Patofisiologi Hiponatremia
Patofisiologi hiponatremia sangat kompleks. Hiponatremia menunjukkan ketidakseimbangan rasio di mana total body water melebihi total zat terlarut, seperti zat sodium/natrium dan potasium/kalium.[1,2,5,9]
Peran Regulasi Ginjal dan Hormon Antidiuretik
Dalam kondisi normal, ginjal mensekresi air 15−20 L/hari. Osmolalitas plasma normal adalah 280−295 mOsm/kg. Untuk menjaga osmolalitas normal, asupan air harus sama dengan ekskresi air. Salah satu pengaturan kerja ginjal dalam mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit diperankan oleh hormon antidiuretik (ADH), yang juga dikenal sebagai arginine vasopressin (AVP). ADH merupakan hormon yang menghambat diuresis dengan cara menahan air di tubulus ginjal.[1,2,10]
ADH disekresikan oleh hipofisis posterior. ADH akan masuk ke dalam aliran darah dan berikatan dengan reseptor vasopresin 2 (V2), yang selanjutnya merangsang G-protein dan meningkatkan cyclic adenosine monophosphate (cAMP) intrasel. Peningkatan cAMP merangsang pembuatan aquaporin 2 (AQP2) yang berfungsi sebagai saluran air di membran sel, sehingga air dapat bergerak mengikuti landaian (gradien) osmotik. Osmosis terjadi dari lumen tubulus dalam selnya, kemudian ke interstisial melalui AQP3 dan AQP4. Air selanjutnya bergerak dari interstisial ke dalam sirkulasi.[1,10]
Sekresi ADH terutama diatur oleh osmolalitas cairan ekstrasel. Respons tubuh terhadap penurunan osmolalitas adalah menstimulasi rasa haus, osmoreseptor yang ada di hipotalamus akan terangsang untuk mensekresi ADH dan menyaring natrium untuk mempertahankan osmolalitas serum. Ketidakseimbangan asupan dan ekskresi air dapat menyebabkan hiponatremia atau hipernatremia.[1,2,5,9,10]
Tonisitas
Tonisitas merupakan osmolalitas efektif yang menggambarkan jumlah zat terlarut dalam unit volume pelarut, dan mempengaruhi tekanan osmotik sehingga terjadi pergerakan cairan tubuh. Ukuran, bentuk, dan berat molekul zat terlarut hampir tidak mempengaruhi tekanan osmotik. Tekanan ini ditentukan dengan mengetahui jumlah osmol zat terlarut (solute) perkilogram air, atau merupakan jumlah mmol zat terlarut (mg/BM) per liter air.[4,5,11]
Konsentrasi natrium cairan intrasel dan ekstrasel berbeda sehingga perubahan konsentrasi natrium ekstrasel akan menyebabkan perubahan distribusi air pada kedua kompartemen tersebut. Saat konsentrasi natrium menjadi lebih tinggi (osmolalitas meningkat) atau menjadi rendah (osmolalitas menurun) akan menyebabkan pergerakan cairan menuju atau keluar dari cairan ekstraseluler (CES).[1-5,11]
Berdasarkan tonisitas hiponatremia dibagi menjadi hipertonik hiponatremia, isotonik hiponatremia dan hipotonik hiponatremia. Sedangkan hipotonik hiponatremia dikelompokkan dalam hiponatremia hipovolemik, hiponatremia euvolemik, dan hiponatremia hipervolemik.
Hipertonik Hiponatremia
Hipertonik hiponatremia terjadi saat zat terlarut ekstraseluler selain garam natrium berlebih, sehingga cairan sulit masuk ke dalam sel dan cairan intraseluler bergeser ke dalam kompartemen ekstraseluler. Penambahan cairan ekstraseluler mengencerkan natrium ekstraseluler, sehingga menyebabkan hiponatremia.[1,9]
Hiperglikemia adalah prototipe hipertonik hiponatremia, di mana manitol, sukrosa, maltosa, dan dekstran yang memiliki berat molekul rendah menjadi zat terlarut eksogen sehingga menyebabkan hipertonik hiponatremia.[1,9]
Isotonik Hiponatremia
Isotonik hiponatremia dapat disebabkan oleh pseudohiponatremia atau larutan irigan nonkonduktif.[1,5,9]
Pseudohiponatremia:
Pseudohiponatremia adalah artefak laboratorium. Serum memiliki fraksi air dan non-air. Fraksi non-air sebagian besar terdiri dari protein dan lipid, sedangkan natrium terletak di fraksi air. Dalam keadaan normal, fraksi air mewakili 93% dari total volume serum.[1,5,9]
Pseudohiponatremia biasanya disebabkan oleh hipertrigliseridemia, kolestasis, (lipoprotein X), dan hiperproteinemia (gamopati monoklonal atau imunoglobulin intravena). Bila serum mengandung kadar protein atau lipid yang sangat tinggi, volume fraksi non-air meningkat dan menggantikan fraksi air, sehingga serum mengandung lebih sedikit air dan lebih sedikit natrium per satuan volume.[1,5,9]
Larutan Irigan Nonkonduktif:
Larutan irigan nonkonduktif merupakan larutan iritan yang diserap langsung ke dalam sistem vaskular saat vena terputus selama prosedur pembedahan. Larutan irigan ini mengandung manitol, glisin, atau sorbitol, yang sering digunakan dalam prosedur urologis dan ginekologi, seperti transurethral resection of the prostate (TURP).[1,4,9]
Larutan irigan nonkonduktif dapat menyebabkan hiponatremia karena zat terlarut memasuki kompartemen darah, kemudian didistribusikan di kompartemen ekstraseluler sehingga meningkatkan celah osmolar serum. Air dan zat terlarut dalam larutan irigan nonkonduktif yang masih berada di ekstraseluler akan membuat natrium menjadi encer dan terjadi hiponatremia.[1,5,9]
Hiponatremia Hipotonik
Hiponatremia hipotonik terjadi saat dengan kondisi kelebihan air, yang dapat disebabkan oleh dua mekanisme, yaitu peningkatan intake air dan penurunan ekskresi air. Intake air berlebih jika individu minum air dalam jumlah besar (>18 L/hari atau >750 mL/jam). Jumlah besar ini melebihi kapasitas ginjal untuk mengeluarkan air, contohnya pada penderita polidipsi psikogenik, pelari maraton, dan penggunaan ekstasi.[1,2,5,9]
Sedangkan ekskresi air terjadi pada pasien yang minum air dalam volume normal, tetapi ginjal tidak dapat mengeluarkan air karena beberapa sebab, diantaranya tingginya aktivitas ADH, laju glomerular filtration rate (GFR) turun, dan asupan zat terlarut rendah (zat terlarut utama adalah urea dan elektrolit).[1,2,5]
Aktivitas ADH yang tinggi disebabkan karena hipovolemia serta curah jantung menurun, syndrome inappropriate antidiuretic hormone (SIADH), serta defisiensi kortisol. Kortisol yang menurun akan menyebabkan ADH dilepaskan dalam jumlah besar.[1,2,5]
Karena hipotonik hiponatremia menyebabkan status volume yang berbeda, maka dikelompokkan dalam hiponatremia hipovolemik, hiponatremia euvolemik, dan hiponatremia hipervolemik.[1,2,5,9]
Hiponatremia Hipovolemik
Hiponatremia hipovolemik terjadi karena kekurangan TBW dan total natrium dalam tubuh, tetapi secara proporsional natrium yang hilang lebih banyak daripada air. Pada hipovolemik hiponatremia, osmolalitas serum dan volume darah menurun. Sekresi vasopresin (antidiuretic hormone / ADH) meningkat, meskipun terjadi penurunan osmolalitas untuk menjaga volume darah. Retensi air yang dihasilkan meningkatkan pengenceran plasma dan hiponatremia, seperti yang terjadi pada saat muntah, diare, atau perdarahan.[1,5,9,12]
Hiponatremia Euvolemik
Pada hiponatremia euvolemik, terjadinya penurunan konsentrasi natrium karena peningkatan TBW, tanpa diikuti perubahan pada normal body sodium. Pelepasan vasopresin patologis nonosmotik dapat terjadi dalam pengaturan status volume normal, seperti yang terjadi pada orang-orang yang diet rendah garam, beer potomania, dan polidipsia primer.[1,5]
Hiponatremia Hipervolemik
Hiponatremia hipervolemik terjadi karena peningkatan total body sodium dengan peningkatan lebih besar dari TBW, yang menyebabkan cairan bergeser ke ruang ekstraseluler dan mengakibatkan kelebihan cairan interstisial dengan edema. Hal ini dapat terjadi pada penderita gagal jantung kongestif dan sirosis hepatis. Faktor-faktor berikut berkontribusi pada hiponatremia hipervolemik:
- Efek antidiuretik vasopresin pada ginjal
- Gangguan langsung ekskresi air ginjal oleh angiotensin II
- Penurunan laju filtrasi glomerulus (GFR)
- Stimulasi haus yang dipengaruhi oleh angiotensin II[1,5,12,13]