Epidemiologi Amenorrhea Primer
Berdasarkan data epidemiologi, prevalensi amenorrhea primer diperkirakan kurang dari 1%. Rerata remaja putri mengalami menarke pada usia 12-13 tahun atau 2-3 tahun setelah telarke. Sebanyak 98% remaja putri akan mengalami menarke pada usia 15 tahun. Pasien yang tidak juga mengalami menarke pada usia 15 tahun perlu dievaluasi lebih lanjut.[2,4,8]
Global
Secara global, amenorrhea primer memiliki prevalensi kurang dari 1% pada populasi umum. Di Amerika Serikat, sekitar 2% remaja perempuan tidak mengalami menstruasi hingga usia 15 tahun. Insidensi agenesis Mullerian diperkirakan terjadi pada 1:4.500 hingga 5.000 wanita. Insidensi anomali uterovaginal dilaporkan terjadi pada 7% wanita.[2]
Pada penelitian yang dilakukan di Islamabad, Pakistan, pada bulan September 2016 hingga Agustus 2018 terdapat 7854 kunjungan pasien poli ginekologi, dari kunjungan tersebut prevalensi amenorrhea primer sebanyak 0,27%. Anomali Mullerian terlihat pada 10 pasien, kegagalan ovarium prematur terdiagnosis pada 7 pasien, dan penyebab hipotalamus didapat pada 3 pasien.[9]
Pada populasi khusus seperti atlet perempuan, insidensi amenorrhea primer jauh lebih tinggi. Pada atlet gimnastik, prevalensi amenorrhea primer mencapai 53,8%. Pada cabang sepak bola, prevalensi mencapai 20% sedangkan pada atlet renang prevalensi mencapai 19%.[8]
Indonesia
Belum ada data terkait prevalensi amenorrhea primer di Indonesia. Dalam sebuah studi kecil di Poliklinik Imunoendokrinologi Reproduksi Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, angka kejadian amenorrhea primer diperkirakan <0,1%. Dari 57 subjek yang dievaluasi, sebanyak 22,8% pasien amenorrhea primer berperawakan kecil, serta 56,14% pasien tidak memiliki pertumbuhan seks sekunder.[10]
Mortalitas
Amenorrhea primer tidak secara langsung meningkatkan mortalitas karena kondisi ini sendiri tidak bersifat fatal. Namun, etiologi yang mendasarinya dapat mempengaruhi morbiditas dan mortalitas pasien.
Pada sindrom Turner, pasien memiliki risiko lebih tinggi terhadap komplikasi kardiovaskular yang berpotensi meningkatkan mortalitas. Selain itu, kondisi yang menyebabkan kegagalan ovarium prematur, seperti kelainan genetik atau paparan terapi radiasi, juga dapat meningkatkan risiko osteoporosis dan penyakit kardiovaskular karena defisiensi estrogen.[3-6,11]