Pendahuluan Thalassemia
Thalassemia adalah hemoglobinopati yang diturunkan secara autosomal resesif. Thalassemia terjadi akibat defek pada gen pembentuk rantai globin α dan β yang diperlukan untuk membentuk hemoglobin. Hal ini menyebabkan ketidakseimbangan rantai globin α dan β, sehingga pembentukan hemoglobin menjadi terganggu.
Secara garis besar, thalassemia dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu thalassemia alfa dan beta. Thalassemia alfa yang ditandai dengan insufisiensi atau absennya produksi rantai globin α, lebih lanjut dibagi menjadi thalassemia trait, HbH, dan bentuk berat yang menyebabkan hidrops fetalis. Thalassemia beta ditandai dengan insufisiensi atau absennya produksi rantai globin β. Terdapat 3 bentuk thalassemia beta, yaitu thalassemia beta transfusion-dependent (disebut juga thalassemia beta mayor atau Cooley's anemia), non-transfusion dependent (disebut juga thalassemia beta intermedia) dan thalassemia beta minor (disebut juga thalassemia beta trait). Penggunaan terminologi telah bergeser dari "mayor, intermedia, minor" menjadi transfusion-dependent atau non-transfusion-dependent.[1-3]
Diagnosis pasti thalassemia yaitu melalui pemeriksaan genetik, namun diagnosis thalassemia dapat diarahkan melalui serangkaian anamnesis, pemeriksaan fisik, yang ditunjang dengan pemeriksaan laboratorium. Manifestasi klinis thalassemia antara lain anemia kronis, sklera kuning, pembesaran perut, gangguan tumbuh kembang, pubertas terhambat, riwayat transfusi darah rutin, dan terdapat riwayat thalassemia pada keluarga.[1,2]
Pada pemeriksaan fisik dapat dijumpai facies Cooley yang ditandai oleh hipertrofi maksila, dahi menonjol, jarak kedua mata melebar, mata menyipit, dan maloklusi gigi. Temuan lain mencakup sklera ikterik, hepatosplenomegali, gizi kurang, dan hiperpigementasi kulit.
Pada pemeriksaan laboratorium darah akan didapatkan anemia dengan kadar mean corpuscular volume (MCV) rendah. Pada gambaran apusan darah tepi didapatkan mikrositik hipokrom, anisositosis, poikilositosis, basophilic stippling, sel target, dan eritrosit berinti.[1,3,4]
Tata laksana thalassemia tergantung pada jenis thalassemia yang dialami pasien. Tata laksana umum pada pasien thalassemia antara lain transfusi darah, kelasi besi, splenektomi, hingga transplantasi sel hematopoetik. Transfusi darah diindikasikan bila kadar Hb < 7 g/dl yang diperiksa dua kali dengan minimal jarak antar pemeriksaan yaitu 2 minggu; atau kadar Hb>7 g/dl yang disertai manifestasi klinis gagal tumbuh dan deformitas tulang.
Terapi kelasi besi bertujuan untuk mencegah komplikasi berupa hemosiderosis akibat pemberian transfusi darah rutin. Pilihan terapi kelasi besi yaitu deferoxamine (DFO), deferiprone (DFP), dan deferasirox (DFX). Terapi transplantasi sel hematopoetik dapat memberikan tingkat kesembuhan hingga sebesar 90%.[1-4]
Luspatercept merupakan satu-satunya obat yang sudah disetujui FDA untuk digunakan pada pasien thalassemia beta mayor atau transfusion-dependent. Obat ini telah dikaitkan dengan penurunan signifikan kebutuhan transfusi darah. Meski demikian, perlu dilakukan tes kehamilan sebelum penggunaan pada wanita usia subur karena luspatercept dikontraindikasikan pada ibu hamil.[18-21]
Penulisan pertama oleh: dr. Michael Susanto