Patofisiologi Motion Sickness
Patofisiologi motion sickness belum diketahui pasti. Tetapi ada beberapa teori terkait patofisiologi motion sickness, yaitu sensory conflict theory, neural mismatch, dan mekanisme neurotoksin.
Otak memperkirakan gerakan berdasarkan input gabungan dari reseptor vestibular, visual, dan proprioseptif. Motion sickness kebanyakan terjadi ketika rangsangan yang diterima reseptor ini bertentangan. Hal ini menyebabkan gejala yang lebih parah ketika pasien secara pasif dipindahkan pada frekuensi gerakan tertentu. Hal ini jauh lebih jarang terjadi selama gerakan aktif seperti berjalan atau berenang.[4,5]
Sensory Conflict Theory
Saat ini, teori yang menjelaskan penyebab motion sickness secara jelas tidak ada. Tetapi teori konflik sensorik (sensory conflict theory) kontemporer, yang menjelaskan diskontinuitas antara input visual, proprioseptif, dan somatosensori, atau input kanal dan otolit semisirkular, mungkin yang paling banyak digunakan.
Menurut teori ini, ketika otak menyajikan pikiran dengan dua kondisi gerakan yang tidak sesuai, maka timbul rasa mual dan gejala disorientasi lain, yang dikenal sebagai motion sickness. Ketidaksesuaian ini dapat terjadi ketika sistem vestibular dan sistem visual tidak menghadirkan representasi tubuh dan lingkungan yang sinkron.
Menurut teori ini, penyebab mabuk perjalanan darat berkebalikan dengan penyebab mabuk perjalanan ruang. Mabuk perjalanan darat terjadi ketika seseorang merasakan secara visual bahwa lingkungannya relatif tidak bergerak, sementara sistem vestibular melaporkan bahwa tubuhnya bergerak relatif terhadap lingkungannya. Mabuk perjalanan ruang dapat terjadi ketika sistem visual merasakan bahwa sekeliling seseorang bergerak, sementara sistem vestibular melaporkan imobilitas tubuh relatif.[2]
Neural Mismatch
Variasi dari sensory conflict theory dikenal sebagai neural mismatch. Teori ini menjelaskan ketidakcocokan yang terjadi antara pengalaman sensorik yang sedang berlangsung dan memori jangka panjang antara komponen sistem vestibular dan visual. Teori ini menekankan sistem limbik dalam integrasi informasi sensorik dan memori jangka panjang dalam ekspresi gejala motion sickness, serta dampak obat-obatan dan hormon stres pada fungsi sistem limbik.[6]
Melawan Neurotoksin
Teori alternatif yang sangat berbeda adalah teori mekanisme pertahanan yang menyatakan bahwa motion sickness berfungsi sebagai mekanisme pertahanan melawan neurotoksin. Area postrema di otak bertanggung jawab untuk menginduksi muntah ketika racun terdeteksi, dan untuk menyelesaikan konflik antara penglihatan dan keseimbangan.
Ketika merasakan gerakan tetapi tidak melihatnya, telinga bagian dalam mentransmisikan ke otak bahwa ia merasakan gerakan, tetapi mata memberi tahu otak bahwa semuanya masih diam. Sebagai akibat dari ketidaksesuaian, otak menyimpulkan bahwa individu tersebut berhalusinasi dan selanjutnya menyimpulkan bahwa halusinasi itu disebabkan oleh konsumsi racun. Otak merespons dengan mendorong muntah, untuk membersihkan racun.[2]