Epidemiologi Gigantisme dan Akromegali
Epidemiologi gigantisme dan akromegali jarang terjadi. Namun, kasus akromegali masih lebih sering ditemukan daripada gigantisme. Di Indonesia, hingga saat ini belum ada studi mengenai epidemiologi gigantisme dan akromegali.
Global
Pada umumnya, kasus akromegali lebih sering ditemukan daripada gigantisme. Prevalensi akromegali yaitu 78 kasus/juta populasi, dengan insidensi 10 kasus/tahun/juta populasi. Penyebaran kasus akromegali sama pada pria maupun wanita. Usia rata-rata onset penyakit adalah 44 tahun, dengan usia yang semakin muda cenderung memiliki penyakit yang lebih agresif. Sekitar 33% kasus akromegali memiliki kondisi hiperprolaktinemia yang bersamaan.[3,4]
Gigantisme sangat jarang ditemukan, hingga kini dilaporkan ada 100 kasus di dunia. Studi oleh Abe et al menunjukkan bahwa dari 2.367 anak-anak dan remaja dengan adenoma hipofisis, hanya ditemukan 15 anak (0,6%) yang mengalami gigantisme hipofisis.[2]
Onset gigantisme dimulai pada usia berapa pun sebelum fusi/penutupan epifisis. X-linked acrogigantism (XLAG) adalah sindrom gigantisme onset bayi, yaitu pada usia 2‒3 bulan (median 12 bulan). Sedangkan familial isolated pituitary adenomas (FIPA), multiple endocrine neoplasia type 1 (MEN1), sindrom McCune-Albright (MAS), dan kompleks Carney memiliki onset prapubertas.[2]
Usia rata-rata onset akromegali adalah pada dekade ketiga kehidupan, yaitu rata-rata 40 tahun pada pria dan 45 tahun pada wanita.[2,4,5]
Indonesia
Hingga saat ini belum ada data epidemiologi gigantisme dan akromegali di Indonesia.
Mortalitas
Angka mortalitas pada pasien akromegali lebih tinggi dibandingkan dengan populasi umum. Pada dasarnya, mortalitas pada penderita akromegali dikarenakan penyakit kardiovaskular. Berdasarkan studi meta analisis oleh Dekkers et al, risiko mortalitas pada pasien akromegali (meskipun telah mendapatkan penatalaksanaan modern saat ini) tetap lebih tinggi 32% daripada populasi umum.[8]
Pada pasien akromegali, penundaan sering terjadi antara onset penyakit dengan waktu didiagnosis, di mana jangka waktu terlama hingga 35 tahun. Hal ini mengakibatkan pasien terpapar growth hormone (GH) yang tinggi dalam jangka waktu yang lama. Paparan tersebut dapat menyebabkan risiko kardiovaskular meningkat, termasuk hipertrofi kardiak, disfungsi diastolik, insufisiensi katup miokardial, resistensi insulin, dislipidemia, dan obesitas.[8]