Penggunaan pada Kehamilan dan Ibu Menyusui Verapamil
Penggunaan verapamil pada kehamilan masuk dalam Kategori C menurut FDA. Penggunaan pada ibu menyusui harus berhati-hati, karena verapamil ditemukan diekskresikan ke dalam ASI.[2,4]
Penggunaan pada Kehamilan
Penggunaan verapamil pada kehamilan merupakan FDA kategori C. Artinya, studi pada binatang percobaan memperlihatkan adanya efek samping terhadap janin, namun belum ada studi terkontrol pada wanita hamil. Obat hanya boleh digunakan jika besarnya manfaat yang diharapkan melebihi besarnya risiko terhadap janin.[2]
Menurut TGA, verapamil masuk dalam Kategori C. Artinya, obat ini pernah dilaporkan atau dicurigai menyebabkan efek berbahaya pada fetus manusia ataupun neonatus, tanpa menyebabkan malformasi. Penggunaan pada kehamilan harus menimbang rasio manfaat dan risiko.[7]
Verapamil dapat melewati plasenta, dengan potensi menyebabkan bradikardia, blok jantung, dan hipotensi pada janin. Beberapa studi pada penggunaan penghambat kanal kalsium, termasuk verapamil, melaporkan peningkatan risiko persalinan prematur atau bayi berat lahir rendah, meskipun hubungan kausalnya belum jelas.
Pada wanita dengan kardiomiopati hipertrofi yang stabil dengan verapamil sebelum hamil, terapi dapat dilanjutkan dengan pemantauan terhadap denyut jantung dan tekanan darah janin.
Verapamil dapat digunakan secara intravena untuk mengatasi SVT akut pada kehamilan bila adenosin atau β-blocker tidak efektif atau kontraindikasi. Namun, penggunaan terutama pada trimester pertama sebaiknya dibatasi dan terapi hipertensi selama kehamilan dianjurkan dialihkan ke agen lain yang lebih aman.[3]
Penggunaan pada Menyusui
Verapamil diekskresikan ke dalam ASI dalam jumlah kecil, dengan relative infant dose (RID) ≤1% dari dosis maternal. Oleh sebab itu, verapamil umumnya dianggap aman selama menyusui.
Laporan kasus pada ibu yang mengonsumsi verapamil 80–120 mg 3 kali sehari tidak menunjukkan efek samping pada bayi. Meski beberapa produsen obat menyarankan untuk menghindari penggunaan verapamil saat menyusui, bukti klinis menunjukkan bahwa paparan bayi minimal sehingga menyusui dapat diteruskan dengan pemantauan, terutama jika manfaat terapi bagi ibu lebih besar dibanding potensi risiko.[3]
Direvisi oleh: dr. Bedry Qintha