Pendahuluan Restless Legs Syndrome
Restless Legs Syndrome (RLS) juga dikenal sebagai penyakit Willis-Ekbom merupakan suatu gangguan neurologi yang terjadi pada anggota badan sehingga menimbulkan gangguan tidur. Biasanya pasien yang mengalami gangguan ini akan mengeluhkan dorongan untuk menggerakkan kaki yang semakin memburuk saat istirahat tetapi menghilang dengan aktivitas seperti berjalan. Pasien juga umumnya mengeluhkan rasa nyeri yang biasanya timbul di malam hari yang kemudian menyebabkan kelelahan saat beraktivitas di pagi hari.
Umumnya penyakit ini banyak diderita pada kelompok usia tua dan jenis kelamin wanita. Restless legs syndrome sebagian besar berkaitan dengan defisiensi besi, kehamilan dan gangguan ginjal kronis.[1-4]
Penyebab maupun patofisiologi penyakitnya belum diketahui secara jelas. Oleh karena itu banyak kejadian salah diagnosa akibat mayoritas dokter tidak memahami penyakit ini dengan tepat.[1-3]
Penegakan diagnosa RLS pada pasien dilakukan berdasarkan gejalanya dan kriteria International RLS Study Group (IRLSSG). Restless legs syndrome secara garis besar dibagi menjadi 2 kelompok yakni RLS primer dan RLS sekunder. RLS primer bersifat idiopatik yang penyebabnya tidak diketahui hingga saat ini, umumnya RLS primer terjadi pada seseorang yang memiliki riwayat penyakit yang sama pada keluarganya. RLS sekunder umumnya terjadi pada usia lebih dari 40 tahun dan berkaitan dengan multifaktor seperti gangguan saraf, defisiensi zat besi, kehamilan dan penyakit ginjal kronik.[4-8]
Tujuan terapi restless legs syndrome (RLS) adalah untuk mengurangi atau menghilangkan gejala RLS dan meningkatkan fungsi siang hari, tidur, dan kualitas hidup. Kondisi ini dapat diobati dan umumnya merespon dengan baik terhadap terapi farmakologis. Tatalaksana non medikamentosa adalah dengan memperbaiki pola hidup seperti olah raga, makanan makanan bergizi, menghindari minum alkohol serta menghindari stres.[1-8,12,16]