Diagnosis Penyakit Ginjal Kronis
Diagnosis penyakit ginjal kronis didasarkan pada penurunan laju filtrasi glomerulus dan penanda kerusakan ginjal. Pasien dengan penyakit ginjal kronis pada stadium awal seringkali asimtomatik. Sebagian besar kasus penyakit ginjal kronis didiagnosis saat pasien sudah berada dalam stadium lanjut. Skrining dengan pemeriksaan laboratorium darah dan urinalisis dapat membantu deteksi dini dan diagnosis penyakit ginjal kronis.[1-3]
Anamnesis
Pada banyak kasus, pasien penyakit ginjal kronis tahap awal tidak memiliki keluhan sehingga diagnosis menjadi terlambat dan kerusakan ginjal yang terjadi sudah signifikan. Pasien mungkin merasakan keluhan sesak, letargi, serta keluhan pada sistem gastrointestinal seperti mual, muntah, kehilangan nafsu makan, serta diare.
Keluhan pada sistem integumen seperti pruritus juga sering terjadi pada pasien dengan penyakit ginjal kronis. Selain itu, keluhan pembengkakan pada daerah perut, kaki, maupun wajah dapat ditemukan pada pasien dengan penyakit ginjal kronis.[1-3]
Manifestasi klinis lain bervariasi, tergantung pada penyakit yang mendasari. Oleh karena itu perlu ditanyakan riwayat penyakit dahulu yang berpotensi menyebabkan penyakit ginjal kronis, misalnya hipertensi dan diabetes. Perlu juga untuk melakukan evaluasi pada indeks massa tubuh, gaya hidup, usia, dan riwayat penyakit keluarga.[16,20]
Tanyakan juga keluhan yang berhubungan dengan sindrom uremia seperti sesak, lemah, letargi, anoreksia, mual, neuropati, pruritus, uremic frost, kejang, dan penurunan kesadaran. Pasien juga mungkin mengalami keluhan kelebihan cairan atau volume overload pada daerah perut, kaki, maupun wajah. Keluhan pada traktus urinarius, seperti nokturia dan frekuensi buang air kecil menurun, juga bisa terjadi.[20,25,26]
Manifestasi Uremik
Kadar ureum yang tinggi pada pasien dapat menimbulkan manifestasi pada berbagai sistem organ.
- Gastrointestinal: anoreksia, mual, muntah dan diare
- Kulit: xerosis kutis, pruritus, ekimosis
- Kardiologi: perikarditis
- Neurologi: ensefalopati, neuropati perifer, restless leg syndrome
- Hematologi: gangguan platelet
- Reproduksi: disfungsi ereksi, penurunan libido, amenorrhea
- Manifestasi umum: kelelahan, malnutrisi, gangguan pertumbuhan.[20,25,26]
Manifestasi Asidosis Metabolik
Asidosis metabolik akibat penyakit ginjal kronis dapat menimbulkan manifestasi berupa malnutrisi energi protein, penurunan massa otot, dan kelemahan otot.[20,25,26]
Gangguan Transpor Air dan Garam
Gangguan transpor air dan garam akan bermanifestasi sebagai edema perifer, edema paru, hipertensi, dan anemia. Pada penyakit ginjal kronis, gejala anemia harus diwaspadai, berupa lemas dan mudah lelah.[20,25,26]
Pemeriksaan Fisik
Tidak terdapat temuan fisik yang khas ataupun pola temuan yang dapat mengidentifikasi pasien dengan penyakit ginjal kronis pada stadium awal.
Uremic Frost
Pasien penyakit ginjal dengan stadium lanjut biasanya menunjukkan kelainan pada kulit yang dikenal dengan uremic frost yaitu kristal urea kecil berwarna kuning-putih yang menumpuk di kulit yang menghasilkan tampilan beku terutama saat keringat menguap.[20,25]
Temuan Klinis Sistemik
Pemeriksaan fisik pada pasien penyakit ginjal kronis harus dilakukan secara menyeluruh pada semua tinjauan sistem. Pemeriksaan kondisi umum dan tanda-tanda vital juga harus tetap dilakukan. Pemeriksaan fisik yang cermat sangat penting untuk dilakukan, karena dapat mengungkapkan manifestasi klinis dari penyakit yang mendasari terutama diabetes, hipertensi, lupus, dan penyakit vaskuler lainnya.[25,26]
Namun, kurangnya temuan pada pemeriksaan fisik tidak menyingkirkan adanya kemungkinan pasien menderita penyakit ginjal kronis. Faktanya, penyakit ginjal kronis seringkali tidak terlihat secara klinis. Tabel berikut menjelaskan manifestasi klinis sistemik pada penyakit ginjal kronis.[20,25]
Tabel 1. Manifestasi Klinis Sistemik pada Penyakit Ginjal Kronis
Tinjauan Sistem | Temuan Klinis |
Integumen | Kulit tampak pucat, likenifikasi dan ekskoriasi pada kulit akibat pruritus, kulit tampak kering, dan hiperpigmentasi pada kulit |
Kardiopulmonal | Peningkatan pada laju respirasi, retraksi pada sela iga, ronkhi pada auskultasi toraks, murmur, aritmia, dan edema perifer |
Renal | Poliuria, oliguria, nokturia, urin yang berbusa yang dapat mengindikasikan adanya proteinuria, hematuria |
Muskuloskeletal | Myalgia (terutama pada malam hari), kontraktur pada otot, diabetic foot (sering dijumpai pada pasien penyakit ginjal kronis dengan diabetes mellitus). |
Neurologi | Defisit kognitif, kejang, penurunan kesadaran, koma |
Gastrointestinal | Gangguan pengecapan, bau uremik pada napas (uremic odor). |
Sumber: dr.Eva Naomi, Alomedika, 2023.[20,26]
Diagnosis Banding
Diagnosis banding penyakit ginjal kronis tergantung dari usia pasien, onset, faktor risiko, penyakit yang mendasari, laju filtrasi glomerulus, kadar serum ureum dan kreatinin, serta urine output. Beberapa penyakit yang perlu dipertimbangkan saat menegakkan diagnosis penyakit ginjal kronis adalah Acute Kidney Injury (gagal ginjal akut), stenosis arteri renalis, dan nefropati diabetik.[20,27-29]
Acute Kidney Injury
Acute kidney injury (gagal ginjal akut) adalah sindrom klinis yang dimanifestasikan oleh penurunan fungsi ginjal yang progresif dan tiba-tiba, yang menimbulkan disregulasi elektrolit dan volume tubuh, serta retensi nitrogen. Diagnosis acute kidney injury dapat ditegakkan melalui perubahan pada kadar kreatinin serum dan urine output.
Peningkatan kreatinin serum ≥0,3 mg/dL dalam waktu 48 jam atau peningkatan kreatinin serum ≥ 1,5 kali dari baseline yang diketahui atau diduga terjadi dalam tujuh hari sebelumnya, dengan urine output < 0,5 mL/kg/jam selama enam jam dapat menegakkan adanya gagal ginjal akut.[20,27]
Stenosis Arteri Renalis
Stenosis arteri renalis merupakan penyakit lesi vaskular yang menyebabkan vasokonstriksi pada arteri renalis sehingga terjadi penurunan hemodinamik ke ginjal yang nantinya menyebabkan insufisiensi ginjal. Etiologi umum dari stenosis arteri renalis adalah aterosklerosis dan displasia fibromuskular.Terdapat peningkatan kadar serum kreatinin pada pemeriksaan laboratorium dan proteinuria derajat minimal hingga sedang pada penyakit stenosis arteri renalis.[20,28]
Nefropati Diabetik
Nefropati diabetik merupakan penyakit kelainan pada ginjal yang disebabkan oleh diabetes mellitus. Pasien dengan nefropati diabetik memiliki penurunan laju filtrasi glomerulus yang progresif dan peningkatan tekanan darah arteri. Albuminuria persisten juga dapat ditemukan setidaknya 2 kali dalam selang waktu 3-6 bulan dengan kadar >300 mg/hari atau >200 µg/menit.[20,29]
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada penyakit ginjal kronis dilakukan untuk menegakkan diagnosis dan menyingkirkan diagnosis banding. Beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan radiologis, dan pemeriksaan histopatologi ginjal.[20,25,30]
Pemeriksaan Laboratorium
Parameter yang perlu diperiksa untuk menegakkan diagnosis penyakit ginjal kronis adalah kadar serum ureum dan kreatinin. Serum kreatinin akan digunakan untuk perhitungan laju filtrasi glomerulus (GFR) yang dihitung dengan mempergunakan rumus Kockcroft-Gault sebagai berikut:
Pemeriksaan kadar kreatinin saja tidak dapat memperkirakan fungsi ginjal, dibutuhkan juga pemeriksaan parameter biokimiawi. Hasil pemeriksaan parameter biokimiawi pada penyakit ginjal kronis mengalami kelainan seperti ketidakseimbangan elektrolit, asidosis metabolik, peningkatan kadar asam urat, dan penurunan kadar hemoglobin.[20,31,32]
Pemeriksaan urinalisis pada pasien penyakit ginjal kronis menunjukkan adanya proteinuria, hematuria, leukosuria, cast, dan isostenuria. Tabel di bawah ini mendeskripsikan pemeriksaan laboratorium untuk membantu diagnosis penyakit ginjal kronis.[26,32]
Tabel 2. Pemeriksaan Laboratorium dan Novel Biomarkers untuk Diagnosis Penyakit Ginjal Kronis
Parameter Laboratorium | Aplikasi | Keterangan |
Rasio Albumin/Kreatinin | Lini pertama deteksi penyakit ginjal kronis. Dinilai dalam sampel urin pagi hari | Ringan: <30 mg/g |
Sedang: 30-300 mg/g | ||
Berat: >300 mg/g | ||
Proteinuria | Indikasi pada cedera ginjal pada laju filtrasi ginjal (GFR) berapapun. | Kadar protein urin melebihi 300 mg dianggap signifikan secara klinis |
Serum Kreatinin | Tidak memiliki nilai prediktif saat diperiksa sebagai parameter tunggal | Digunakan dengan penilaian serum elektrolit, profil lipid dengan puasa, HbA1C, dan rasio albumin/kreatinin |
Urinalisis dan pemeriksaan urin mikroskopik | Pemeriksaan tambahan untuk diagnosis dan dapat menjadi indikasi disfungsi ginjal. | Dinilai dalam sampel urin pagi hari. |
Sumber: dr. Eva Naomi, Alomedika, 2023.[32]
Novel Biomarker
Beberapa novel biomarkers yang ditemukan di urin maupun serum plasma dapat digunakan untuk mendeteksi kelainan fungsi ginjal dan membantu menegakkan diagnosis penyakit ginjal kronis.
Serum Cystatin C digunakan untuk memperkirakan GFR pada pasien dengan penyakit ginjal struktural atau dengan faktor risiko yang diketahui. Pemeriksaan ini dapat digunakan sebagai tes konfirmasi tambahan. Pemeriksaan ini tidak dapat diandalkan pada pasien dengan indeks massa tubuh tinggi, kelainan tiroid, cedera ginjal akut, atau kondisi inflamasi sistemik.
Peningkatan konsentrasi homocysteine menunjukkan berkurangnya GFR. Nilai prediktif yang tinggi harus disesuaikan dengan usia, riwayat merokok, indeks massa tubuh, dan GFR.
Peningkatan kadar Asymmetric Dimethylarginine (ADMA)menunjukkan penurunan fungsi ginjal. Peningkatan kadar ADMA berkorelasi dengan kerusakan ginjal yang lebih agresif yang menyebabkan hipertensi glomerulus, kerusakan endotel, penuaan sel, dan pembentukan kristal garam.
Penurunan uromodulin berkorelasi dengan menurun jumlah nefron yang berfungsi.Pasien penyakit ginjal kronis dengan fibrosis interstitial ginjal atau atrofi tubular akan mengalami penurunan kadar uromodulin.[32]
Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologi dengan rontgen abdomen dapat membantu menegakkan diagnosis penyakit ginjal kronis dengan mengetahui faktor risiko seperti adanya nefrolitiasis dengan gambaran batu radio-opak. Selain itu, ultrasonografi ginjal juga dapat menegakkan diagnosis penyakit ginjal kronis dengan gambaran ukuran ginjal yang mengecil, korteks yang menipis, adanya hidronefrosis, massa, kista, atau kalsifikasi.[20,26,30]
Pemeriksaan Histopatologi Ginjal
Pemeriksaan histopatologi ginjal dilakukan melalui proses biopsi ginjal dengan syarat ukuran ginjal pasien masih mendekati normal dan diagnosis secara non-invasif tidak dapat ditegakkan. Kontraindikasi dari biopsi ginjal adalah keadaan atau ukuran ginjal yang sudah mengecil (contracted kidney), ginjal polikistik, hipertensi yang tidak terkendali, gangguan pembekuan darah, obesitas, dan infeksi perinefrik.[26,30]
Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronis
Penyakit ginjal kronis dapat diklasifikasikan berdasarkan stadium penyakit yang dievaluasi dari GFR yang dapat dihitung dengan mempergunakan rumus Kockcroft-Gault. Tabel di bawah mendeskripsikan klasifikasi penyakit ginjal kronis berdasarkan stadium penyakit.[20,25]
Tabel 3. Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronis Berdasarkan Stadium Penyakit
Stadium | Laju Filtrasi Glomerulus (ml/menit/1.73 m2) | Keterangan |
Stadium 1 | ≥ 90 | Kerusakan ginjal dengan GFR normal atau meningkat |
Stadium 2 | 60-89 | Kerusakan ginjal dengan peningkatan GFR ringan |
Stadium 3 | 30-59 | Kerusakan ginjal dengan peningkatan GFR sedang |
Stadium 4 | 15-29 | Kerusakan ginjal dengan peningkatan GFR berat |
Stadium 5 | < 15 | Gagal ginjal |
Sumber: dr. Eva Naomi, Alomedika, 2023.[20,25]
Penulisan pertama oleh: dr. Nathania S. Sutisna
Direvisi oleh: dr. Bedry Qhinta