Penatalaksanaan Impetigo
Penatalaksanaan impetigo tanpa komplikasi adalah dengan pemberian antibiotik topikal, seperti mupirocin, asam fusidat, dan retapamulin. Antibiotik topikal dapat dioleskan setelah krusta dibersihkan dengan air dan sabun. Antibiotik sistemik, misalnya klindamisin atau eritromisin, dapat diberikan jika lesi luas atau tidak berespon dengan tata laksana topikal.
Dahulu, pasien disarankan untuk menggunakan desinfektan pada lesi impetigo, tetapi studi-studi yang lebih baru menyebutkan bahwa hal ini tidak memengaruhi luaran klinis secara bermakna.[1,3]
Antibiotik Topikal
Tinjauan Cochrane tahun 2012 menunjukkan bahwa mupirocin dan asam fusidat topikal sama atau lebih efektif dibandingkan antibiotik oral untuk impetigo. Beberapa antibiotik topikal yang dapat digunakan adalah:
Asam fusidat 2% dioleskan tipis-tipis pada lesi sebanyak 3 kali sehari hingga sembuh, atau maksimal 14 hari
Mupirocin 2% dioleskan tipis-tipis pada lesi sebanyak 3 kali sehari selama 5–7 hari. Jika tidak ada respon klinis, lakukan evaluasi ulang dalam 3-5 hari
- Retapamulin 1% dioleskan tipis-tipis pada lesi sebanyak 2 kali sehari selama 5 hari[1,2]
Mupirocin juga digunakan untuk pada kasus impetigo berulang, anggota keluarga pasien yang asimtomatik, dan pada carrier S. aureus. Berikan krim atau salep mupirocin 2% untuk dioleskan ke dalam rongga hidung sebanyak 3 kali sehari, selama 5 hari untuk mengurangi kolonisasi bakteri di rongga hidung.[4]
Resistensi Antibiotik Topikal
Resistensi terhadap antibiotik topikal untuk impetigo telah dilaporkan. Di Belanda, terdapat laporan resistensi terhadap asam fusidat. Persentase resistensi terhadap asam fusidat dilaporkan sebesar 32,5–50%. Resistensi Staphylococcus aureus dan methicillin-resistant S. aureus (MRSA) terhadap mupirocin dilaporkan sebesar 5–10%.[4,11]
Antibiotik Sistemik
Antibiotik sistemik digunakan pada impetigo yang luas atau jika terjadi manifestasi klinis sistemik, seperti glomerulonefritis akut pasca streptokokus. Pilihan antibiotik yang dapat digunakan, antara lain:
Dicloxacillin 250 mg sebanyak 4 kali sehari per oral selama 7 hari, sebaiknya tidak diberikan pada pasien anak
Cephalexin 250 mg sebanyak 4 kali sehari per oral selama 7 hari. Dosis anak 25–50 mg/kg/hari dibagi menjadi 3–4 dosis
Eritromisin 250 mg sebanyak 4 kali sehari per oral selama 7 hari. Dosis anak 40 mg/kg/hari dibagi menjadi 3–4 dosis
Klindamisin 300–400 mg sebanyak 4 kali sehari per oral selama 7 hari. Dosis anak 20 mg/kg/hari dibagi menjadi 3 dosis[2,3,12]
Pengobatan Massal Skabies untuk Pencegahan Impetigo
Skabies merupakan salah satu faktor risiko untuk terinfeksi impetigo. Sebuah uji berbasis populasi oleh Thean, et al. dilakukan di Fiji, daerah endemis skabies, pada tahun 2018–2020. Dilakukan pengobatan massal dengan 2 dosis ivermectin atau permethrin topikal, yang diberikan bersama diethylcarbamazine dan albendazol untuk filariasis limfatik. Prevalensi skabies didapatkan menurun sekitar 7%, dan prevalensi impetigo juga menurun sebanyak 9%.[13]
Tata Laksana Non-medikamentosa
Pasien dengan impetigo perlu memperhatikan higienitas diri. Pasien disarankan untuk mandi 2 kali sehari dengan sabun, serta mengenali faktor risiko yang ada, misalnya memiliki riwayat skabies atau dermatitis atopik. Hindari penggunaan barang-barang pribadi bersama orang lain, diantaranya handuk, pakaian, dan sisir.
Hindari menyentuh lesi kulit. Tutup lesi kulit dengan perban atau plester, sebab jika pasien menggaruk kulit lalu menyentuh area kulit lain dapat terjadi autoinokulasi. Transmisi bakteri juga dapat terjadi pada benda-benda yang disentuh pasien. Jika bersin, lakukan pada pada lengan atau bahu, dan jangan pada tangan. Gunakan tisu sekali pakai untuk membuang sekret hidung, dan pastikan untuk mencuci tangan setelahnya.[5,6]
Direvisi oleh: dr. Livia Saputra