Diagnosis Impetigo
Diagnosis impetigo didasari oleh anamnesis, yaitu adanya keluhan lesi pada kulit yang terkadang disertai rasa gatal atau tidak nyaman. Pada inspeksi kulit dengan impetigo non-bulosa, dapat terlihat honey-colored crust. Pada impetigo bulosa, inspeksi dapat menunjukkan ada bula yang biasa ditemukan di daerah lipatan, seperti aksila dan inguinal.
Anamnesis
Pasien impetigo dapat datang dengan keluhan lesi kulit berupa vesikel, bula, atau plak keemasan. Lesi dapat disertai rasa gatal atau rasa tidak nyaman. Gejala sistemik yang dapat timbul adalah demam dan limfadenopati regional.[3]
Pada pasien impetigo non-bulosa, lesi dimulai dengan gambaran makulopapular yang akan berubah menjadi vesikel berdinding tipis yang mudah ruptur, berukuran sekitar 2 mm. Ketika vesikel sudah ruptur, akan terbentuk erosi superfisial yang gatal atau nyeri dan ditutupi krusta berwarna keemasan (honey-colored crust), dan diameter bisa meluas sampai 2 cm. Lesi dapat dikelilingi oleh makula eritematosa. Lesi dapat sembuh spontan, tetapi bisa juga berkembang menjadi ulkus.[2,9]
Pada pasien impetigo bulosa, lesi awal berbentuk vesikel kecil lalu berkembang menjadi bula yang besar dan lembek. Jika ruptur, akan tampak cairan berwarna kekuningan dan skuama di sekeliling lesi yang berbatas tegas, tanpa adanya halo eritematosa.[2,9]
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik merupakan penentu diagnosis impetigo. Inspeksi kulit dilakukan untuk melihat karakteristik lesi kulit, seperti adanya krusta keemasan (honey-colored crust) pada impetigo non-bulosa, dan adanya bula atau kolaret pada impetigo bulosa.
Impetigo Non-bulosa
Lesi kulit pada impetigo non-bulosa dapat berupa vesikel atau pustul yang berkembang menjadi papul eritematosa, plak, atau erosi dengan adanya eksudat krusta berwarna keemasan (honey-colored crust).[5]
Pada impetigo yang disebabkan oleh Streptococcus, lesi sering muncul sebagai lesi multipel dengan predileksi di wajah dan ekstremitas bawah. Lesi satelit terutama muncul pada lokasi yang mengalami kerusakan kulit. Lesi satelit dapat menyebar melalui autoinokulasi ke area yang tidak mengalami kerusakan sawar kulit (skin barrier).[9,11]
Impetigo Bulosa
Impetigo bulosa ditandai dengan adanya bula yang besar, dan jika pecah mengeluarkan cairan kekuningan. Bula seringkali ditemukan pada daerah lipatan, misalnya aksila, inguinal, dan gluteal. Namun, dapat ditemukan juga di dada dan punggung. Bula akan pecah setelah 1–2 hari, kemudian mengering dan membentuk skuama dengan bagian tengah eritematosa, atau dikenal dengan kolaret.[9]
Jika bula tidak pecah, maka cairan di dalamnya akan berubah menjadi keruh dan mengandung nanah (pustula) yang semakin lama semakin membesar. Pustul dapat pecah dalam 4–6 hari, dan membentuk krusta yang tebal.[2,7]
Kadang, lesi kulit impetigo dapat berupa ulkus yang dalam, disebut ektima. Ulkus akan tampak sebagai lesi menonjol (punch out lesion), dengan tepi berwarna keunguan. Krusta yang menyertainya dapat berwarna keemasan atau cokelat kehitaman. Terkadang, terdapat nanah dalam ulkus.[2,7,10]
Diagnosis Banding
Lesi kulit pada impetigo dapat menyerupai kondisi patologis kulit lainnya, seperti dermatitis kontak alergi, tinea korporis, dan skabies. Dokter perlu mengetahui karakteristik lesi kulit pada masing-masing penyakit sehingga dapat membedakan dengan impetigo.[2,5]
Dermatitis Kontak Alergi
Lesi kulit pada impetigo dan dermatitis kontak alergi terkadang serupa. Berbeda dengan impetigo, pada anamnesis dermatitis kontak akan didapatkan adanya riwayat alergi, paparan terhadap allergen, misalnya sabun atau iritan lain. Lesi pada tempat kontak akan tampak kemerahan dan teraba kering.[2,5]
Tinea Korporis
Lesi pada tinea korporis dapat menyerupai lesi impetigo non-bulosa. Karakteristik lesi pada tinea adalah plak eritematosa tepi aktif dengan central healing, terkadang dapat pula terlihat plak hiperpigmentasi pada kasus kronis. Pada impetigo tidak ditemukan central healing.[2,5]
Herpes Simpleks
Pada tahap awal impetigo terkadang lesi muncul sebagai vesikel, seperti pada herpes simpleks. Namun, vesikel pada herpes simpleks terasa sangat nyeri dan tidak berkembang menjadi bula. Selain itu, herpes simpleks juga seringkali disertai dengan gejala sistemik, misalnya demam.[2,5]
Skabies
Pada skabies, terdapat keluhan pruritus nokturnal. Karakteristik lesi pada skabies berupa papul kemerahan multipel, biasa ditemukan pada daerah lipatan, terutama sela-sela jari. Terkadang, bisa terlihat terowongan/burrows yang dibuat oleh Sarcoptes scabiei. Perlu diingat, skabies dapat terjadi bersamaan dengan impetigo.[2,5]
Erupsi Obat
Berbeda dengan impetigo, pada erupsi obat akan didapatkan riwayat mengonsumsi obat beberapa hari hingga minggu sebelum munculnya lesi kulit. Erupsi pada kulit uga dapat berulang jika terpapar obat yang sama lagi.[2,5]
Pemeriksaan Penunjang
Pada dasarnya, diagnosis impetigo dilakukan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan untuk mengetahui adanya resistensi antibiotik atau komplikasi.
Pemeriksaan Mikrobiologi
Pemeriksaan mikrobiologi untuk impetigo dilakukan dengan uji pewarnaan gram dan kultur, baik dari swab dasar krusta maupun cairan bula. Pada pewarnaan gram, yang dicari adalah kokus gram positif, baik yang berbentuk rantai, yaitu mengindikasikan Streptococcus pyogenes, maupun berbentuk kelompok, yaitu mengindikasikan Staphylococcus aureus.
Kultur disertai uji resistensi antibiotik dilakukan jika dicurigai adanya resistensi bakteri, terutama methicillin-resistant S. aureus (MRSA). Kultur bakteri juga dilakukan jika terjadi wabah impetigo. Pada lesi yang refrakter terhadap pengobatan mungkin perlu dilakukan biopsi kulit.[2,4,10]
Pemeriksaan Serologi
Pemeriksaan titer antideoksiribonuklease B (anti-DNase B) dan antihylauronidase (AH) penting pada kecurigaan glomerulonefritis akut pasca streptokokus terkait impetigo. Sekitar 92% pasien dengan glomerulonefritis akut pasca streptokokus mengalami peningkatan anti-DNase B dan AH.[4]
Pemeriksaan serologi untuk mendeteksi human immunodeficiency virus (HIV) perlu dipertimbangkan pada pasien dewasa tanpa riwayat penyakit apapun, yang terkena impetigo bulosa.[10]
Urinalisis
Pemeriksaan urinalisis dimaksudkan untuk mengevaluasi glomerulonefritis akut pasca streptokokus. Indikasi dilakukannya urinalisis adalah bila pasien dengan impetigo mengalami hipertensi, edema, atau hematuria.[4]
Direvisi oleh: dr. Livia Saputra