Epidemiologi Pyoderma
Data epidemiologi mengindikasikan bahwa pyoderma lebih banyak terjadi pada anak usia 2-6 tahun dan lebih jarang pada pasien dewasa. Pyoderma juga diperkirakan memiliki angka kejadian lebih tinggi pada area tropis dan berpenghasilan rendah.[1-3]
Global
Impetigo merupakan dermatosis yang umum terjadi pada anak usia 2-6 tahun. Meskipun impetigo dapat terjadi pada dewasa, namun kasusnya jarang. Prevalensi global anak yang menderita impetigo diperkirakan sebesar 12,3%. Angka kejadian diduga lebih tinggi pada negara tropis dan negara berpenghasilan rendah.[1-3]
Furunkel dan karbunkel lebih sering dijumpai pada individu dengan obesitas, imunokompromais, usia lanjut, dan pengidap diabetes.[7]
Baik erisipelas maupun selulitis dapat ditemukan pada berbagai kelompok usia dan ras. Tidak ada perbedaan angka kejadian berdasarkan jenis kelamin. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa erisipelas lebih umum terjadi pada kelompok usia ekstrim, tua ataupun yang masih muda. Sementara itu, selulitis lebih umum pada usia dewasa pertengahan dan pada orang yang berusia 40 tahun ke atas.[11,12]
Indonesia
Belum ada data pasti epidemiologi pyoderma di Indonesia.
Mortalitas
Pyoderma superfisial seperti impetigo, folikulitis, furunkel, dan karbunkel tidak menyebabkan kematian. Meski begitu, impetigo yang tidak diterapi adekuat dapat menimbulkan infeksi pada kulit sekitar, jaringan lunak, infeksi pada tulang, dan sepsis, dengan case fatality rate 5-10%.[4]
Di sisi lain, laju mortalitas erisipelas dan selulitis diperkirakan <1% pada kasus yang mendapat terapi. Mortalitas umumnya berkaitan dengan usia ekstrim (sangat muda atau tua) dan kondisi imunokompromais.[16,17]
Penulisan pertama oleh: dr. Edwin Wijaya
Direvisi oleh: dr. Bedry Qhinta