Epidemiologi Trombositopenia
Epidemiologi khusus kondisi trombositopenia tidak ditemukan. Kondisi ini sering dilaporkan pada penyakit kritis, seperti systemic inflammation responses syndrome (SIRS), sepsis, autoimun, kanker, serta pasca operasi. Di Indonesia, trombositopenia sering ditemukan pada infeksi demam berdarah dan malaria.[2,6]
Global
Penelitian yang dilakukan oleh Institute of Clinical Medicine Denmark tahun 2018 menunjukkan bahwa prevalensi pasien trombositopenia yang dirawat inap di bangsal interna adalah 6,8% dengan persentase trombositopenia ringan, sedang dan berat masing-masing adalah 5,04%, 1,76%, dan 0,5%. Penelitian ini juga menunjukkan prevalensi trombositopenia meningkat seiring bertambahnya usia, dan lebih banyak terjadi pada laki-laki.[23]
Studi di China oleh Lu et al, yang melibatkan pasien diabetes mellitus dan penyakit kardiovaskular, melaporkan prevalensi trombositopenia sebesar 16,6%, dengan prevalensi pada pria sebesar 18,97%, lebih tinggi daripada wanita yaitu 14,3%.[24]
Katiyar et al melakukan penelitian dengan melibatkan 218 pasien dewasa (usia >18 tahun) yang memiliki gejala klinis demam dengan trombositopenia. Penelitian ini menunjukkan bahwa demam dengue merupakan penyebab tersering terjadinya trombositopenia (58,71%), diikuti oleh malaria P. falciparum (8,71%) dan malaria P. vivax (6,88%). Dilaporkan juga bahwa 24,31% pasien mengalami manifestasi perdarahan, yaitu petechiae/purpura dan hematuria sebesar.[14,23,24]
Sebuah studi kohort melibatkan neonatus yang dirawat di neonatal intensive care unit (NICU). Studi ini menunjukkan bahwa trombositopenia berat dapat terjadi pada kondisi sepsis neonatorum.[25]
Indonesia
Data epidemiologi trombositopenia secara umum di Indonesia masih terbatas. ndonesia merupakan negara endemis malaria dan demam dengue, di mana kasus trombositopenia sering ditemui, sehingga klinisi harus menelusuri dan menilai kemungkinan penyebab trombositopenia akibat infeksi.[3,26]
Mortalitas
Trombositopenia dapat tidak berbahaya (seperti trombositopenia gestasional), hingga kasus berat yang dapat mengancam jiwa (seperti heparin-induced thrombocytopenia) dengan mortalitas sekitar 20%.
Di Indonesia, penyebab trombositopenia paling sering adalah demam dengue dan malaria. Menurut data Kementerian Kesehatan tahun 2019, malaria termasuk dalam penyakit yang menyebabkan mortalitas tertinggi pada balita. Sementara, mortalitas demam dengue tahun 2020 pada kelompok usia 5‒14 tahun sebesar 34,13 % dan usia >44 tahun sebesar 11,11 %.[27-29]
Penelitian tahun 2020 di Wuhan (Cina) melaporkan bahwa 20,7% dari 1.476 pasien COVID-19 yang dirawat inap mengalami trombositopenia. penelitian ini menunjukkan bahwa semakin rendah jumlah trombosit semakin tinggi tingkat mortalitasnya.[30]
Direvisi oleh: dr. Hudiyati Agustini