Pendahuluan Hipertensi Dalam Kehamilan
Hipertensi dalam kehamilan didefinisikan sebagai tekanan darah sistolik di atas 140 mmHg atau diastolik di atas 90 mmHg pada kehamilan. Hipertensi dalam kehamilan dapat berupa hipertensi kronis, preeklampsia, eklampsia, hipertensi gestasional, dan superimposed preeclampsia pada hipertensi kronis.[1-3]
Hipertensi dalam kehamilan diperkirakan terjadi pada 10% kehamilan. Hipertensi dalam kehamilan memiliki risiko yang signifikan terhadap morbiditas ibu dan janin.[1-4]
Pada ibu, hipertensi dalam kehamilan akan meningkatkan risiko komplikasi seperti stroke dan abrupsio plasenta. Sementara itu, komplikasi pada bayi yang paling sering adalah kelahiran prematur dan berat badan lahir rendah.[1-3]
Penyebab hipertensi dalam kehamilan belum diketahui dengan jelas. Terdapat teori yang menduga bahwa hipertensi kehamilan disebabkan oleh abnormalitas pada diferensiasi trofoblas saat invasi sel endotelial yang menyebabkan pertumbuhan abnormal dan remodeling dari arteri spiralis pada jaringan miometrium. Hal ini menyebabkan hipoperfusi plasenta dan iskemia.[1,2]
Hipertensi dalam kehamilan dapat dideteksi dan dikelola melalui skrining kehamilan terutama pada trimester satu dan dua. Asuhan antenatal dapat mendeteksi tanda dan gejala hipertensi dalam kehamilan lebih awal, sehingga dapat mengurangi risiko ibu dan janin.[1-3,5]
Pemantauan tekanan darah harus dilakukan secara berkala. Selain itu, pilihan terapi antihipertensi yang direkomendasikan adalah nifedipine oral atau labetalol intravena.[4,5] Wanita dengan preeklampsia yang mengalami proteinuria dan hipertensi berat atau hipertensi dengan manifestasi neurologis memerlukan magnesium sulfat (MgSO4) sebagai profilaksis kejang.[5]
Penulisan pertama oleh: dr. Yelsi Khairani