Patofisiologi Sindrom Mielodisplasia
Patofisiologi sindrom mielodisplasia berkaitan dengan kelainan hematopoietik akibat mutasi genetik dan gangguan mikrolingkungan sumsum tulang yang menyebabkan diferensiasi sel induk hematopoietik terganggu, apoptosis meningkat, serta hematopoiesis tidak efektif. Sindrom mielodisplasia dapat terjadi secara primer atau sekunder karena terapi seperti kemoterapi.[1]
Karakteristik utama dari sindrom mielodisplasia adalah hematopoiesis yang tidak efektif. Patofisiologi bergantung pada keragaman mekanisme yang didukung oleh peristiwa genetik dalam sel induk hematopoetik yang mengalami penuaan. Patofisiologi sindrom mielodisplasia melibatkan keragaman genetik pada klonning, kondisi inflamasi yang terkait dengan penuaan, dan respons yang terganggu dari lingkungan sistem imun tubuh.[6]
Pengaruh Mutasi Gen
Patofisiologi sindrom mielodisplasia dimulai dari mutasi pada sel punca hematopoietik yang menyebabkan perubahan jalur regulasi transkripsi dan mengarahkan hematopoiesis ke bias mieloid dengan mengorbankan jalur limfoid. Gangguan ini mengakibatkan produksi megakariosit, eritroblast, dan granulosit yang displastik dalam lingkungan mikroinflamasi, di mana sel penekan turunan mieloid berkontribusi terhadap peningkatan reactive oxygen species (ROS).
Hematopoiesis klonal terjadi akibat mutasi akumulatif sepanjang kehidupan, dengan transisi pasangan basa C→T sebagai perubahan paling umum karena deaminasi metil yang berkaitan dengan usia. Sindrom mielodisplasia dini berkembang melalui amplifikasi klon sel punca hematopoietik awal, yang kemudian mengalami mutasi sekunder dan membentuk subklon dengan struktur yang lebih kompleks.
Mutasi pada DNMT3A dan TET2 sering terjadi pada tahap awal dan dapat muncul sebelum perkembangan keganasan hematologi, dengan DNMT3A dikenali sebagai lesi pra-leukemia karena kemampuannya bertahan selama remisi pada leukemia mieloid akut. Perubahan frekuensi alel varian yang rendah sebelum transformasi maligna menunjukkan bahwa sindrom mielodisplasia merupakan hasil dari proses evolusi klonal yang berkelanjutan dalam sistem hematopoietik.[6]
Mekanisme Terjadinya Sitopenia
Pada sindrom mielodisplasia dini, hasil laboratorium akan menunjukkan sitopenia. Sitopenia terjadi karena adanya penuaan pada sel punca hematopoietik. Sel punca hematopoietik yang menua akan memiliki defek fungsional, perubahan pada profil ekspresi gen, perubahan epigenetik, dan replikasi stress.
Sitopenia juga terjadi karena adanya eritropoiesis yang tidak efektif. Anemia merupakan gejala tersering dari pasien dengan sindrom mielodisplasia, yang berkaitan dengan tidak efektifnya eritropoiesis pada sumsum tulang. Tidak efektifnya eritropoiesis terjadi karena berkurangnya kapasitas untuk memproduksi eritroblas terdiferensiasi yang matur dan diperparah karena tidak terkompensasi dengan meningkatnya proliferasi eritroblas yang imatur.[6,7]