Pendahuluan Syok Kardiogenik
Syok kardiogenik adalah sindrom hemodinamik yang disebabkan karena gangguan jantung, sehingga сardiac output (CO) turun dan menyebabkan hipoperfusi jaringan. Keadaan ini seringkali berujung pada kegagalan organ multipel dan kematian. Angka hospital mortality rate atau pasien yang meninggal di rumah sakit akibat syok kardiogenik mencapai 50%.[1,2]
Syok kardiogenik disebabkan oleh gangguan fungsi miokardium yang menyebabkan penurunan curah jantung, hipoperfusi end-organ, dan hipoksia. Manifestasi klinis ditandai dengan hipotensi refrakter dengan resusitasi cairan dan hipoperfusi end-organ yang memerlukan intervensi farmakologi maupun mekanik. Etiologi syok kardiogenik yang paling banyak ditemukan adalah infark miokard akut, dengan persentase 81%.[2]
Penilaian objektif parameter hemodinamik, seperti penurunan indeks kardio dan pulmonary capillary wedge pressure (PCWP) sangat membantu dalam menegakan diagnosis dan menentukan fungsi ventrikel kanan pada syok kardiogenik.[3]
Diagnosis syok kardiogenik didapat melalui tanda klinis hipoperfusi, seperti keringat dingin pada ekstremitas, oliguria, penurunan kesadaran, dizziness, dan narrow pulse pressure. Peningkatan enzim jantung, seperti CK-CKMB dan troponin dapat membantu diagnosis. Selain itu, manifestasi biokimia dari hipoperfusi, seperti peningkatan serum kreatinin, asidosis metabolik, dan peningkatan serum laktat, dapat dilakukan untuk identifikasi hipoksia jaringan dan gangguan metabolisme seluler.[4]
Hipoperfusi tidak selalu ditandai dengan hipotensi, karena tekanan darah dapat terkompensasi oleh vasokonstriksi, dengan/tanpa agen vasopresor, walaupun terdapat gangguan oksigenasi dan perfusi jaringan.[4]
Pemeriksaan utama untuk syok kardiogenik pada keadaan gawat darurat adalah elektrokardiografi (EKG), selanjutnya dapat dilakukan pemeriksaan echocardiography, dan terakhir dapat dilakukan kateterisasi jantung. Sebenarnya, pemeriksaan gold standard untuk menilai fungsi jantung yang merupakan inti diagnosis syok kardiogenik adalah echocardiography, namun tidak semua rumah sakit di Indonesia memiliki alat tersebut, sehingga alternatifnya adalah EKG 12 lead yang lebih accessible.[4]
Tatalaksana syok kardiogenik sebaiknya dilakukan di fasilitas kesehatan tersier spesialistik jantung. Resusitasi cairan hanya dilakukan untuk menjaga euvolemia, namun perlu diperhatikan pada pasien yang edema paru.[5]
Penatalaksanaan farmakologis seperti vasopresor, seperti epinefrin, dan inotropik, seperti dobutamin dan dopamin, serta antiplatelet seperti aspirin dan clopidogrel diberikan sesuai indikasi untuk mempertahankan tekanan darah dan CO. Reperfusi koroner adalah tatalaksana utama pada syok kardiogenik yang disebabkan oleh miokard infark akut.[5]
Penulisan pertama oleh: dr. Yenna Tasia