Penatalaksanaan Agenesis Renal
Penatalaksanaan agenesis renal atau agenesis ginjal bergantung pada jenis unilateral atau bilateral, serta kelainan kongenital penyerta. Pada kondisi agenesis renal unilateral terisolasi tidak diperlukan perubahan dalam manajemen obstetri, kecuali pemberian konseling genetik yang tepat. Sementara jika agenesis renal unilateral disertai anomali lain yang mengarah pada etiologi sindromik, maka penanganan disesuaikan dengan sindrom yang dialami.[2]
Intervensi Prenatal
Amnioinfusi merupakan pemberian cairan amnion pengganti pada kondisi oligohidramnion berat dan sering dilakukan sebagai intervensi invasif pada masa prenatal. Amnioinfusi bertujuan untuk menjaga volume cairan amnion yang memungkinkan perkembangan paru janin, sehingga meningkatkan kesintasan. Cairan pengganti yang digunakan yaitu cairan normal salin atau Ringer laktat.
Amnioinfusi berseri dapat diberikan secara perkutan, atau melalui prosedur bedah dengan memasang amnioport. Secara perkutan, infus berulang dilakukan dengan anestesi lokal dan insersi jarum ukuran 20-22 gauge. Waktu dan volume cairan yang diinfuskan bergantung pada kebutuhan untuk menjaga index AF (amniotic fluid) normal sesuai usia kehamilan.
Sementara itu, amnioport merupakan penggunaan kateter secara off-label yang menembus dinding uterin ke kantong amnion dan dihubungkan ke reservoir di area subkutan ibu. Kateter khusus ini dapat digunakan secara berulang untuk mengisi cairan amnion pengganti. Penggunaan amnioport dapat menurunkan risiko KPD (Ketuban Pecah Dini), meskipun ada peningkatan risiko infeksi.[3]
Berbagai intervensi yang disebutkan belum memiliki luaran klinis yang jelas, sehingga masih dianggap sebagai suatu eksperimen. Sebagai bagian dari proses informed consent, pasien harus memahami bahwa intervensi yang disarankan bukan suatu terapi yang telah teruji klinis, dan memahami risiko dari intervensi yang akan dijalani.[8]
Manajemen Postnatal
Bayi yang bertahan setelah amnioinfusi serial tetap memerlukan manajemen hipoplasia paru non-letal, umumnya berkaitan dengan masalah pernapasan subakut atau kronis. Bantuan pernapasan dapat diberikan dengan ventilasi mekanik dan pemasangan chest tube, sementara target saturasi oksigen dijaga pada rentang 90-95%.[13]
Selain itu, pasien dengan agenesis bilateral terlahir dengan penyakit ginjal kronis stadium 5 dan memerlukan terapi pengganti ginjal segera. Sehingga, bayi memerlukan terapi intensif di neonatal intensive care unit (NICU).[3,13]
Terapi Dialisis
Seluruh bayi yang terlahir selamat dengan agenesis bilateral perlu mendapatkan dialisis segera. Pilihan dialisis yang diberikan bergantung pada ukuran dan berat badan lahir bayi. Beberapa masalah lainnya terkait hemodialisis pada neonatus yaitu ukuran pasien, kurangnya alat spesifik untuk neonatus, dan risiko instabilitas hemodinamik.
Oleh karena itu, dialisis peritoneal menjadi pilihan yang paling sering digunakan pada pasien bayi. Namun saat ini terdapat beberapa pilihan lain pada populasi bayi yang sangat kecil yaitu alat hemodialisis khusus untuk populasi anak dan alat ultrafiltrasi dimodifikasi yang diadaptasi untuk penggunaan pada bayi. Keputusan pemberian dialisis harus menunggu kondisi pernapasan yang stabil dan kemungkinan kesintasan.[3]
Terapi Medikamentosa
Terapi medikamentosa pada agenesis renal bergantung pada kondisi yang didapati pada pasien. Ketidakseimbangan elektrolit seperti hipernatremia dan hipokalemia, harus segera dikoreksi. Ketidakseimbangan kalsium dan fosfat dapat diatasi dengan pemberian kalsium karbonat dan vitamin D. Anemia akibat insufisiensi tubulus ginjal dan kurangnya produksi eritropoietin dapat diberikan terapi besi dan erythropoietin stimulating agents.
Sementara kondisi hipertensi pada bayi akibat aktivasi sistem RAA (renin-angiotensin-aldosteron) dapat diberikan ACE (angiotensin-converting enzyme) inhibitor, diuretik, dan beta-blocker. Pada retardasi pertumbuhan dapat diberikan suplementasi hormon pertumbuhan dan pemberian selang nasogastrik untuk mendukung suplementasi nutrisi yang cukup.[13]
Terapi Bedah
Terapi bedah diperlukan pada kondisi terutama jika didapatkan berbagai anomali kongenital lain. Tindakan pemasangan saluran dialisis baik peritoneal maupun vena sentral diperlukan pada kasus gagal ginjal. Sementara nefrektomi dan transplantasi ginjal dapat diindikasikan pada kasus dengan hipertrofi ginjal dengan kista multipel pada ginjal ipsilateral.[13]
Terapi Suportif
Tindak lanjut rutin meliputi pemantauan berkala terhadap fungsi ginjal, fungsi napas, dan efek samping obat. Konseling genetik dibutuhkan terutama untuk kehamilan selanjutnya. Sementara konseling psikologis perlu diberikan sebagai dukungan psikis terhadap keluarga, terutama ibu, pada masa postpartum.[13]
Follow-up
Pada pasien dengan agenesis renal unilateral diperlukan follow-up jangka panjang, setidaknya hingga memasuki usia dewasa muda. Rekomendasi follow-up yang perlu dilakukan tercantum dalam Tabel 1.[11]
Tabel 1. Rekomendasi Pemantauan Anak dengan Ginjal Tunggal Kongenital
Pemeriksaan | Risiko Ringan | Risiko Sedang | Risiko Tinggi | |
Tanpa CAKUT | CAKUT ipsilateral | |||
Pemeriksaan USG | Dokter anak Setiap tahun hingga usia 3 tahun, selanjutnya setiap 5 tahun | Dokter atau unit nefrologi anak | Unit nefrologi anak Bergantung pada fungsi dan data klinis ginjal | |
Setiap tahun hingga usia 3 tahun, selanjutnya setiap 5 tahun | Pemeriksaan lanjutan bergantung pada kondisi CAKUT* ipsilateral | |||
Proteinuria dengan Urinalisis | Setiap tahun hingga usia 3 tahun, selanjutnya setiap 5 tahun | Setiap tahun | ||
Tekanan darah | Setiap tahun hingga usia 3 tahun | Setiap tahun | ||
Kreatinin serum/eGFR | Tidak diperlukan | Setiap tahun | ||
USG abdominopelvis pada perempuan | Antara waktu telarke dan menarke | Antara waktu telarke dan menarke | Antara waktu telarke dan menarke | |
Keterangan: *Congenital anomalies of the kidney and urinary tract (CAKUT) Stratifikasi risiko ● Risiko rendah: Panjang ginjal > persentil 50 pada 2 tahun pertama kehidupan, dan ≥ persentil 95 setelahnya, dan tidak ada CAKUT ipsilateral. ● Risiko sedang: ginjal tunggal dengan kompensasi pelebaran, dengan/tanpa CAKUT ipsilateral. ● Risiko tinggi: penurunan eGFR, dan/atau proteinuria, dan/atau hipertensi. |
Sumber: dr. Siti Solichatul Makkiyyah, Alomedika, 2025.[11]