Patofisiologi Down Syndrome
Patofisiologi Down syndrome melibatkan defek genetik berupa trisomi 21. Hal ini dapat terjadi karena kesalahan dalam proses yang mereplikasi dan kemudian membagi pasangan kromosom selama pembelahan sel, mengakibatkan pewarisan salinan ekstra penuh atau sebagian kromosom 21.[3,10,11]
Pembelahan Kromosom Normal
Kromosom adalah molekul DNA (deoxyribonucleic acid) yang berisi informasi genetik untuk suatu organisme. Gen merupakan unit informasi yang dikodekan dalam DNA. Sel manusia normal memiliki 46 kromosom yang disusun menjadi 23 pasang yang terdiri dari 22 pasang kromosom autosomal, dan pasangan yang ke-23 adalah kromosom selX (XX bila wanita atau XY bila pria).[10,12]
Siklus pembelahan sel pada manusia terdiri dari interfase dan miosis serta mitosis. Interfase dibagi lagi menjadi Growth 1 (G1), Synthesis (S), dan Growth 2 (G2). Dalam fase G sel tubuh memproduksi berbagai macam protein dan selama fase S terjadi replikasi DNA sehingga setiap kromosom mengandung dua sister chromatids (c) yang identik. Selanjutnya fase mitosis dan miosis.
Mitosis merupakan proses sel somatik membelah menjadi sel anak identik yang memfasilitasi pertumbuhan, perbaikan, dan respons organisme terhadap lingkungan yang berubah. Meiosis merupakan bentuk pembelahan sel yang berbeda yang terdiri dari setengah dari jumlah kromosom sel induk. Kesalahan pembelahan sel pada Down syndrome paling sering terjadi pada saat proses miosis. Kesalahan dapat berupa sel gagal membelah (nondisjungsi).[12-14]
Pembelahan Kromosom pada Down Syndrome
Terdapat banyak kesalahan yang dapat terjadi selama proses pembelahan sel. Kesalahan-kesalahan ini dapat menyebabkan kromosom kehilangan satu kromosom (monosomi) atau memiliki lebih dari dua kromosom (trisomi). Pada Down syndrome, terjadi kelebihan sebagian atau seluruh kromosom 21.
Berdasarkan jumlah dan struktur kromosom, Down syndrome dibagi menjadi 3 jenis yakni tipe trisomi 21 klasik, tipe translokasi Robertsonian, dan tipe mosaik.[1,2,10]
Trisomi 21 Klasik
Trisomi 21 klasik memiliki kariotipe 47,XX+21 pada wanita dan 47,XY+21 pada pria. Tipe ini terjadi karena kegagalan kromosom 21 untuk berpisah (nondisjunction) selama gametogenesis sehingga menghasilkan kromosom ekstra di semua sel tubuh. Adanya kelebihan tersebut menyebabkan ekspresi berlebih dari gen yang terlibat. Trisomi 21 terjadi pada 95% kasus Down syndrome.[1,2,10]
Translokasi Robertsonian
Translokasi Robertsonian terjadi ketika lengan panjang kromosom 21 menempel pada kromosom lain, biasanya kromosom 14 (45, XX,t(14;21q)), atau pada kromosom 21 sendiri dan disebut iso kromosom (45, XX, t(21q,21q)). Kondisi ini dapat terjadi de novo atau diturunkan oleh salah satu orang tua. Translokasi biasanya dari tipe fusi sentris.
Ada penataan ulang materi genetik sehingga beberapa dari kromosom 14 digantikan oleh kromosom 21 tambahan (ekstra) sehingga terjadi triplikasi dari kromosom 21. Triplikasi yang terjadi pada kromosom 21 bukan seluruh kromosom disebut dengan trisomi 21 parsial. Pola trisomi 21 yang berasal dari translokasi Robertsonian ini terjadi pada 4% kasus Down syndrome.[1,2,10]
Mosaik
Tipe Mosaik (47, XY, +21/46,XY) terjadi akibat zigot trisomik dengan hilangnya satu kromosom secara mitosis. Sebagai akibatnya, dua garis sel ditemukan. Pada bentuk ini, terdapat sel yang mengandung kromosom ekstra dan ada yang tidak. Semakin sedikit sel yang terpengaruh, semakin kecil derajat gangguan yang ditimbulkan. Tipe mosaik terjadi pada sebanyak 1% dari kasus Down syndrome.[1,2,10]
Mekanisme Kerja Gen pada Down Syndrome
Ada beberapa hipotesis dalam patogenesis molekular Down syndrome yakni efek dosis gen (gene-dosage effect), instabilitas perkembangan yang diperkuat (amplified developmental instability), dan critical region.[2,3,10]
Efek Dosis Gen HSA21
Kelebihan kromosom 21 menyebabkan ekspresi gen 1,5 kali lipat akibat efek dosis gen. Overproduksi protein tertentu yang dikode oleh gen-gen pada kromosom ekstra 21 mengganggu keseimbangan biokimia dan fungsi selular yang penting untuk perkembangan dan fungsi organ. Fenotipe pasien Down syndrome diduga merupakan hasil langsung dari efek dosis gen ini.
Pada kasus penyakit jantung bawaan pada Down syndrome, didapatkan overekspresi gen DSCAM (Down syndrome cell adhesion molecule) dan COL6A2 (collagen type VI alpha 2 chain) yang berkorelasi dengan kejadian defek septum atrial. Pasien Down syndrome yang mengalami leukemia menunjukkan kelainan pada gen hematopoietik GATA1. Gen-gen lain yang berkaitan dengan patogenesis Down syndrome adalah DOPEY dan DYRK1A (proses pembelajaran dan memori), TTC3 dan PREP1 (perkembangan neurologis), serta amyloid beta precursor protein (APP).[2,3,10]
Ketidakstabilan Perkembangan Kromosom
Ketidakstabilan perkembangan kromosom terjadi karena ekspresi gen ekstra HSA21 menghasilkan gangguan homeostasis biologis.[2,3,10]
Down Syndrome Critical Region (DSCR)
Down syndrome critical region (DSCR) terdapat pada wilayah 21q22.1-q22.3, gen-gen yang terdapat pada DSCR bertanggung jawab terhadap terjadinya penyakit jantung bawaan. Ekstra gen pada bagian proksimal 21q22.3 memberikan fenotip fisik yang khas, serta meliputi gangguan intelektual.
Pada wilayah 21q22.1-q22.2 ditemukan gen-gen yang dikelompokan menjadi DSCR1 dan DSCR2. DSCR1 diekspresikan pada sel otak dan jantung, sehingga berhubungan dengan disabilitas intelektual dan defek jantung. DSCR2 lebih banyak diekspresikan pada semua jaringan dan sel yang berproliferasi, seperti jaringan fetus, testis, dan sel kanker.[2,3,10]
Penulisan pertama oleh: dr. Saphira Evani