Etiologi Sumbing
Etiologi orofacial clefts (sumbing) belum diketahui secara pasti, namun gangguan yang potensial pada perkembangan embriogenesis bibir dan palatum yang kompleks dapat menyebabkan malformasi pada orofacial. Etiologi yang diyakini pada orofacial clefts sangat kompleks dan bersifat multifaktorial, melibatkan berbagai faktor genetik, faktor lingkungan, dan interaksi gen dengan lingkungan.[1,4,6,7]
Faktor Genetik
Bukti yang menunjukkan bahwa faktor genetik berperan sebagai penyebab orofacial cleft telah tersedia selama bertahun-tahun. Studi literatur menunjukkan adanya heritabilitas orofacial cleft non sindrom sebesar 70% dari analisis segregasi telah menegaskan peran faktor genetik dalam etiologi kondisi sumbing.[1,4,6,7]
Risiko orofacial cleft ditemukan lebih tinggi sekitar 3% hingga 5% ketika terdapat riwayat keluarga yang mengalami sumbing. Orang tua yang memiliki satu anak dengan kondisi sumbing, memiliki peluang sebesar 40% untuk memiliki anak lainnya yang lahir dengan kondisi sumbing.[1,5-7,18]
Beberapa anak juga ditemukan mengalami orofacial cleft akibat adanya perubahan genetik. Mutasi genetik pada gen ABCA4, IRF6, MSX1, VAX1, MAFB, serta gen lainnya yang terlibat dalam jalur transduksi sinyal Wnt (Wnt signaling pathway) dapat menjadi penyebab terjadinya orofacial cleft.[4,6,11,12]
Faktor Lingkungan
Beberapa studi epidemiologi menganalisis peran faktor lingkungan sebagai etiologi dari orofacial cleft, hasilnya menunjukkan bahwa terjadi peningkatan prevalensi orofacial cleft pada bayi yang baru lahir dengan ibu perokok aktif (tobacco use disorder) maupun perokok pasif, ibu yang mengkonsumsi alkohol dengan kadar yang tinggi, penggunaan obat-obatan selama masa kehamilan yang dapat bersifat teratogenik (obat antiepilepsi, obat kortikosteroid dengan dosis tinggi yang digunakan berkepanjangan), dan defisiensi asam folat, serta beberapa penyakit seperti penyakit menular, diabetes, dan obesitas.[1,7,15]
Faktor Risiko
Hasil dari studi penelitian dengan metode deskriptif dengan pendekatan cross sectional di Denpasar tahun 2019 melaporkan beberapa faktor risiko yang dapat menyebabkan orofacial cleft, yaitu:
- Faktor genetik (24,0%),
- Penggunaan narkoba (34%),
- Riwayat merokok (52%),
- Gangguan kehamilan (28%),
- Paparan bahan kimia (18%),
- Tidak mendapatkan suplementasi dan gizi tambahan (42%),
- Tidak melakukan antenatal care (26%),
- Obesitas dan diabetes (4%),
- Usia ibu hamil terbanyak adalah kelompok usia produktif (60%),
- Sebagian besar berstatus keluarga ekonomi rendah (60%),
- Jenis kelamin bayi yang menderita orofacial cleft didominasi oleh laki-laki (66%)[14]
Terdapat beberapa faktor risiko yang telah diteliti dapat meningkatkan insiden orofacial cleft.[7,13-18]
Eksposur Eksogen pada Maternal
Eksposur eksogen pada maternal yang menjadi faktor risiko yang tinggi pada kasus orofacial cleft adalah paparan asap rokok dan konsumsi alkohol. Beberapa studi tinjauan melakukan penelitian mengenai korelasi antara insiden orofacial cleft dengan terminasi aktivitas merokok saat antenatal care pertama, dengan hasil adanya penurunan angka insiden orofacial cleft.[7,14-16]
Sebuah studi lainnya yaitu studi berbasis populasi menunjukkan bahwa ibu hamil perokok pasif memiliki risiko sedikit lebih tinggi daripada ibu hamil perokok aktif untuk melahirkan bayi dengan orofacial cleft (odds ratio 1,14 dan 1,12). Patomekanisme yang dapat menjelaskan korelasi paparan rokok dengan insiden orofacial cleft adalah peranan modifikasi gen yang berperan dalam epigenetik dan detoksifikasi.[7,16,17]
Konsumsi alkohol yang berulang dan konstan selama masa kehamilan terutama pada trimester pertama, merupakan faktor risiko utama kedua teratas setelah rokok untuk dapat menyebabkan kelainan orofacial cleft. Patomekanisme yang dapat menjelaskan korelasi konsumsi alkohol (alcohol use disorder) dengan insiden orofacial cleft adalah zat alkohol yang bersifat teratogenik dan dapat melintasi barier plasenta serta metabolisme alkohol pada janin dua kali lebih lambat dibandingkan pada ibu.[7,14-17]
Riwayat pekerjaan pada ibu hamil yang terpapar zat kimia seperti pelarut organik dan pestisida selama masa kehamilan dapat meningkatkan potensi bayi lahir dengan orofacial cleft. Patomekanisme yang dapat menjelaskan korelasi tersebut adalah zat kimia pelarut organik dan pestisida dapat menimbulkan stress oksidatif yang dapat mengganggu aktivitas seluler termasuk sel neural crest yang memiliki peran penting pada embriogenesis fetus.[7,16,17]
Penggunaan Obat-obatan pada Masa Kehamilan
Penggunaan obat-obatan selama masa kehamilan terutama pada trimester pertama dapat meningkatkan risiko bayi lahir dengan orofacial clefts (sumbing). Telah banyak penelitian mengenai hubungan obat antikonvulsan (seperti diazepam, phenobarbital, serta phenytoin) yang dinyatakan paling berpotensi mengakibatkan kelainan sumbing.[7,13-15]
Beberapa studi pada 10 tahun terakhir juga telah menyatakan bahwa penggunaan kortikosteroid oral selama masa kehamilan berhubungan kuat dengan kejadian sumbing. Namun, belum terdapat penelitian yang menyatakan asosiasi signifikan penggunaan kortikosteroid topikal nonsistemik pada trimester pertama kehamilan dengan kejadian sumbing.[7,13-15]
Obat antiasma seperti bronkodilator (contoh: salbutamol) dapat berpotensi mengakibatkan kelainan sumbing apabila digunakan pada masa kehamilan terutama pada trimester pertama. Beberapa studi juga melaporkan ibu hamil penderita asma memiliki risiko lebih tinggi untuk melahirkan bayi dengan kelainan sumbing.[7,13-15]
Terdapat juga studi lain yang menyatakan korelasi antara penggunaan antibiotik selama kehamilan dengan kelainan sumbing pada bayi. Namun, sebuah studi lainnya menyatakan bahwa penggunaan antibiotik pada awal kehamilan bukanlah faktor risiko utama kejadian sumbing. Meskipun beberapa kelas antibiotik yang dikonsumsi pada periode kritis pembentukan bibir dan palatum saat embriogenesis dapat meningkatkan risiko tersebut.[7,13-15]
Suplementasi Vitamin dan Gizi pada Masa Kehamilan
Korelasi antara gizi (makronutrien dan mikronutrien) dengan perkembangan fetus sangat erat, terutama mikronutrien sangat esensial dalam morfogenesis dan diferensiasi pada fetus. Konsumsi asam folat harian 400 μg tanpa vitamin lain selama kehamilan dimulai sebelum periode menstruasi terakhir pada ibu, dinyatakan dapat mengurangi angka kejadian bayi lahir sumbing.[1,7,15-17]
Studi penelitian menyatakan bahwa kadar zinc yang terlalu rendah (<11,0 micromol/L) berhubungan juga dengan kejadian sumbing, sementara kadar zinc yang tinggi tidak memiliki korelasi dengan kejadian sumbing. Defisiensi vitamin B2 (riboflavin), vitamin B3 (niacin), B6 (pyridoxine), vitamin B12 (cyanocobalamin), dan rendahnya asupan kalsium secara signifikan berkorelasi dengan peningkatan kejadian bayi lahir sumbing.[1,7,15-17]
Sebuah studi kasus kontrol yang mempelajari korelasi antara kejadian sumbing dengan nutrisi maternal dan pola makan selama masa kehamilan melaporkan bahwa western diet dengan menu tinggi karbohidrat (seperti daging olahan, pizza, kentang) dan rendah serat (buah maupun sayuran) dapat meningkatkan risiko bayi lahir sumbing. Salah satu penelitian juga menduga pengaruh konsumsi minuman berkarbonasi dan bersoda selama masa kehamilan memiliki korelasi dengan terjadinya sumbing.[1,7,15-17]
Riwayat Keluarga
Orofacial cleft atau sumbing merupakan kelainan yang diturunkan secara genetik. Studi menunjukkan bahwa 1 dari 5 kasus sumbing terjadi akibat adanya penurunan secara genetik. Riwayat sumbing paternal ditemukan paling tinggi dibandingkan dengan riwayat maternal dan saudara kandung. Gen polimorfisme MTHFR C677T dengan genotip TT merupakan salah satu gen yang diduga diturunkan secara herediter pada kelainan sumbing.[4,6,10-12]
Penyakit Infeksi
Beberapa penyakit seperti penyakit infeksi dan penyakit komorbid selama masa kehamilan dapat meningkatkan risiko orofacial cleft, seperti;[13-18]
- Infeksi cytomegalovirus (CMV)
- Hipertensi gestasional (hipertensi pada kehamilan)
Diabetes gestasional maupun diabetes melitus
- Kejang pada kehamilan
- Riwayat hipertermia selama masa kehamilan berpotensi meningkatkan risiko orofacial cleft karena mitosis dan apoptosis sel yang terganggu sehingga penyatuan palatum tidak sempurna (cleft)[13-18]
Penulisan pertama oleh: dr. Shofa Nisrina Luthfiyani