Patofisiologi Sumbing
Patofisiologi orofacial clefts atau sumbing berkaitan erat dengan kegagalan fusi struktur wajah pada proses embriogenesis. Kegagalan fusi prosesus medial nasal baik pada satu atau kedua sisinya menyebabkan terjadinya cleft lip. Sementara itu, cleft palate terjadi akibat kegagalan fusi total maupun sebagian dari palatal shelves. Pemahaman mengenai embriologi pembentukan palatum dan anatomi struktur palatum diperlukan untuk dapat mengetahui patofisiologi dari orofacial clefts.[1,3,6,8]
Embriologi dan Anatomi Palatum-oro-nasal
Proses pembentukan dan perkembangan bibir dan palatum pada fetus terjadi pada minggu ke-4 hingga minggu ke-12 kehamilan. Pada morfogenesis wajah yang terjadi di akhir minggu ke-4, sel neural crest yang berasal dari arkus faringeal pertama bermigrasi dan membentuk tonjolan frontonasal (yang terdiri dari jaringan tulang dan jaringan ikat), serta seluruh jaringan pada gigi kecuali enamel.[7,8]
Plakoda nasal kemudian terbentuk dari sisi kaudal dari tonjolan frontonasal, yang akan membagi prosesus nasal menjadi sisi medial dan lateral. Pada minggu ke-5 kehamilan, prosesus maksilaris akan tumbuh ke arah medial dan akan bergabung dengan prosesus nasal medial yang akan membentuk anterior alveolar dan bibir bagian atas. Pada minggu ke-6 terjadi penggabungan kedua prosesus nasal medial. Di akhir minggu ke-6 kehamilan terbentuk filtrum dan area maksila hasil dari fusi prosesus nasal medial.[7,8]
Sementara itu pada minggu ke -6 sampai minggu ke -12 kehamilan, terbentuk struktur secondary palate yang berasal dari fusi kedua palatal shelves yang merupakan bagian dari prosesus maksilaris. Primary palate sudah terbentuk lebih dahulu pada minggu ke-4 sampai dengan minggu ke-6 kehamilan. Primary palate dan secondary palate yang telah terbentuk, akan memisahkan rongga hidung dan rongga mulut.[7,8]
Anatomi Palatum
Palatum merupakan atap atau langit-langit yang terdapat pada bagian atas cavum oral. Palatum terdiri dari palatum durum (hard palate) dan palatum molle (soft palate). Palatum durum dibentuk oleh prosesus palatinus maksilae dan pars horizontalis os palatinum. Palatum molle menggantung seperti tirai di belakang cavum oral.[9]
Palatum durum terbagi dari dua bagian yaitu primary palate dan secondary palate yang terletak di sisi anterior foramen incisivum dan posterior foramen incisivum. Kedua struktur ini berfungsi untuk memisahkan saluran nasal dengan faring. Palatum molle memiliki struktur memiliki struktur fibromuskular dan terdiri atas 5 muskulus pendukung.[9]
Muskulus palatoglosus dan muskulus palatofaringeus merupakan muskulus dari palatum dan berjalan ke bawah, masing-masing sisi lidah, dan di dalam faring; muskulus uvulae yang terletak di bawah muskulus palatoglosus dan palatofaringeus yang berfungsi untuk menarik uvula ke arah depan dan ke atas; muskulus tensor palate yang berfungsi untuk menegangkan palatum serta membuka tuba eustasia; dan muskulus levator palate yang berfungsi untuk elevasi palatum dan juga membuka tuba eustasia.[9]
Patofisiologi Sumbing Bibir dan Palatum
Kondisi sumbing terjadi karena adanya kegagalan proses embriologi pada morfogenesis wajah. Kegagalan fusi yang terjadi minggu ketiga hingga keempat pada prosesus medial nasal dan maksila, baik pada satu maupun kedua sisinya akan menyebabkan terjadinya cleft lip. Cleft lip umumnya terjadi pada pertemuan antara bagian sentral dan lateral dari bibir bagian atas. Cleft (celah) dapat terjadi pada bibir atas saja atau dapat juga melebar lebih jauh ke maksila dan palatum primer.[1,7,8,10-11]
Kegagalan fusi palatal shelves secara total maupun sebagian yang dapat terjadi pada minggu ke-8 sampai minggu ke-12 kehamilan, menyebabkan terjadinya cleft palate. Apabila terjadi kegagalan fusi pada palatal shelves bersamaan dengan cleft lip maka akan terbentuk kelainan kombinasi yaitu cleft lip dan palate.[1,7,8,10-11]
Kegagalan fusi tersebut dapat terjadi dengan beberapa cara seperti melalui kelainan pada gen yang meregulasi diferensiasi sel, pertumbuhan, cell signaling, serta adanya gangguan pada fungsi sel yang disebabkan oleh faktor lingkungan yang teratogenik maupun gabungan keduanya.[1,7,10-12]
Penulisan pertama oleh: dr. Shofa Nisrina Luthfiyani