Patofisiologi Limfoma Hodgkin
Patofisiologi limfoma Hodgkin berhubungan dengan mutasi gen sel B menjadi sel Reed-Sternberg serta keterlibatan virus onkogen seperti virus Epstein-Barr (EBV).
Perjalanan penyakit limfoma hodgkin sebaiknya dibedakan dengan limfoma non hodgkin.
Mutasi Gen Sel B menjadi Sel Reed Sternberg
Sel Reed-Sternberg patognomonik untuk limfoma Hodgkin klasik. Sel Reed-Sternberg tidak membawa penanda permukaan sel B atau T, tidak seperti monosit, tidak memiliki komplemen dan reseptor Fc.
Sel Reed-Sternberg sebagian besar berasal dari mutasi sel B. Pola mutasi somatik pada rearrangement gen immunoglobulin V pada sel Reed-Sternberg menandakan bahwa sel ini berasal dari pusat germinal sel-B limfosit pra-apoptosis.[1,4,5]
Terdapat beberapa faktor yang diketahui berperan mencegah apoptosis sel Reed-Sternberg. Pertama sel Reed-Sternberg secara konsisten menunjukkan aktivitas konstitutif dari faktor transkripsi nuclear factor kappa B (NF-kB) yang menghambat induksi kematian sel.
Kedua, apoptosis dari pusat germinal sel limfosit B normal diregulasi oleh CD95 death receptor pathway. Sel Reed-Sternberg masih menunjukkan reseptor ini, tetapi beberapa sel limfoma Hodgkin resisten terhadap apoptosis yang diinduksi dari CD95 crosslinking.[1,4,5]
Ketiga, sel Reed-Sternberg mengekspresikan X-linked inhibitor of apoptosis (XIAP) dimana pada sebagian besar membran sel limfoma Hodgkin, XIAP menghambat aktivasi caspase-3 yang merupakan eksekutor apoptosis utama.[1,4,5]
Mutasi Akibat Infeksi Virus Epstein-Barr
Pada saat terjadinya infeksi primer, EBV akan masuk dalam fase laten di dalam memori sel limfosit B, sehingga EBV mampu bertahan sepanjang masa hidup sel-B limfosit. Virus Epstein-Barr kemudian mengkode produk gen Epstein–Barr nuclear antigen 1 (EBNA-1) dan latent membrane protein 1 (LMP-1) yang diduga berperan dalam proses transformasi memori sel-B limfosit.
Produk gen ini bekerja pada jalur sinyal intraseluler di mana EBNA-1 secara langsung memberikan umpan negatif pada ekspresi gen penekan tumor. Selain itu, EBNA-1 meningkatkan perkembangan tumor melalui umpan positif pada C-C motif chemokine ligand 22 (CCL22) yang kemudian mempromosikan aktivasi sel limfosit B.[2,4]
Pada saat yang bersamaan, produk gen LMP-1 meniru sinyal yang dihasilkan oleh antigen Cluster of differentiation 40 (CD40) yang bekerja untuk mengaktifkan jalur sinyal nuclear factor kappa B (NF-kB), p38, phosphoinositide 3-kinases (PI3K), activator protein 1 (AP1) dan janus kinase-signal transducer and activator of transcription (JAK-STAT) dalam mempromosikan kelangsungan hidup sel limfosit B.[2,4]
Gambar 1. Gambaran histopatologi limfoma maligna. (A) Gambaran karsinoma berdiferensiasi buruk; (B) Pewarnaan H&E menunjukkan gambaran limfosit kecil dan sejumlah sel Reed Sternberg (RS) berukuran besar; (C) Sel RS positif CD30; (D) Gambaran histopatologi ini mengesankan subtipe lymphocyte depleted. Sumber Gambar: Openi, 2012.
Infeksi EBV juga diduga adalah penyebab dari terjadinya mutasi genetik pada gen Ig yang mengkode reseptor sel-B limfosit di mana EBV kemudian mengkode gen LMP-2. Gen LMP-2 mampu memprogram ulang sel-B limfosit matur menuju salah satu fenotif limfoma Hodgkin dan mencegah terjadinya proses apoptosis melalui aktivasi sinyal penyelamatan pada pusat germinal sel limfosit B.
Akibat adanya serangkaian proses tersebut di atas terjadi ekspansi klonal yang tidak terkontrol dari sel limfosit B. Hal ini kemudian akan mensekresikan berbagai sitokin, seperti IL-5 yang akan menarik dan mengaktivasi eosinofil dan IL-13 yang dapat menstimulasi sel RS lebih lanjut untuk mengekspresikan antigen CD30 dan CD15.[4,6]
Direvisi oleh: dr. Felicia Sutarli