan berat badan antara lain diet tinggi protein, diet rendah karbohidrat, diet rendah lemak, diet sangat rendah kalori dengan makanan pengganti, diet Mediteranian, dan puasa intermiten. Pemilihan jenis diet untuk obesitas harus berdasarkan keamanan, efikasi, adekuat secara nutrisi, diterima oleh budaya setempat, terjangkau, serta menjamin kepatuhan dan mempertahankan penurunan berat badan jangka panjang.[38-40]
Pola Makan yang Disarankan di Indonesia:
Pengaturan pola makan untuk pasien dengan obesitas di Indonesia menggunakan piring makan model T, yaitu:
- Konsumsi sayur 2 kali lipat dari jumlah bahan makanan sumber karbohidrat
- Konsumsi bahan makanan sumber protein sama dengan jumlah bahan makanan sumber karbohidrat
- Konsumsi sayur atau buah minimal harus sama dengan jumlah karbohidrat ditambah protein
- Minyak sebagai bahan makanan sumber lemak dapat digunakan untuk mengolah bahan makanan dengan jumlah yang dianjurkan adalah 3-4 sendok teh per hari
- Pilih makanan yang disenangi dengan tetap memperhatikan jumlah, jenis, dan jadwal[41]
Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik merupakan setiap pergerakan badan yang dihasilkan oleh otot skeletal yang membutuhkan energi. Prinsip utama aktivitas fisik pada obesitas adalah meningkatkan pengeluaran energi dan membakar lemak. Aktivitas fisik yang disarankan untuk mendapat manfaat kesehatan yaitu 150 menit/minggu untuk aktivitas fisik sedang atau 75 menit/minggu untuk aktivitas fisik berat.
Latihan fisik adalah bagian dari aktivitas fisik yang dilakukan secara terencana, terstruktur, berulang, dan memiliki tujuan. Tujuan utamanya antara lain mencapai atau mempertahankan kebugaran fisik atau kesehatan. Keduanya, aktivitas fisik dan latihan fisik, penting dalam tata laksana obesitas.[41,42]
Anjuran latihan fisik untuk obesitas mencakup 4 aspek berikut:
- Frekuensi: Latihan fisik 3-5 kali/minggu, bila kondisi telah memungkinkan dapat ditingkatkan menjadi 5-7 kali/minggu
- Intensitas: Latihan fisik dalam intensitas sedang. Tes bicara intensitas sedang yakni pasien masih dapat berbicara namun tidak dapat bernyanyi, denyut jantung dan frekuensi napas meningkat, tubuh mengeluarkan cukup keringat
- Tipe latihan: Latihan aerobik low impact seperti berenang, berjalan di kolam renang, senam aerobik, jalan cepat
Time: Disesuaikan dengan kemampuan individu, ditingkatkan bertahap hingga mencapai 150 menit/minggu sampai 300 menit/minggu[41]
Modifikasi Perilaku
Tata laksana modifikasi perilaku bertujuan untuk mengubah kebiasaan pola makan dan latihan fisik pasien. Dalam hal ini dokter membimbing pasien menuju perbaikan perilaku yang dapat dipertahankan dari waktu ke waktu. Upaya tersebut meliputi monitoring mandiri kebiasaan makan dan aktivitas fisik, manajemen stress dan menghindari kondisi yang memicu makan berlebih, memperbaiki tujuan yang tidak realistik dan kesalahpahaman tentang penurunan berat badan serta citra tubuh, dukungan dari keluarga dan teman, dan mencegah kekambuhan episode makan berlebih atau kenaikan berat badan.[17,23]
Tata laksana modifikasi perilaku mencakup ≥16 sesi selama 6 bulan awal terapi dan dilakukan oleh ahli, baik secara individu ataupun berkelompok.[5]
Medikamentosa
Secara umum indikasi pemberian terapi medikamentosa kepada pasien dengan obesitas adalah apabila IMT ≥30 kg/m2 atau IMT ≥27 kg/m2 disertai penyakit penyerta seperti diabetes, hipertensi, dislipidemia, atau Obstructive Sleep Apnea (OSA). Sedangkan untuk populasi Asia Pasifik terapi medikamentosa diindikasikan bagi pasien dengan IMT ≥25 kg/m2 atau IMT ≥23 kg/m2 disertai penyakit penyerta.[6,23,43-45]
Terapi medikamentosa dipertimbangkan untuk pasien dengan IMT tersebut yang tidak menunjukkan respon terhadap terapi modifikasi gaya hidup atau kesulitan mempertahankan target penurunan berat badan. Pemberian terapi medikamentosa tetap disertai dengan modifikasi gaya hidup. Selain itu, obat yang diberikan kepada pasien harus dihentikan atau diganti dengan jenis obat lain bila tidak tercapai penurunan berat badan >5% pada pasien tanpa diabetes atau >3% pada pasien diabetes dalam 3 bulan sejak awal pemberian obat.[23,44,45]
Food and Drug Administration (FDA) telah menyetujui beberapa jenis obat untuk diberikan jangka panjang (>12 minggu) yaitu orlistat, liraglutide 3 mg, gelesis, dan setmelanotide.[6,43]
Orlistat
Orlistat merupakan inhibitor potensial dan irreversibel enzim lipase pankreas, gaster, dan usus halus sehingga mencegah pemecahan trigliserida menjadi asam lemak. Oleh karena itu, orlistat dapat menurunkan absorpsi lemak dari makanan sampai 30%. Selain itu, orlistat juga menurunkan kadar kolesterol total, LDL, trigliserida, dan apolipoprotein B, memperlambat terjadinya diabetes, memperbaiki pengaturan gula darah pada pasien diabetes, serta secara signifikan menurunkan tekanan darah sistolik dan diastolik.
Orlistat diperbolehkan diberikan kepada dewasa dan anak ≥12 tahun. Dosis orlistat yaitu 120 mg diberikan 3 kali sehari bersama dengan makanan. Efek samping yang mungkin muncul antara lain steatorrhoea, inkontinensia feses, bercak berminyak, buang angin disertai sekret, kram perut, defisiensi vitamin larut lemak, dan pembentukan batu ginjal kalsium oksalat.[23,43,44,46]
Liraglutide 3 mg
Liraglutide hampir identik dengan GLP-1 manusia, namun dengan waktu kerja lebih panjang. Liraglutide bekerja pada reseptor GLP-1 di hipotalamus dan secara langsung menstimulasi neuron POMC/CART dan secara tidak langsung menghambat neuropeptida Y sehinga menurunkan nafsu makan dan memicu penurunan berat badan. Secara perifer liraglutide memperlambat pengosongan lambung dan mengatur keseimbangan antara insulin dan glukagon.[44]
Efek samping utama obat ini adalah gejala gastrointestinal seperti mual, diare, konstipasi, muntah, dan nyeri perut. Pemberian liraglutide tidak direkomendasikan pada usia di atas 75 tahun dan wanita hamil.[43,44]
Selain liraglutide, obat golongan GLP-1 lain berupa semaglutide juga dapat menurunkan berat badan pasien obesitas.
Gelesis100
Gelesis100 merupakan matriks hidrogel yang terdiri dari selulosa yang berikatan silang dengan asam sitrat. Ketika dikonsumsi bersama makanan, kapsul hancur di dalam lambung dan partikel-partikel hidrogel terlepas. Partikel tersebut bercampur dengan makanan membentuk volume lebih besar dengan elastisitas dan viskositas tinggi di dalam lambung dan usus halus sehingga memicu rasa kenyang. Satu dosis gelesis100 adalah 3 kapsul (2,25 g/dosis) yang dikonsumsi dengan 500 ml air 20-30 menit sebelum makan siang dan malam.
Efek samping yang umum terjadi yaitu distensi abdomen, gerakan usus jarang, ataupun dispepsia. Pemberian gelesis100 harus hati-hati pada pasien dengan riwayat ulkus peptikum atau heartburn. Selain itu, sebaiknya dihindari pemberiannya pada pasien dengan riwayat abnormalitas esofagus, suspek striktur saluran cerna, ataupun pembedahan saluran gastrointestinal yang mempengaruhi motilitas. Gelesis100 dikontraindikasikan bagi wanita hamil dan pasien yang alergi terhadap selulosa, asam sitrat, gelatin, titanium oksida, dan sodium stearyl fumarate.[43,47]
Setmelanotide
Akhir tahun 2020 FDA menyetujui selmelanotide, suatu agonis reseptor MC4 sintetis, untuk digunakan sebagai terapi medikamentosa obesitas monogenik yang disebabkan defisiensi POMC, PCSK1, atau reseptor leptin pada pasien usia ≥ 6 tahun. Setmelanotide diberikan secara injeksi subkutan 1 kali sehari dengan dosis awal 2 mg/hari pada usia ≥12 tahun dan 1 mg/hari pada usia 6 sampai kurang dari 12 tahun. Dosis dititrasi hingga mencapai maksimal 3 mg/hari.[6,43,44]
Efek samping yang dilaporkan antara lain timbul reaksi pada tempat injeksi, mual, muntah, dan hiperpigmentasi.[43-44]
Pengobatan pada Pasien Obesitas dengan Diabetes Mellitus Tipe 2
Pada pasien obesitas dengan diabetes mellitus tipe 2 disarankan untuk menggunakan obat antidiabetik yang memiliki efek tambahan untuk meningkatkan penurunan berat badan seperti analog glucagon-like peptide-1 (GLP-1) atau sodium-glucose-linked transporter-2 (SGLT-2) inhibitor, sebagai pendamping terapi lini pertama untuk diabetes mellitus tipe 2 dan obesitas yaitu metformin.
Pasien yang memerlukan terapi insulin disarankan diterapi dengan setidaknya 1 dari obat berikut: metformin, pramlintide, atau agonis GLP-1 untuk mengurangi kenaikan berat badan terkait insulin. Insulin lini pertama untuk pasien jenis ini haruslah insulin basal. Kombinasi ini lebih baik daripada menggunakan insulin saja atau insulin dengan sulfonilurea.[23,43-46]
Pengobatan Hipertensi pada Pasien Obesitas dengan Diabetes Mellitus Tipe II
Terapi lini pertama untuk mengobati hipertensi pada pasien obesitas dengan diabetes mellitus tipe 2 adalah obat golongan angiotensin-converting enzyme (ACE) inhibitor, angiotensin receptor blockers (ARB), dan calcium channel blockers.[23,43-46]
Pembedahan
Terapi pembedahan merupakan pilihan terapi yang paling efektif untuk obesitas dengan penyakit penyerta. Indikasi dilakukannya terapi pembedahan yaitu:
- Usia 18-60 tahun
- IMT ≥40 kg/m2 atau ≥35 kg/m2 untuk populasi Asia
- IMT ≥35 kg/m2 atau ≥30 kg/m2 untuk populasi Asia dengan penyakit penyerta seperti gangguan metabolik, penyakit kardiorespirasi, penyakit sendi berat, dan gangguan psikologis berat terkait obesitas
- IMT ≥30 kg/m2 atau ≥27,5 kg/m2 untuk populasi Asia dengan diabetes mellitus tipe 2[45,48]
Sedangkan kontraindikasi terapi pembedahan antara lain:
- Gangguan psikotik tidak stabil
Depresi berat atau gangguan kepribadian
Penyalahgunaan alkohol atau obat dan zat lainnya
- Adanya penyakit yang mengancam jiwa dalam jangka pendek
- Pasien tidak mampu merawat diri sendiri
- Diabetes sekunder dan diabetes mellitus tipe 2 dengan antibodi positif (anti-GAD atau ICA) atau memiliki kadar c-peptida kurang dari 1 ng/ml atau tidak berespon terhadap terapi diet[48]
Khusus pada anak dan remaja juga diperhatikan tingkat maturitas tulang (≥ 13 tahun pada wanita dan ≥15 tahun pada pria). Di antara tindakan pembedahan yang sering dilakukan pada obesitas antara lain laparoscopic adjustable gastric banding (LAGB), Roux-en-Y gastric bypass (RYGB), dan sleeve gastrectomy (SG).
Pemantauan pasca bedah setidaknya dilakukan minimal selama 2 tahun untuk memantau asupan nutrisi dan defisiensi mineral, komorbiditas, pengobatan, aktivitas fisik, dukungan psikologis, informasi tentang kelompok profesional atau dukungan sebaya.[23,45,48]
Untuk pasien yang tidak dapat menjalani prosedur bedah tetapi juga tidak berhasil merespons terapi konservatif, pemasangan balon intragastrik dapat dipertimbangkan sebagai alternatif.
Penulisan pertama oleh: dr. Bunga Saridewi