Pendahuluan Perdarahan Postpartum
Perdarahan postpartum atau postpartum hemorrhage (PPH) adalah perdarahan >500 mL dari jalan lahir pada persalinan spontan pervaginam, setelah kala III selesai atau setelah plasenta lahir. Sedangkan PPH pada persalinan sectio caesarea adalah perdarahan >1000 mL. Namun, karena sulitnya menghitung jumlah perdarahan, maka seluruh kasus dengan jumlah perdarahan yang berpotensi menyebabkan gangguan hemodinamik (hipovolemia) dapat disebut perdarahan postpartum.[1,2]
PPH dapat dibagi menjadi primer dan sekunder. PPH primer adalah perdarahan yang terjadi dalam 24 jam pertama setelah persalinan. Sedangkan, PPH sekunder adalah perdarahan yang terjadi antara 24 jam ‒ 12 minggu setelah persalinan.[2]
Secara global, penyebab utama kematian ibu adalah perdarahan, yaitu 94% dari kematian ibu. Perdarahan postpartum disebabkan oleh gangguan pada 4T (tonus, tissue, trauma, dan thrombin). Penyebab PPH yang paling sering adalah atonia uteri, diikuti dengan retensio plasenta, sisa plasenta, laserasi jalan lahir, dan gangguan pembekuan darah atau faktor koagulasi.[2-4]
Diagnosis dari perdarahan postpartum harus dilakukan secara cepat dan cermat, karena dapat berakibat kematian. Diagnosis dapat dilakukan dengan anamnesis secara singkat, pemeriksaan fisik umum maupun khusus, dan pemeriksaan penunjang sesuai indikasi.[2,4,5]
Tata laksana yang diberikan disesuaikan dengan etiologi perdarahan postpartum. Apabila disebabkan oleh gangguan pada tonus, maka diberikan terapi oksitosin, metilergometrin, hemabate (carboprost), atau misoprostol. Perdarahan akibat trauma dapat dilakukan penjahitan pada lokasi laserasi. Perdarahan karena jaringan atau retensio plasenta dapat dilakukan eksplorasi dan manual plasenta. Apabila akibat gangguan pada thrombin atau faktor koagulasi, maka dapat dilakukan transfusi. Resusitasi dapat dilakukan sesuai dengan indikasi serta kondisi ibu.[2,5]
Direvisi oleh: dr. Hudiyati Agustini