Pengawasan Klinis Sertraline
Pengawasan klinis selama penggunaan sertraline harus dilakukan secara berkala untuk mengevaluasi gejala depresi, ide bunuh diri, dan kemunculan gejala manik. Selain itu, perlu juga untuk pengawasan efek samping obat, interaksi obat, dan risiko overdosis. Pengawasan klinis perlu dilakukan dalam 1‒2 bulan awal pemberian terapi, atau pada periode penyesuaian obat terhadap pasien.[1,7,8]
Pengawasan Efek Obat
Pasien perlu diinformasikan bahwa beberapa respon mungkin dapat terjadi selama 2 minggu pertama terapi dimulai dan membutuhkan beberapa minggu untuk mendapatkan efek obat maksimal. Penggunaan sertraline perlu pengawasan munculnya gejala manik, terutama pada pasien bipolar atau pasien yang memiliki riwayat bipolar di keluarga.[3,7]
Penghentian terapi sertraline maupun penggantian obat antidepresi harus secara bertahap dan tidak mendadak.[6,8,10]
Pengawasan Efek Samping Obat
Sertraline seringkali menyebabkan gangguan saluran pencernaan, seperti mual, dispepsia, dan diare, serta gangguan sistem saraf pusat, seperti kepala terasa ringan, pusing, dan insomnia. Gangguan ini dapat menyebabkan pasien menghentikan pengobatan.
Selain efek samping, perlu diketahui berbagai risiko interaksi obat jika sertraline digunakan bersama obat antidepresan lain, yaitu risiko tinggi sindrom serotonin. Sertraline dan obat lain golongan SSRI tidak boleh diberikan bersamaan atau dalam 14 hari setelah mengonsumsi monoamine oxidase inhibitors (MAOI).[6,10]
Hiponatremia dapat terjadi pada pasien yang mengonsumsi sertraline. Beberapa tanda dan gejala yang dapat ditemukan berupa nyeri kepala, sulit konsentrasi, kebingungan, dan kelemahan. Hal ini rentan terjadi pada lansia. Hiponatremia akibat sertraline terkait dengan syndrome of inappropriate antidiuretic hormone secretion (SIADH).[1,7]
Sertraline mengganggu agregasi platelet, sehingga penggunaannya bersama antikoagulan maupun antiplatelet dapat berisiko menyebabkan perdarahan. Sertraline juga meningkatkan risiko bunuh diri, terutama pada populasi anak dan dewasa muda.[1,7]
Overdosis Sertraline
Overdosis akibat penggunaan sertraline saja umumnya tidak berakibat fatal, tetapi kombinasi dengan antidepresan trisiklik seperti amitriptyline, Monoamine oxidase inhibitors (MAOI) seperti selegiline, atau carbamazepine, lithium, atau substansi serotonergic lain bisa meningkatkan risiko sindrom serotonin yang berpotensi mengancam nyawa.
Sindrom serotonin berpotensi mengancam nyawa, dengan gejala:
- Perubahan status mental: delirium, halusinasi, agitasi, koma
- Gejala neuromuskular: mioklonus, kaku otot, tremor, hiper refleks, kejang
- Gangguan gastrointestinal: mual muntah, diare
- Ketidakstabilan otonom: takikardia, dan hipertermia[1-3,10]
Selain sindrom serotonin, beberapa gejala toksisitas serotonin adalah hipertensi, sinkop, stupor, koma, bradikardia, pemanjangan interval QT, torsade de pointes, halusinasi, dan pankreatitis.[1,2]
Penanganan Overdosis Sertraline
Terapi suportif adalah pengobatan yang paling penting pada overdosis sertraline. Antagonis serotonin (seperti cyproheptadine) bisa bermanfaat namun jarang digunakan. Pasien dirawat inap dan dilakukan pemantauan tanda vital dan memastikan patensi jalan napas.
Pada pasien bisa diberikan antiemetic non serotonergik dan karbon aktif ditambah dengan sorbitol efektif untuk mempercepat pengeluaran zat. Benzodiazepine diberikan pada pasien yang kejang. Antipiretik kurang bermanfaat pada sindrom serotonin. Pada gejala yang berat (demam dengan suhu lebih dari 41℃, kaku otot, penurunan kesadaran, edema paru berat), direkomendasikan sedasi, intubasi, paralisis neuromuskular, dan pendinginan eksternal.[1,3,10]
Direvisi oleh: dr. Hudiyati Agustini